Sukses

Perbedaan Antara Pemilu yang Dilakukan pada Masa Orde Baru dengan Masa Kini, Ini Penjelasannya

Perbedaan antara pemilu yang dilakukan pada masa orde baru dengan masa kini terdapat perbedaan signifikan, di mana partisipasi masyarakat lebih besar.

Liputan6.com, Jakarta Pemilihan umum atau pemilu merupakan salah satu kunci utama dalam sistem demokrasi. Di Indonesia, pemilu telah mengalami perubahan yang signifikan dari masa orde baru hingga masa kini. Perbedaan antara pemilu yang dilakukan pada masa orde baru dengan masa kini terlihat dari transparansi hasil. 

Perbedaan antara pemilu yang dilakukan pada masa orde baru dengan masa kini adalah? Dalam masa orde baru, pemilihan umum dilakukan dengan berbagai kendala seperti terbatasnya partisipasi masyarakat, ketidakbebasan media, serta polarisasi politik yang sangat kuat. Namun, seiring berjalannya waktu, pemilu di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan.

Perbedaan antara pemilu yang dilakukan pada masa orde baru dengan masa kini jelas berbeda, di mana partisipasi masyarakat dalam pemilu semakin meningkat, terutama dengan adanya akses yang lebih luas terhadap informasi dan transparansi dalam proses pemilu.

Selain itu, kini pemilu dilakukan dengan lebih terbuka dan adil. Berbagai regulasi telah diterapkan untuk memastikan pemilu berlangsung dengan baik, mulai dari peraturan kampanye hingga penghitungan suara. Pemilu masa kini juga lebih inklusif dengan adanya keterlibatan partai politik dan calon dari beragam latar belakang dan ideologi politik.

Berikut ini perbedaan pemilu masa orde baru dengan masa kini yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (22/12/2023). 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perbedaan Pemilu Orde Baru dengan Masa Kini

Pemilihan umum (pemilu) merupakan pilar utama, dalam sistem demokrasi yang memberikan wewenang kepada rakyat, untuk menentukan perwakilannya dalam pemerintahan. Dalam perjalanan sejarah politik Indonesia, terdapat perbedaan substansial antara periode Orde Baru dan era demokrasi kontemporer. 

Pemilu pada Era Orde Baru

1. Dominasi Partai Tunggal

Pada masa Orde Baru, terutama di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, Indonesia diperintah oleh sistem partai tunggal, yakni Golkar. Pemilu dijalankan dengan kendali penuh dari Golkar dan partisipasi partai lain dibatasi, sehingga menciptakan dinamika politik yang terpusat.

2. Keterbatasan Kebebasan Berekspresi

Masa Orde Baru ditandai oleh keterbatasan kebebasan berekspresi dan asosiasi politik. Partai oposisi diawasi ketat, dan kritik terhadap pemerintah dapat berujung pada sanksi. Pemilu dianggap lebih sebagai alat legitimasi pemerintah daripada platform demokrasi sejati.

3. Manipulasi Hasil Pemilu

Pemilu pada masa Orde Baru sering dituding mengalami manipulasi hasil, dengan klaim bahwa Golkar selalu menang dengan margin yang sangat besar. Proses pemilihan umum tidak selalu mencerminkan aspirasi sebenarnya dari rakyat, melainkan lebih sebagai perangkat untuk mempertahankan kekuasaan.

Pemilu pada Masa Kini

1. Pluralisme Partai Politik

Setelah era reformasi, Indonesia mengadopsi sistem demokrasi multipartai. Keberagaman partai politik berkembang, memberikan ruang bagi ideologi dan representasi yang lebih bervariasi sesuai dengan preferensi masyarakat.

2. Kebebasan Politik dan Berekspresi

Masyarakat kini menikmati kebebasan politik dan berekspresi yang lebih luas. Media massa dan aktivis politik dapat menyuarakan pendapat mereka, tanpa takut represi yang sama seperti pada masa Orde Baru. Ini menciptakan ruang untuk dialog dan perdebatan yang lebih kaya.

3. Transparansi dan Pengawasan

Proses pemilu saat ini lebih transparan dengan keterlibatan lembaga pengawas independen, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU). Langkah-langkah transparan ini bertujuan untuk mencegah manipulasi hasil suara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat, terhadap integritas pemilu.

4. Pentingnya Partisipasi Publik

Pemilu di masa kini menekankan partisipasi publik yang aktif. Masyarakat didorong untuk terlibat dalam proses demokrasi, baik melalui kampanye politik, partisipasi dalam debat, atau pemilihan umum itu sendiri. Hal ini memperkuat makna pemilu sebagai bentuk ekspresi demokrasi yang sejati.

 

3 dari 4 halaman

Pengertian dan Regulasi Pemilu

Pemilihan umum (pemilu) adalah suatu proses demokratis, di mana warga negara memiliki hak untuk memilih para pemimpin atau wakil mereka dalam pemerintahan suatu negara. Proses ini dilakukan secara berkala sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan merupakan hak setiap warga negara, untuk berpartisipasi dalam menentukan arah kepemimpinan negara. Pemilu di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Undang-undang ini menyatakan bahwa pemilu adalah suatu pesta demokrasi yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali, untuk memilih anggota legislatif dan presiden. Prinsip-prinsip yang mendasari pemilu ini mencakup langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan bertanggung jawab. 

Menurut situs resmi Komisi Pemilihan Umum, dalam konteks negara demokrasi, pemilu adalah salah satu pilar utama dalam akumulasi kehendak masyarakat. Proses ini merupakan bentuk demokrasi yang memungkinkan pemilihan pemimpin secara langsung oleh warga negara. Menurut Manuel Kaisiepo, pemilu bukan hanya suatu proses politik biasa, tetapi telah menjadi tradisi yang hampir-sakralkan dalam berbagai sistem politik di dunia. Dalam perspektifnya, pemilihan umum memberikan legitimasi pada kekuasaan yang ada dan menjadi pencarian dukungan dan legitimasi, terutama bagi rezim baru. Sedangkan Paimin Napitupulu memberikan pengertian, bahwa pemilu adalah kegiatan di mana rakyat memilih pemimpin, baik itu pemimpin rakyat, pemimpin negara, atau pemimpin pemerintahan.

Dengan kata lain, pemilu merupakan sarana di mana rakyat dapat secara langsung berpartisipasi dalam pemilihan pemerintahan. Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012:Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyajikan definisi pemilu secara rinci. Pemilu diartikan sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

4 dari 4 halaman

Pemilu dari Masa ke Masa

Sejak tahun 1955, Indonesia telah mengadakan Pemilihan Umum Legislatif sebanyak 11 kali dan Pemilihan Umum Presiden sebanyak tiga kali sejak tahun 2004. Namun, Pemilu pada 17 April 2019 menandai suatu tonggak bersejarah bagi negara demokratis terbesar di Asia dan ketiga terbesar di dunia. Pertama kalinya dalam sejarah, seluruh rakyat berpartisipasi secara serentak dalam satu momentum, memilih pasangan presiden, wakil presiden, serta wakil rakyat di tingkat pusat dan daerah.

Pemilu pada Masa Orde Lama

Pemilu pertama setelah kemerdekaan Indonesia berlangsung pada 29 September 1955. Kampanye dilakukan dengan berbagai metode, termasuk penggunaan pengeras suara di mobil, dan terasa begitu ramai di jalan-jalan. Suasana Jakarta menjadi sepi, terutama di kalangan pedagang kecil yang mudik ke desa masing-masing.

Pasar-pasar pun menjadi sunyi karena pedagang ikut mudik. Sehari sebelum pemilu, ada warga yang belum menerima surat pemberitahuan pemilih, menyebabkan lonjakan pengunjung ke kantor kelurahan. Sejumlah kursi DPR diisi sesuai dengan UU Pemilihan Umum yang menetapkan perwakilan setiap 300 ribu penduduk. Pada pemilu ini, PNI memenangkan 57 kursi, disusul Masyumi (57 kursi), NU (45 kursi), PKI (39 kursi), dan partai lainnya.

Pemilu pada Masa Orde Baru

Pemilu pertama pada masa Orde Baru diadakan pada 3 Juli 1971. Jumlah kursi DPR dan MPR yang diperebutkan mencapai 3.940 orang. Presiden Soeharto, saat itu masih berstatus jenderal, tidak memberikan hak pilihnya. Pemilu ini ditandai dengan suasana yang tenang, diawasi ketat oleh keputusan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Komkamtib). Golkar memenangkan pemilu ini dengan meraih 236 kursi, disusul NU (58 kursi), Parmusi (24 kursi), dan partai lainnya.

Pemilu pada Masa Orde Reformasi

Sebelum masuk era reformasi, pemilu pada 1999 di bawah kepemimpinan Habibie melibatkan 48 partai. Pemilu ini melarang lima menteri terlibat dalam kampanye karena keterlibatan mereka dalam masalah politik. Pemilu pada 7 Juni 1999 dipimpin oleh KPU untuk memilih anggota DPR dan DPRD.

PDI-P memenangkan pemilu ini dengan meraih 153 kursi, diikuti oleh Golkar (120 kursi) dan PPP (58 kursi). Pada 20 September 2004, Indonesia melakukan pemilihan presiden secara langsung untuk pertama kalinya dalam sejarah. Syarat terpilih menjadi presiden adalah meraih minimal 50% suara sah dan 20% suara di sepertiga provinsi.

Megawati dan Yudhoyono melaju ke putaran kedua, di mana Yudhoyono dan Jusuf Kalla memenangkan pemilu. Pada pemilu ini, masyarakat tampak kurang antusias, mungkin karena tahun itu diadakan tiga pemilihan umum. Pada 9 April 2009, pemilu dilakukan untuk memilih 560 anggota DPR, 132 anggota DPD, dan DPRD di seluruh Indonesia. PDI-P memenangkan pemilu ini dengan 150 kursi, diikuti oleh Golkar (107 kursi) dan Partai Demokrat (95 kursi).

Pemilu 2014

Pada 9 April 2014, Indonesia kembali mengadakan pemilihan presiden, diikuti oleh Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Pemilu ini memperkenalkan metode BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) atau Quote Harre dalam menentukan jumlah kursi. Jokowi-JK memenangkan pemilu ini dengan persentase kemenangan 53,15%, dan Prabowo-Hatta meraih 46,85%. Golput tercatat sebesar 30,42%.

Pemilu 2019

Pada 17 April 2019, pemilu serentak digelar untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, serta presiden dan wakil presiden. Sebanyak 16 partai politik nasional dan 4 partai lokal Aceh berpartisipasi, dengan ambang batas parlemen 4%. Presiden Jokowi dan wakil presiden Ma'ruf Amin memenangkan pemilu presiden ini dengan dukungan dari Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB. Pemilu di Indonesia telah mengalami transformasi signifikan dari masa ke masa, mencerminkan dinamika demokrasi dan partisipasi rakyat dalam menentukan masa depan negara. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.