Sukses

CISDI Soroti RUU Kesehatan yang Masih Terbatas di Penguatan Puskesmas

Draft RUU Kesehatan dinilai masih terbatas menyoroti penguatan layanan kesehatan primer di Puskesmas.

Liputan6.com, Jakarta Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menyoroti pasal-pasal yang termaktub dalam draft RUU Kesehatan. CISDI menilai draft RUU masih terbatas fokus terhadap penguatan layanan kesehatan primer di Puskesmas dan jejaringnya.

Menurut Founder dan CEO CISDI, Diah Saminarsih, integrasi layanan kesehatan primer atau layanan kesehatan dasar sebagai integrasi layanan. Mulai dari upaya preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif.

Integrasi ini mencakup upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang terkoordinasi di berbagai tingkat dalam fasilitas pelayanan kesehatan publik dan swasta.

“Sebagai catatan, bila merujuk Pasal 165 RUU Kesehatan, Pemerintah dan DPR masih memaknai integrasi pelayanan kesehatan primer terbatas penguatan Puskesmas dan jejaringnya," jelas Diah saat konferensi pers, RUU Kesehatan Menguntungkan Siapa? pada Senin, 20 Maret 2023.

"Padahal, menurut Deklarasi Astana, integrasi harusnya menguatkan kerja sama layanan primer pemerintah dan swasta."

Deklarasi Astana Soal Layanan Kesehatan Primer

Sebagai informasi, pada Global Conference on Primary Health Care tahun 2018, lahir Deklarasi Astana yang menegaskan kembali pentingnya pengembangan PHC sebagai dasar sistem kesehatan nasional setiap negara demi mencapai Universal Health Coverage (UHC) dan mendukung pembangunan nasional setiap negara (Sustainable Development Goals/SDG).

Pelayanan kesehatan primer umumnya terdiri dari puskesmas, praktik dokter mandiri, dan klinik pratama. Dokter memegang peranan penting di PHC, baik dokter puskesmas, dokter praktik mandiri, maupun dokter klinik. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

RUU Kesehatan Layanan Primer

Sebagaimana yang dimaksud Diah Saminarsih, berikut ini bunyi Pasal 165 yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan:

  1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan primer
  2. Dalam menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan integrasi pelayanan antar-Fasilitas Pelayanan Kesehatan
  3. Integrasi Pelayanan Kesehatan primer ditujukan untuk mendukung pelaksanaan program pemerintah, terutama Pelayanan Kesehatan dalam bentuk promotif dan preventif
  4. Integrasi Pelayanan Kesehatan perseorangan primer dapat dilakukan melalui penyelenggaraan program jaminan kesehatan
3 dari 3 halaman

Belum Berkomitmen Berikan Insentif yang Layak ke Kader

Tak hanya soal layanan primer, RUU Kesehatan dinilai CISDI belum berkomitmen berikan insentif yang layak dan pengakuan kepada kader-kader kesehatan sebagai sumber daya manusia kesehatan (SDMK).

“CISDI merekomendasikan pemerintah dan DPR RI memastikan imbalan jasa atau upah kepada kader kesehatan atas perannya sebagai bagian sumber daya manusia kesehatan (SDMK) seperti diatur Pasal 36 RUU Kesehatan,” Diah Saminarsih melanjutkan.

Kader Kesehatan Berhak dapat Remunerasi

Tidak berhenti pada upah, Pemerintah juga perlu akui kader kesehatan sebagai tenaga kerja yang memiliki hak ketenagakerjaan yang cakup peningkatan kompetensi melalui sertifikasi dan pelatihan kerja.

“Pada 2018, WHO bahkan menyatakan kader kesehatan berhak dapatkan remunerasi (kompensasi yang cukup) berdasarkan tuntutan pekerjaan, kompleksitas, jumlah jam kerja, pelatihan hingga tupoksi (tugas pokok dan fungsi),” ucap Diah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.