Sukses

HEADLINE: Waspada Kasus DBD di Indonesia Meningkat Drastis, Jurus Menghindarinya?

WHO menyatakan bahwa dengue tercatat sebagai penyakit endemik di lebih dari 100 negara di dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Demam berdarah dengue (DBD) mengalami tren peningkatan kasus sejak akhir Februari 2024 berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P) Kementerian Kesehatan RI. Semula kasus DBD pada akhir Februari berkisar pada 15.977, kini telah menjadi sekitar 35 ribu kasus.

Peningkatan jumlah kasus DBD di Indonesia pun dikonfirmasi oleh Kemenkes. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, terjadi peningkatkan kasus dua kali lipat dibandingkan dengan 2023.

"Memang kalau kita bandingkan 2023 dengan 2024, terjadi peningkatan kasus dengue yang tadinya 15 ribu kasus menjadi 35 ribu," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Jumat (22/3).

Bahkan, angka kasus DBD tahun ini juga diiringi peningkatan angka kematian. "Angka kematian juga meningkat, tapi memang tidak sebesar peningkatan kasus dengue," tutur Siti Nadia dilansir Antara.

Ditjen P2P melaporkan bahwa hingga pekan kedelapan 2024, sebanyak 124 pasien dengue meninggal dunia.

Menurut Organsasi Kesehatan Dunia (WHO), dengue adalah infeksi virus DENV yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Ada empat tipe virus dengue, yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, serta DEN-4. WHO memperkirakan sekitar separuh penduduk dunia berisiko terinfeksi dengue, dengan perkiraan 100-400 juta infeksi di dunia per tahun.

Direkur Pasca Sarjana Universitas YARSI yang juga mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengutip WHO menyampaikan bahwa insiden dengue di dunia pun meningkat dramatis dalam dekade terakhir.

"Meningkat dari 505.430 kasus di tahun 2000 melonjak menjadi 5.2 juta pada tahun 2019," kata Tjandra melalui keterangannya yang diterima Liputan6.com, Kamis (28/3).

Tjandra juga memaparkan data lain berdasarkan "modelling" yang memperkirakan terjadinya 390 juta infeksi dengue per tahun di dunia.

"Dimana diantaranya hanya sekitar 96 juta yang bermanifestasi secara klinik dengan jelas. Jadi memang harus diketahui juga bahwa cukup banyak kasus yang tidak terdiagnosis dengan baik dan hanya disebut sebagai demam (febrile illnesses)."

"Satu penelitian lain lagi bahkan menyebutkan bahwa ada sekitar 3,9 miliar penduduk dunia yang berisiko terinfeksi virus dengue," tambahnya.

WHO menyatakan bahwa dengue tercatat sebagai penyakit endemik di lebih dari 100 negara di dunia. Disebutkan juga bahwa 70 persen kasus dengue di dunia terjadi di benua Asia. Data dari WHO Asia Tenggara menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu 30 negara didunia yang endemik tinggi dengue.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Provinsi dengan Kasus DBD Tertinggi

Kemenkes memaparkan, kasus DBD di Indonesia pada 2024 mencapai 35.556 jiwa dengan 290 kematian.

"Padahal 2024 baru 11 minggu," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI, Imram Pambudi dalam diskusi media #Ayo3MPlusVaksinDBD baru-baru ini.

Kemenkes mencatat kasus dan kematian akibat DBD terbanyak ditemukan di Provinsi Jawa Barat dengan 10.428 kasus dan 94 kematian. Menurutnya, dengan jumlah penduduk yang banyak maka paparan penyakit DBD di Provinsi Jawa Barat lebih mudah tersebar luas.

Dilaporkan juga bahwa per Maret 2024, terdapat 18 provinsi yang mengalami peningkatan kasus DBD, di antaranya:

  1. Sumatera Barat
  2. Sumatera Selatan
  3. Lampung
  4. Bengkulu
  5. Jawa Barat
  6. Jawa Tengah
  7. Jawa Timur
  8. Banten
  9. Kalimantan Selatan
  10. Kalimantan Timur
  11. Kalimantan Tengah
  12. Bali
  13. Nusa Tenggara Barat
  14. Gorontalo
  15. Sulawesi Tenggara
  16. Sulawesi Barat
  17. Sulawesi Selatan, dan
  18. DKI Jakarta.
3 dari 7 halaman

Penyebab Kasus DBD Meningkat

Tjandra mengatakan, perlu analisis mendalam tentang apa yang saat ini terjadi terkait meningkatnya kasus DBD di Indonesia. Menurutnya ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan hal itu terjadi, seperti:

  • pola musiman (seasonal patterns), sehubungan sekarang musim hujan
  • suhu udara dan lingkungan kini, serta aspek kelembaban 
  • tingginya angka populasi nyamuk (“high mosquito population”)
  • kerentanan pada serotipe virus yang bersirkulasi sekarang ini
  • kurangnya program proaktif yang selama ini berjalan, mungkin prioritas lain yang lebih dilakukan 
  • lemahnya sistem surveilan yang akan dapat menyebabkan kelambatan pencatatatn pelaporan dan respon, serta juga luput dalam mengidentifikasi tanda dan gejala yang berhubungan dengan terjadinya penyakit dengue berat 
  • mungkin saja ada keterbatasan alat diagnosis dini (“dengue diagnostic kits”)
  • tentang SDM, maka diperlukan petugas pengendali vektor, bukan hanya petugas yang menangani klinik pasien
  • yang juga amat penting tentu peningkatan komunikasi risiko dan keterlibatan serta partisipasi aktif masyarakat.
  • pada dasarnya adalah lebih menggalakkan program kesehatan di berbagai lapisan langsung di masyarakat, tidak hanya di rumah sakit dengan alat-alat super canggih saja.

Sementara itu, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pemanasan global termasuk El Nino yang akhir-akhir ini melanda Indonesia menjadi faktor yang memicu kemunculan dengue di tengah masyarakat.

"Karena ada El Nino pergeseran dari musim kemarau yang memanjang menjadi musim hujan, makanya demam berdarah terjadi peningkatan," katanya.

Menurut Nadia, cuaca panas juga menyebabkan siklus hidup nyamuk sejak dalam telur hingga dewasa tumbuh lebih cepat.

Sebelumnya, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi juga menyampaikan informasi senada. Menurutnya nyamuk aka menggigit lebih sering ketika cuaca panas dan kering.

“Nyamuk itu akan menggigit lebih sering, 2,5 kali lipat pada suhu 30 derajat ke atas, jadi dia akan lebih sering menggigit kalau suhunya tinggi,” kata Imran di Jakarta pada Kamis (21/3).

Imran menuturkan meski tahun 2024 suhu cuaca cenderung lebih panas dibanding tahun sebelumnya, tingkat curah hujan terbilang cukup tinggi. Hal ini dikatakannya berbahaya bagi setiap orang karena meningkatkan keganasan nyamuk Aedes Aegypti penyebab demam berdarah.

Nadia memperkirakan kenaikan kasus dengue masih akan terus berlangsung hingga masa puncak di April 2024.

4 dari 7 halaman

Gejala Tak Biasa

Terkait tingginya kasus DBD di Jawa Barat, ada gejala yang tak biasa mengenai penyakit tersebut. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung Anhar Hadian menyebut, mayoritas kasus DBD di Kota Bandung muncul dengan gejala yang tidak seperti biasanya dikenali.

Seperti diketahui, gejala-gejala demam berdarah yang umum dan harus diwaspadai yaitu demam mendadak, sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual dan muntah, manifestasi perdarahan seperti mimisan atau gusi berdarah, kulit ruam kemerahan, dan nyeri otot, tulang, dan sendi. Selain itu, munculnya bintik kemerahan di kulit penderitanya.

"Gejalanya itu demam tidak kunjung sembuh. Dan tidak ada gejala bintik merah. Ini yang perlu diwaspadai," kata Anhar lewat keterangannya, Selasa 26 Maret 2024.

Ia khawatir, gejala DBD 'baru' ini menyerupai gejala flu biasa. Sehingga masyarakat akan menganggap gejala yang dialami tersebut merupakan penyakit flu biasa.

Meski begitu, Anhar menjelaskan ada perbedaan mendasar antara gejala flu biasa dan gejala DBD yang belakangan muncul.

"Jadi gejalanya demam. Dua-tiga hari naik, turun sedikit, naik lagi. Perbedaannya dengan flu, jika flu, itu saat diberi paracetamol, istirahat yang cukup dan makan yang banyak, itu akan kembali pulih. Nah, kalau DBD ini setelah dua-tiga hari, dia tidak membaik," bebernya.

Oleh karena itu, Anhar mengingatkan kepada masyarakat yang mengalami gejala demam tak kunjung sembuh selama lebih dari dua hari untuk segera mengakses layanan kesehatan.

"Kalau sudah 2 hari seperti itu (menunjukkan gejala demam dengan suhu naik-turun-naik) waspada. Langsung dibawa ke Puskesmas saja. Jangan menunggu semakin parah," pesannya.

5 dari 7 halaman

Dengue virus serotype 2

Sebelumnya, epidemiolog Dicky Budiman memperkirakan bahwa kenaikan kasus demam berdarah dengue (DBD) di 2024 dapat didominasi oleh dengue virus serotype 2.

“Satu hal yang saya khawatirkan dan salah satu hipotesa saya bahwa di tahun ini kemungkinan dengue yang terdeteksi didominasi oleh serotype 2,” kata Dicky pada 1 Maret 2024. 

Dugaan ini merujuk pada kondisi di ASEAN, salah satunya data di Singapura menunjukkan bahwa serotype dari dengue yang terdeteksi didominasi oleh serotype 2. Dengue virus 2 secara riset telah terbukti menimbulkan gejala yang lebih berat.

“Nah ini tampaknya juga bisa terjadi di Indonesia dan kalau itu betul terjadi, artinya keparahannya bisa cenderung lebih besar di tahun ini, walaupun dengue serotype lainnya tetap ada dengan jumlah jauh lebih kecil,” tambahnya.

Mengingat potensi tersebut, Dicky menyarankan pemerintah Indonesia untuk melakukan deteksi menyeluruh seperti yang dilakukan di negara-negara maju.

Deteksi dan pemantauan dilakukan hingga pencarian serotype dari virus yang menginfeksi.

“Umumnya negara-negara maju sampai mencari serotype penyebab infeksi (DBD) dan itu sangat penting secara epidemiologi. Dan saya menyarankan kita juga melakukan itu sehingga kita punya pemetaannya.”

 

 

6 dari 7 halaman

Pencegahan dan Penanggulangan DBD

Guna mengatasi demam berdarah dengue (DBD) diperlukan upaya menyeluruh yang melibatkan pemerintah serta masyarakat. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan membuat program untuk menghadapi DBD diantaranya implementasi nyamuk Wolbachia di sejumlah kota, bekerja sama dengan sektor swasta terkait vaksin DBD, serta mengedukasi masyarakat mengenai 3M.

Imran Pambudi menjelaskan, melalui program nyamuk Wolbachia, implementasinya tengah berlangsung di enam kota yaitu Denpasar, Semarang, Bandung, Jakarta Barat, Bontang, dan Kupang.

Dijelaskannya bahwa Wolbachia adalah bakteri alami pada nyamuk Aedes aegypti yang dapat menurunkan replikasi virus dengue dan mengurangi kemampuan nyamuk tersebut dalam menularkan demam berdarah. Imran menyatakan bahwa penggunaan bakteri Wolbachia aman berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh berbagai negara dan ahli.

Selain itu, Imran menyoroti pentingnya inovasi lain dalam menanggulangi demam berdarah dengue, seperti pengembangan vaksin DBD. Saat ini terdapat dua vaksin yang tersedia, yaitu Dengvaxia yang diberikan pada anak umur 9 hingga 16 tahun dengan skrining awal status serologi, dan vaksin Qdenga yang dapat diberikan pada populasi umur hingga 45 tahun tanpa skrining awal dan dosis dua kali.

Imran juga menyebutkan bahwa vaksin DBD telah dimasukkan dalam program daerah, seperti di Kalimantan Timur pada 2023. Dia juga menekankan bahwa DBD masih menjadi masalah kesehatan yang serius dan sering menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) serta kematian, baik di Indonesia maupun di dunia.

Tjandra mengutip WHO mengatakan, pencegahan dan pengendalian dengue utamanya bergantung pada pengendalian vektor sebagai kunci pencegahan penularan.

"Kalau sudah jatuh sakit maka tidak ada obat yang spesifik untuk membunuh virus dengue (DENV). Deteksi awal dan akses pada pelayanan kesehatan yang baik merupakan kunci utama untuk menurunkan angka kematian, apalagi kalau diberitakan bahwa Indonesia target bersama mencapai nol kematian akibat dengue di tahun 2030. Jadi, pengendalian dengue memang harus bersifat menyeluruh," tutur Tjandra.

Rekomendasi WHO pada Desember 2023 menyebutkan beberapa yang perlu dilakukan:

  • Penanganan vektor kontrol yang efektif- Surveilan entomologi
  • Jaminan ketersediaan laboratorium
  • Penanganan kasus
  • Meningkatkan surveilan kasus
  • Komunikasi risiko dan melibatkan aktif masyarakat 

 

7 dari 7 halaman

5 Cara Pencegahan DBD

Adapun guna mencegah terkena DBD, praktisi kesehatan masyarakat Ngabila Salama mengingatkan lima hal berikut:

1. Perilaku hidup bersih dan sehat

Diantaranya dengan menjaga rumah rapi serta jangan ada baju-baju menggantung karena bisa menjadi sarang nyamuk.

2. Lakukan PSN 3M Plus

PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) 3M Plus adalah menutup, menguras, mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi genangan air. Plus artinya memelihara tanaman pengusir nyamuk seperti sereh, lavender, rosemary, dan ikan pemakan jentik seperti cupang.

3. Lakukan 1 Rumah 1 Kader Jumantik

Pastikan di setiap rumah sudah menunjuk kader juru pemantau jentik (jumantik) lewat program 1 rumah 1 kader jumantik. "Kader jumantik bertugas memberantas jentik nyamuk di sekitar rumah setiap Jumat pagi. Yakni pada jam 10.00 WIB selama 10 menit dan minimal 10 minggu," kata Ngabila dalam pesan teks yang diterima Liputan6.com.

3. Semprot Nyamuk atau Pakai Losion Nyamuk

Nyamuk DBD yakni Aedes aegypti aktif pada jam 8-10 pagi dan 16-18 malam. Ngabila menyarankan untuk melakukan penyemprotan nyamuk atau menggunakan losion antinyamuk secara mandiri.

4. Aktifkan PSN di 9 Tatanan

Pemberantasan sarang nyamuk perlu dilakukan di sembilan tatanan yakni tatanan kehidupan masyarakat sehat mandiri, tatanan permukiman dan fasilitas umum, tatanan satuan pendidikan, tatanan satuan pasar, tatanan pariwisata, tatanan transportasi dan tertib lalu lintas jalan, tatanan perkantoran dan perindustrian, tatanan perlindungan sosial, serta tatanan pencegahan dan penanggulangan bencana.

5. Vaksinasi DBD

Seseorang yang sudah terkena DBD, masih bisa terkena sampai empat kali. Hal lantaran DBD punya 4 varian saat ini DEN 1,2,3,4.

Maka dari itu, Ngabila menyarankan untuk melakukan vaksinasi DBD untuk mengurangi keparahan bila terkena penyakit tersebut.

"Jika sudah sembuh DBD juga dapat langsung dilakukan vaksinasi dengue tanpa menunggu. Untuk usia 6-45 tahun, diberikan 2 kali selang pemberian 3 bulan," tutur Kepala Seksi Pelayanan Medik RSUD Tamansari Jakarta ini. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.