Sukses

Antisipasi Petugas Pemilihan Umum Meninggal di Pemilu 2029, Menkes Budi Kaji 2 Cara Ini

Guna mengantisipasi terjadinya kasus serupa pada Pemilu 2029, Menkes tengah mengkaji soal penyempurnaan skrining.

Liputan6.com, Jakarta Petugas Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 yang meninggal dunia sudah mencapai 84 orang. Hal ini dikonfirmasi oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

“Jumlah yang meninggal dibandingkan Pemilu 2019, yang di atas 500-an, sekarang kan turun jauh. Tadi Pak KPU (Hasyim Asy’ari) angkanya 71 untuk yang tanggal 14 sampai 18 Februari 2024, dari Bawaslu ada tambahan 13 orang. Jadi totalnya ada 84 yang meninggal sampai sekarang,” kata Budi dalam konferensi pers di Gedung Kemenkes, Senin (19/2/2024).

Terdapat penurunan sekitar 80 persen tapi Budi menyebut bahwa satu orang meninggal pun sudah terlalu banyak.

Maka dari itu, guna mengantisipasi terjadinya kasus serupa pada Pemilu 2029, Budi tengah mengkaji soal penyempurnaan skrining.

“Saya sedang mengkaji kita mau menyempurnakan skrining ini, saya mau ngomong sama Pak Mendagri (Tito Karnavian), Pak Kepala KPU kalau bisa sekarang aja ditandatanganinya aturan barunya. Kalau bisa skriningnya sebelum daftar.”

Dengan kata lain, Budi ingin ke depannya skrining dilakukan sebelum para petugas mendaftar jadi penyelenggara Pemilu.

“Petugas Pemilu ini ada yang kerja lebih dari 12 jam, ini kan kayak tentara kopasus, kerja ini kerja khusus dan berat. Kami sebenarnya ingin mengusulkan ingin duduk dengan Pak Tito dan Pak KPU mungkin kalau bisa menjadi syarat (daftar).”

Skrining kesehatan itu jadi syarat untuk bisa jadi petugas. Itu langkah pertama yang kami ingin lakukan agar mereka pas benar-benar jadi petugas kondisinya sehat. Sehingga kalau bisa kita mengenolkan (korban jiwa).”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Cek Kesehatan Berkala per 6 Jam di TPS Berisiko

Hal kedua yang ingin dilakukan Budi adalah mengupayakan pengecekan kesehatan berkala paling tidak setiap enam jam, khusus bagi tempat pemungutan suara (TPS) yang berisiko.

“Yang kedua, itu kan mereka kerja overtime, nah kami lagi ngitung nih bisa enggak kita lakukan uji kesehatan kelilingnya itu setiap 6 jam. Nah itu kita lagi berpikir, TPS kan ada 823 ribu, kalau faskes yang dimiliki Kemenkes kan ada 10 ribu di level kecamatan. Bisa nggak satu Puskesmas di kecamatan meng-cover TPS di kecamatan itu untuk yang risiko tinggi aja dulu, enggak usah semuanya.”

Menurutnya, pengecekan ini terbilang mudah karena risikonya sudah diketahui yakni jantung dan stroke. Maka yang dicek adalah tekanan darah, denyut jantung, atau saturasi. Pasalnya, beberapa korban meninggalnya karena masalah pernapasan.

“Tiga hal itu kan mudah alatnya ada dan semua petugas puskesmas punya. Nanti kita akan coba kita hitung bisa enggak, untuk TPS-TPS yang kita identifikasi ada petugas yang berisiko tinggi. Itu kita periksa setiap enam jam.”

“Jadi dua hal itu, untuk skrining jadi syarat jadi petugas kemudian yang berisiko kalau bisa kita cek setiap enam jam. Jadi enggak usah sampai sakit, bagaimanapun, mencegah lebih baik dari mengobati, satu nyawa sudah kebanyakan,” pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Upaya yang Telah Dilakukan

Budi juga mengatakan bahwa tahun ini, ada beberapa hal yang telah dilakukan untuk mencegah terjadinya kasus seperti lima tahun lalu.

“Yang sudah dilakukan tahun ini, kita terima kasih kepada Pak Ghufron (Kepala BPJS Kesehatan) kita sudah skrining jadi tugas kita adalah jangan keburu sakit, kalau bisa bekerja ini udah sehat duluan. Kondisinya masih sehat, tugas kita ingin menjaga sehat.”

Kemenkes dan BPJS telah melakukan skrining pada 6,8 juta petugas. Dari 6,8 juta itu, 6,4 juta sehat, dan 400 ribunya berisiko tinggi.

“Nah ini yang banyak masih lolos.”

4 dari 4 halaman

Hipertensi Jadi Keluhan Terbanyak

Budi menyebut, dari skrining ditemukan bahwa risiko tinggi penyakit yang paling banyak terdeteksi adalah hipertensi.

“Banyak sekali nih masyarakat Indonesia hipertensi jadi makannya tolong diatur, jangan banyak-banyak garam, gula, lemak itu mesti diatur. Rokoknya juga kalau bisa dikurangi karena itu hipertensi.”

“Paling tinggi hipertensi yang kedua jantung waktu diskrining sama Pak BPJS. Itu dua yang paling besar.”

Sayangnya, masyarakat cenderung melakukan skrining setelah terdaftar jadi petugas penyelenggara Pemilu.

“Isunya kemarin adalah, sudah diskrining, udah ketahuan mana yang sehat mana yang enggak sehat cuman udah keburu kedaftar. Jadi kita kan ingin melakukan penyempurnaan, sebabnya dilakukan skrining sehingga turun 80 persen lebih. Tapi ke depannya kan 2029 kita ingin kalau bisa nol (kematian,” tutup Budi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.