Sukses

Majikan Tak Beri Izin, Partisipasi TKI dalam Pemilu Tak Optimal

Sosialisasi KPU dinilai kurang optimal kepada TKI. Para caleg dan parpol juga kurang memanfaatkan peluang suara kepada WNI di luar negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Kebebasan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri tak selamanya terjamin. Selain kerap menerima penganiayaan, kali ini terancam tak bisa menggunakan hak suaranya dalam penyelenggaraan Pemilu 9 April 2014. Padahal, potensi suara TKI di luar negeri sangat besar, mencapai jutaan suara.

Anggota Komisi IX DPR Okky Asokawati mengatakan, pelaksanaan pemilu bagi warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja atau tinggal di luar negeri, termasuk TKI, akan dimajukan dari jadwal serentak 9 April 2014.

"Meskipun dimajukan, tapi partisipasi TKI atau buruh migran di dalam pemilu selama ini belum maksimal. Sebab, banyak majikan yang tidak memberikan izin TKI pergi ke luar rumah untuk melakukan pencoblosan," kata Okky sebelum mengikuti diskusi publik 'Nasib Buruh Migran Indonesia di Tahun Politik' di Jakarta, Selasa (4/3/2014).

Anggota Fraksi PPP ini mengaku, hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan perwakilan Indonesia di luar negeri. Seperti di negara penempatan TKI. Selain itu, juga akibat minimnya sosialisasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke luar negeri.

"Tapi saya berharap partisipasi TKI akan jauh lebih baik daripada pemilu 2009. Saya sempat mengetahui ada beberapa komisioner KPU berangkat ke luar negeri untuk menyosialisasikan rencana pemilu pada bulan keempat ini. Jadi, diharapkan kesadaran TKI terhadap pemilu mulai meningkat," jelas Okky.

Direktur Utama Migran Institute Adi Chandra mengatakan, TKI atau buruh migran sangat ragu terkait nasib mereka pada tahun politik. Sebab, para calon wakil rakyat hanya fokus kepada popularitas dan elektabilitasnya tahun ini.

"Jumlah TKI yang resmi sebanyak 6,5 juta, dan ditambah yang ilegal 10 juta orang. Tapi KPU hanya mendata 2,5 juta TKI yang terdaftar sebagai pemilih di luar negeri. Padahal potensi mendulang suara dari TKI sangat menggiurkan," jelas Adi.

Pengamat politik Nurfahmi Budi Prasetyo menjelaskan, TKI menyumbang devisa Rp 100 triliun setiap tahunnya. Ini merupakan 'kue' yang sangat menjanjikan, namun tak dimanfaatkan para calon wakil rakyat, maupun calon pemerintah baru.

"Harusnya TKI bisa menjadi pendongkrak elektabilitas suatu partai. Misalnya, merevisi Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 yang memberikan perlindungan terhadap TKI," pungkas Nurfahmi. (Shinta Sinaga)

Baca juga:

Ancaman Badai, Pemilu Legislatif RI di Hong Kong Dipercepat

Target Partisipasi Pemilih 75%, KPU: Butuh Dukungan Semua Elemen

Dana Belum Cair, Pemilu Luar Negeri Terancam Tak Mulus

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.