Sukses

Soal Pemecatan 249 Nakes di Manggarai, Komisi IX DPR RI: Ini Kemunduran bagi Negara Demokrasi

Menurut anggota Komisi IX DPR RI, kasus pemecatan nakes di Manggarai merupakan masalah struktural yang harus diatasi pusat maupun daerah.

Liputan6.com, Jakarta Kabar pemecatan 249 tenaga kesehatan (nakes) non aparatur sipil negara (ASN) di Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) mendapat tanggapan dari Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto.

Menurutnya, kasus pemecatan ini merupakan masalah struktural yang harus diatasi pusat maupun daerah.

Edy mengetahui bahwa para nakes dipecat usai melancarkan aksi unjuk rasa pada 12 Februari 2024. Demo dilakukan untuk menuntut kenaikan gaji, perpanjangan surat perintah kerja (SPK), dan meminta tambahan kursi untuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Alih-alih mendengar aspirasi para nakes non ASN, Bupati Manggarai malah memecat para nakes yang terlibat dalam unjuk rasa karena menganggap mereka tak loyal.

Edy menilai bahwa kasus ini adalah contoh sebuah kemunduran yang terjadi di negara demokrasi.

“Ini kemunduran bagi negara demokrasi. Orang mengutarakan pendapat dan memperjuangkan hak tapi diintimidasi dengan cara tidak diperpanjang SPK-nya,” kata Edy dalam keterangan pers yang diterima Health Liputan6.com, Senin (15/4/2024).

Selain itu, Edy juga khawatir adanya pemecatan ini berdampak pada layanan kesehatan yang akan diterima masyarakat. Meski kepala dinas kesehatan setempat menyatakan sudah ada redistribusi nakes, tapi jika masalah ini dibiarkan berlarut maka akan menjadi masalah.

“Untuk itu harus segera diatasi masalah ini. Siapa yang menggantikan atau apakah ada peluang nakes yang dipecat ini dipanggil kembali,” ucapnya. Dia juga khawatir pemecatan ini akan mempengaruhi penilaian dalam pengangkatan PPPK.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tuntutan Nakes Merupakan Hal Wajar

Edy menambahkan, pemecatan nakes di Manggarai bermula dari tuntutan tenaga kesehatan untuk diberikan gaji sesuai dengan UMR setempat.

Politisi PDI Perjuangan ini menilai, tuntutan nakes ini merupakan hal yang wajar. Apalagi mereka sudah mengabdi beberapa tahun. Sehingga tidak seharusnya kepala daerah memberikan reaksi yang berlebihan.

“Soal gaji ini merupakan keresahan yang wajar. Jika dibilang tidak ada anggaran, bagaimana perencanaanya sampai kejadian seperti ini?” ungkap Edy.

3 dari 4 halaman

Perlunya Peta Persebaran Nakes

Legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini juga mengingatkan bahwa seharusnya pemerintah daerah maupun pusat memiliki peta persebaran tenaga kesehatan.

Dalam hal ini termasuk dengan masalah kesehatan yang kerap melanda daerah tersebut. Sehingga akan diketahui kebutuhan tenaga kesehatan dan kualifikasi yang dibutuhkan.

Pemerintah juga bisa menyusun anggaran sesuai dengan kebutuhan kesehatannya dan diselaraskan dengan kemampuan fiskalnya.

“Hal seperti ini perlu political will. Jangan sampai mereka yang sudah mengabdi tidak mendapatkan haknya dengan layak untuk kehidupan maupun peningkatan kapasitas kemampuan,” tutur Edy.

4 dari 4 halaman

Gaji Tak Sebanding dengan Pekerjaan

Selama ini, para nakes non ASN hanya digaji dengan nominal Rp400 hingga Rp600 ribu.

Menurut komika Tretan Muslim yang juga sempat menjadi tenaga kesehatan, gaji ini tak cukup untuk menutupi kebutuhan bulanan.

Dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, Tretan Muslim membagikan pengalamannya sebagai nakes yang pekerjaannya amat berat.

"Dulu saat saya praktik perawat, jam 4 pagi dah bangun bersihin luka, pasang infus, RJP pasien. Pas COVID, kakak saya kerjanya anter pasien sekarat, anter jenazah korban covid cuma pake jas hujan yang tidak safety karena hazmat tidak tersedia. Dan, banyak lagi kerjaan perawat yang sangat berat di lapangan," tulis Tretan Muslim dikutip Health Liputan6.com pada Jumat, 12 April 2024.

Tretan pun mengungkapkan rasa herannya tentang gaji nakes non ASN yang tak seberapa sementara pekerjaannya begitu berat.

"Tapi saya heran kok gajinya dari dulu tidak ada yang memperjuangkan. Di luar negeri gaji perawat bahkan yang sampai 50 juta. Di sini masih ada yang 400 ribu itu buat makan mie Gacoan aja nggak cukup. Dan, mungkin banyak lagi yang lebih kecil," ujarnya.

"Semoga pemerintah lebih peduli ke nakes. Perawat, bidan dan lain-lain yang berada di garda depan untuk mengurus pasien," tambah Tretan Muslim.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.