Sukses

HEADLINE: Pembahasan RUU Kesehatan Dibayangi Ancaman Mogok Nasional, Solusinya?

Lima organisasi profesi berencana akan melakukan aksi mogok kerja nasional jika aspirasi mereka terkait RUU Kesehatan tidak mendapat perhatian.

Liputan6.com, Jakarta - Lima organisasi profesi kembali menyuarakan aspirasi mereka menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dilanjutkan. Kemarin, Senin, 5 Juni 2023, lima organisasi profesi yang terdiri dari IDI, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menyerukan 'Setop Pembahasan RUU Kesehatan' di depan Gedung DPR/MPR RI Jakarta.

Kelima organisasi profesi menyatakan, itu adalah aksi terakhir mereka sebelum sebelum melancarkan aksi mogok kerja nasional jika tuntutan mereka tidak diindahkan.

"Tadi sudah ditegaskan ya, ini aksi terakhir kami. Setelah ini, kami akan menginstruksikan kepada seluruh anggota untuk mem-block out, menggubris dan tetap mengindahkan tututan kita hari ini," ujar Juru Bicara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk RUU Kesehatan Beni Satria di Jakarta, Senin (5/6).

Beni kembali menegaskan bahwa tuntutan kelima organisasi profesi tetap sama: meminta pemerintah menghentikan pembahasan RUU Kesehatan.

"Tuntutan kami tetap sama seperti yang (aksi damai) pertama, yaitu setop pembahasan RUU Kesehatan. Kami tetap tegaskan, fokus di situ," ujarnya.

Demo terkait RUU Kesehatan kali ini melibatkan sekitar 30.000 tenaga medis dan kesehatan yang tergabung dalam 5 Organisasi Profesi serta banyak forum tenaga kesehatan dan masyarakat kesehatan.

Sementara itu, secara total, terdapat sekitar 100.000 tenaga medis dan tenaga kesehatan yang melakukan aksi damai RUU serentak di berbagai wilayah di Indonesia. 

"Apa yang kami lakukan di sini, teriakan semangat. Kalau sudah turun beribu-ribu seperti ini berarti ada sesuatu yang salah di negeri ini dengan ada kepedulian dari kami yang menyangkut masalah kesehatan masyarakat saat ini," kata Ketua Umum Pengurus Besar IDI Adib Khumaidi. 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Bayang-Bayang Ancaman Mogok Kerja Nasional

IDI beserta empat organisasi profesi lainnya berencana melakukan mogok kerja nasional apabila aspirasi mereka dirasa tak jua mendapat perhatian pemerintah. 

"Kalau aksi ini yang kedua dan terakhir tidak digubris, setelah ini kami akan tetap tegas kepada seluruh anggota Ikatan Dokter dan lainnya, kami suruh untuk setop pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia," ungkap Beni saat memberikan pernyataan dalam Aksi Damai Jilid 2. 

Wacana mengenai mogok kerja nasional ini telah mencuat sejak aksi damai 5 organisasi profesi pada Mei lalu. 

"Ini juga karena melanjutkan tuntutan kami di 28 hari lalu, di tanggal 8 Mei, kami sudah tegas minta setop pembahasan RUU Kesehatan."

Pada Aksi Damai Jilid 1, Beni Saria yang juga Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI memberi penjelasan soal aksi mogok kerja nasional ini.

“Mogok nasional yang kami lakukan adalah tutup pelayanan untuk non-emergency. Sama seperti cuti Lebaran, kami libur 4, 5, 7 hari enggak ada yang ributkan itu,” ujar Beni saat aksi damai di depan Gedung Kemenkes, Senin 8 Mei 2023.

Dengan begitu, aksi mogok kerja bukan berarti pelayanan rumah sakit dihentikan seluruhnya.

“Tapi pelayanan IGD tetap jalan, ICU tetap jalan, operasi tetap jalan. Hanya yang non-emergency artinya yang tidak gawat darurat.”

Aksi mogok nasional oleh nakes diibaratkan cuti Lebaran di mana mereka libur sekitar satu pekan namun dokter akan tetap dapat dihubungi dan perawatan tetap datang. 

"Tetapi dokter akan dihubungi, perawat akan tetap datang."

Beni menggarisbawahi, aksi mogok kerja ini tidak dilarang konstitusi. Yang dilarang adalah jika ada masyarakat yang membutuhkan penanganan gawat darurat tapi tidak ditangani. 

3 dari 5 halaman

Alasan 5 Organisasi Profesi Tolak RUU Kesehatan

Lima organisasi profesi kesehatan menilai pembahasan RUU Kesehatan sampai sekarang masih terkesan sembunyi-sembunyi dan tidak transparan. Bahkan Organisasi Profesi (OP) seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan OP di bawah naungan IDI merasa tidak ikut dilibatkan dalam penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

Beni Satria turut mempertanyakan, kenapa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) dengan metode omnibus law ini dilakukan sembunyi-sembunyi?

"Ini yang kami tuntut hari ini, transparansi. Ada apa ini? Kenapa harus sembunyi-sembunyi? Kemudian kenapa kami tidak dilibatkan? Kita kan sama-sama berdiri atas kepentingan rakyat," terang Beni.

Pembahasan RUU Kesehatan, lanjut Beni, dinilai terlalu terburu-buru dan sangat cepat untuk disahkan.

“Pelayanan kesehatan masyarakat, hak masyarakat atas pelayan yang standar, pelayanan dari dokter, dokter gigi, perawat yang memiliki etik yang tinggi itu yang kita kawal,” katanya.

OP pun menyuarakan kecewaan mereka tidak dilibatkan dalam RUU Kesehatan, mengingat para tenaga kesehatan justru yang berdarah-darah menolong pasien.

"Kami berdiri atas pelayanan kesehatan, kami yang melayani masyarakat di lapangan sampai di daerah. Kami yang menyeberang pulau, kami yang harus berjalan kaki. Kami yang menolong persalinan, kami yang 'berdarah-darah', bahkan kami menikmati baunya pasien itu kami," tutur Beni.

Organisasi Profesi juga khawatir substansi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan justru mempermudah tenaga kesehatan mengalami kriminalisasi.

"Kenapa kami tidak dilibatkan gitu -- dalam pembahasan RUU. Apalagi dengan mudahnya ada pasal-pasal kriminalisasi, padahal kami tidak menginginkan pasien meninggal, cacat, cedera," jelasnya.

Ketum PB IDI Adib Khumaidi dalam kesempatan yang sama juga menyoroti RUU Kesehatan yang dinilai akan mempermudah izin dokter dan tenaga kesehatan (nakes) asing untuk bekerja di Indonesia.

"Karena negara Indonesia akan dikuasai oleh dokter asing. Kami semua berusaha datang dari Sabang sampai Merauke. Semuanya di sini, nakes ada di garda terdepan. Kita tunjukkan pada rakyat dan wakil rakyat," ucap Adib.

Jika RUU ini dipaksakan, menurutnya yang akan dirugikan adalah rakyat.

"Jangan lupa yang kita lakukan saat ini harus disampaikan, harus sosialisasikan. Kita ingin mencatat sejarah, kalau regulasi saat ini dipaksakan, yang dirugikan rakyat Indonesia," imbuhnya.

"Kami ingin tunjukkan bahwa di Indonesia, organisasi profesi itu hanya satu, organisasinya tunggal. Jangan salahkan kami tidak bisa menjamin pelayanan yang bukan dari anggota kami."

4 dari 5 halaman

Semua Pihak Punya Tanggung Jawab Sesuai Profesi

Mengenai rencana mogok kerja nasional yang digaungkan lima organisasi profesi kesehatan pembahasan RUU Kesehatan tak juga dihentikan, Kementerian Kesehatan mengingatkan bahwa semua pihak memiliki tanggung jawab sesuai profesi masing-masing. 

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Mohammad Syahril menegaskan, para dokter dan tenaga kesehatan harus tetap berpegang teguh terhadap pelayanan kesehatan. Bahwa yang namanya pelayanan kesehatan itu tidak boleh dihentikan.

Apalagi pelayanan kesehatan bersifat kemanusiaan. Seluruh pelayanan kesehatan, baik emergensi maupun non-emergensi sekalipun harus terus berjalan.

"Prinsipnya, layanan kesehatan adalah layanan kemanusiaan. Tidak boleh ada layanan kesehatan atau kemanusiaan yang harus berhenti," tegas Syahril saat dihubungi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Selasa, 6 Juni 2023.

Syahril turut mengingatkan seluruh pihak, terutama dokter dan tenaga kesehatan lain mempunyai tanggung jawab masing-masing sesuai profesinya. Masyarakat pun berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.

"Semua pihak dan profesi mempunyai tanggung jawab profesi masing-masing," pesannya.

Mohammad Syahril berpendapat rencana penyetopan pelayanan kesehatan sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Kesehatan itu tidak merefleksikan keinginan semua tenaga kesehatan (nakes). Ancaman mogok kerja dinilai hanya berasal dari suara minoritas.

Polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan pun dianggap tidak berkaitan langsung terhadap pelayanan pasien. Fokus utama adalah 'nama Organisasi Profesi' tidak disebutkan dalam RUU Kesehatan.

"Penolakan Organisasi Profesi (OP) cenderung tidak ada kaitannya dengan kepentingan publik dan pelayanan terhadap pasien," jelas Syahril.

"Keributan di media massa dan sosial media sebenarnya berfokus pada masalah nama OP yang tidak disebutkan di RUU, wewenang OP yang sebagian dihilangkan, dan OP tidak lagi tunggal. Wewenang yang hilang ini terkait pemberian 'rekomendasi' untuk mendapatkan Surat Izin Praktik (SIP)."

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Aliyah Mustika Ilham mengatakan aksi mogok kerja nasional tidak perlu dilakukan, karena pihaknya akan berusaha untuk mengakomodir masukan dan kritik dari para nakes terkait RUU Kesehatan.

"Semoga saja tidak ada, kami akan mencari titik temunya dan akan kami bicarakan khususnya di Komisi IX. Karena kalau memang mogok lumpuh semua ini, lumpuh pasien untuk kesehatan Indonesia," katanya.

 

 

5 dari 5 halaman

Gus Imin Minta Komisi IX Tidak Tergesa Sahkan RUU Kesehatan

Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani mengatakan, pembahasan RUU Kesehatan tidak akan disetop. Menurutnya, undang-undang kesehatan yang tengah disusun itu sangat diperlukan. 

"Pembahasan RUU Kesehatan harus tetap dilanjutkan. Yang perlu digarisbawahi, DPR tidak akan menyetop pembahasan RUU ini, karena Undang-Undang (UU) ini dibutuhkan," tegasnya, Senin (5/6/2023).

Komisi IX DPR RI telah menerima aspirasi lima organisasi profesi melalui dialog sebagai tindak lajut Aksi Damai Jilid 2. Aspirasi tersebut, kata Irma, akan disampaikannya pada Panja Komisi IX. 

"Apa yang menjadi keberatan, masukan, bahkan kekhawatiran teman-teman mengenai RUU Kesehatan Omnibus Law akan saya sampaikan ke Panitia Kerja (Panja) Komisi IX," ucap Irma. 

Irma Suryani mengakui draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan belum final karena masih dalam tahap pembahasan. Draft tersebut akan terus diperbaiki dengan mendengarkan masukan dari berbagai kalangan.

"Betul, mungkin ada beberapa yang kalian merasa UU ini tidak cocok atau ada kabar negatif yang tersebar ke masyarakat. Nanti kami bahas, sama-sama kami bicarakan," tandasnya di hadapan perwakilan organisasi profesi.

Meski ada ruang perbaikan, Irma kembali menegaskan bahwa pembahasan RUU Kesehatan tidak bisa dihentikan sebagaimana tuntutan organisasi profesi.

Anggota Komisi IX Aliyah Mustika Ilham juga mengaku akan mengawal proses penetapan RUU tersebut dengan memperhatikan masukan-masukan yang dikritisi para nakes.

"Sekarang memang ada beberapa cluster yang sudah jadi pembahasan, untuk itu kami tetap mengawal sebelum dibahas. Memang draft ini turunan dari Baleg ke Komisi IX. Saya terus mengawal masukan dan aspirasi dari teman-teman khususnya tenaga kesehatan medis yang memang merasa terdzolimi," kata Aliyah usai berdialog dengan aksi massa di depan Gedung DPR/MPR.

Adapun Wakil Ketua DPR RI bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Imin) mendorong DPR RI khususnya Komisi IX DPR RI dan pemerintah tidak terburu-buru mengesahkan RUU Kesehatan Omnibus Law. Menurutnya substansi RUU tersebut harus dibicarakan secara tuntas dan bebas kontroversi.

“Saya kira Komisi IX dan Panitia yang membahas UU ini bersama pemerintah harus mendetailkan ulang, sehingga tidak terjebak satu sisi atau meninggalkan sisi yang lain. Jadi ini harus dibicarakan sampai tuntas, tidak perlu tergesa-gesa (disahkan),” ujar Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini di Jakarta, Senin (5/6/2023).

“Yang paling penting produk RUU Omnibus Law Kesehatan ini betul-betul melayani masyarakat secara baik dan murah,” sambung Gus Imin.

Gus Imin melihat kontroversi RUU Kesehatan terkait dua hal. Pertama, RUU ini akan mengganggu objektivitas dan memangkas kewenangan organisasi profesi, dan kedua terkait dengan aspirasi masyarakat yang tidak menginginkan sentralisasi manajemen kesehatan.

“RUU Kesehatan ternyata mengalami kontroversi yang cukup serius, ada dua pendapat yang dominan, yang pertama organ-organ dari kekuatan lembaga profesi merasa objektivitas terganggu tetapi di sisi yang lain masyarakat pada umumnya tidak ingin ada sentralisasi kekuasaan dalam pelaksanaan manajemen kesehatan,” kata Gus Imin.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.