Sukses

Indonesia Rare Disorder Harap Presiden Selanjutnya Beri Perhatian untuk Anak-Anak dengan Kelainan Langka

Perwakilan IRD memberi contoh upaya yang dapat dilakukan pemerintah di masa mendatang untuk anak-anak dengan kelainan langka.

Liputan6.com, Jakarta Calon presiden (Capres) atau pemimpin di masa depan hendaknya memerhatikan anak-anak dengan penyakit atau kelainan langka (rare disorder). Harapan ini disampaikan oleh perwakilan dari Komunitas Indonesia Rare Disorder (IRD) Eka Fetranika.

“Saya berharap pemerintah yang akan datang benar-benar punya perhatian terhadap penyakit kelainan langka. Mereka mengakui bahwa kelainan langka itu ada dan mereka juga menyiapkan standar atau SOP bagaimana tatalaksana menangani anak-anak dengan kondisi kelainan langka,” kata Eka kepada Disabilitas Liputan6.com saat ditemui di acara ArticuRare, Jakarta Selatan, Minggu (4/2/2024).

Ibu dari anak dengan kelainan langka ini juga memberi contoh upaya yang dapat dilakukan pemerintah di masa mendatang untuk anak-anak dengan kelainan langka dan keluarganya.

“Misalnya, ada deteksi dini dari hamil. Sebenarnya beberapa jenis kelainan langka sudah bisa dideteksi sejak hamil. Dari pemeriksaan orangtua misalnya yang sudah punya anak dengan kelainan langka, dimulai dari situ. Bisa juga pada anak yang baru lahir yang diduga memiliki kelainan langka juga perlu diberi tes genetik gratis,” harap Eka.

Wanita berusia 46 itu menambahkan, tenaga medis juga perlu dipersiapkan untuk mengenal dan memahami tentang kelainan langka.

Bukan tanpa alasan, Eka sempat menemukan kasus seorang ibu menanyakan kondisi anaknya pada dokter. Ibu tersebut memperlihatkan foto sang anak ke dokter, dari foto tersebut Eka langsung mengetahui jenis kelainan langkanya, sementara dokter belum mengetahuinya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Edukasi Nakes Soal Kelainan Langka

Maka dari itu, Eka berharap pemerintah dapat lebih memberi edukasi kepada para tenaga medis yang bekerja di garda terdepan agar tidak asing dengan kelainan langka.

“Seharusnya lebih diberi edukasi lagi untuk para tenaga medis yang berada di garda terdepan, supaya mereka juga tahu seperti apa saja (jenis kelainan langka), mereka punya referensi lah.”

Jika edukasi tak dilakukan langsung, setidaknya dapat dibuat buku panduan yang memuat informasi tentang jenis-jenis kelainan langka.

“Jadi ketika mereka (nakes) ketemu (dengan pasien kelainan langka), tinggal lihat buku panduannya.”

3 dari 4 halaman

Mencontoh Literasi Kelainan Langka di Negara Lain

Di luar negeri, lanjut Eka, buku pedoman tentang kelainan langka sudah ada. Bahkan, setiap satu kelainan langka memiliki satu buku panduan.

“Kalau di luar negeri itu bahkan per kelainan langka tatalaksananya. Misalkan anak dengan Cornelia de Lange syndrome ketika lahir menjalani apa, apa saja yang harus dijalankan orangtua, step by step tuh sudah ada, sudah se-detail itu.”

Sementara, jenis-jenis kelainan langka di Indonesia masih terdengar asing. Pasalnya, ilmu soal genetika pun baru berkembang.

4 dari 4 halaman

Pengalaman Eka Rawat Buah Hati dengan Kelainan Langka

Eka pun mengenang pengalamannya berjuang dengan buah hati yang mengalami kelainan langka ketika tenaga kesehatan belum begitu paham tentang hal tersebut.

“Anak saya lahir tahun 2011, ketika itu dokternya juga belum tahu. Saya udah curiga, saya punya feeling anak saya kenapa-kenapa. Tapi dokter bilang ‘enggak apa-apa kok bu, emang ibu mau anaknya kenapa-kenapa?’ Bukan begitu, tapi saya merasa ada yang aneh dengan anak saya,” kenangnya.

Bukan satu kali Eka membawa putrinya ke fasilitas kesehatan tapi ia tak kunjung mendapat jawaban. Kecurigaan pun terus bertambah di benaknya, ketika sang anak diminta menyalakan lampu, ia tak mampu melakukan itu dan terlihat lemas.

“Akhirnya saya bawa ke dokter saraf, dokter kasih obat alhamdulillah dia (sang anak) mulai ada perhatian terhadap mainan.”

Suatu hari, Eka melihat benjolan di dada sang anak. Ia pun membawanya ke dokter jantung. Ketika diperiksa, sang anak ternyata mengalami bocor jantung.

“Terakhir saya ketemu dengan dokter anak yang akhirnya beliau yang melihat ada syndrome meski belum bisa memastikan.”

Dokter menyarankan untuk periksa kromosom dan akhirnya ditemukan memang ada kelainan kromosom.

“Kelainan kromosom anak saya kebetulan belum ada namanya, dari tiga pemeriksaan, tiga-tiganya berbeda. Yang terakhir hasilnya anak saya mengalami delesi (salah satu bentuk mutasi) di kromosom 7 dan duplikasi di kromosom 3. Dan itu karena belum ada ya very-very rare jadinya,” tutup Eka.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.