Sukses

Diet Skip Makan Nasi tapi Pilih Ngemil, Awas Berat Badan Naik!

Hati-hati diet skip makan nasi justru bisa mengakibatkan berat badan naik

Liputan6.com, Jakarta - Dokter spesialis gizi klinik, Nurul Ratna Mutu Manikam, mengungkapkan sebagian pasien yang kebanyakan perempuan ada yang menganggap makan nasi bisa membuat gemuk di kala mereka diet. Ketakutan tersebut alhasil membuat memilih makan camilan tapi sayangnya tinggi kalori.

"Rata-rata, ibu-ibu yang datang merasa makan biasa saja atau jarang makan, tapi kenapa gemuk? Ternyata perempuan itu (banyak) yang berpikir nasi bikin gemuk dan lebih suka camilan, tapi yang tinggi kalori," kata Ratna Mutu Manikam.

"Misalnya, makan satu pastel lalu satu kue lumpur. Itu padahal kalorinya sudah sama dengan nasi plus lauk pauk," lanjut Ratna dalam konferensi pers Hari Obesitas Sedunia bersama Kemenkes ditulis Rabu (8/3/2023).

Besaran Kalori Camilan atau Jajanan Pasar

Berikut besaran kalori dari camilan atau jajanan pasar yang tak disadari melebihi nasi, seperti dikutip dari Fatscret:

  1. Kue lumpur = 148 kkal
  2. Pastel = 150 kkal
  3. Lemper =  133 kkal
  4. Arem-arem = 186 kkal
  5. Klepon = 110 kkal

Padahal, kata Ratna, bila misalnya makan nasi satu mangkok itu ada sekitar 204 kkal ditambah ikan lele goreng 105 kkal (per 100 gram), plus labu siam rebus 24 kkal per 100 gram.

Mindset Bapak-Bapak tentang Diet

Berbeda dengan kebanyakan bapak-bapak, yang merasa kalau belum menyantap nasi itu belum makan. Alhasil, para pria lebih memilih makan nasi plus lauk pauk dan sayur.

Tak heran, jadwal makan kaum adam lebih teratur dan jarang makan camilan.

Terkait hal inilah, Ratna menuturkan bahwa penting bagi kaum perempuan untuk mengubah mindset tentang nasi yang bisa bikin berat badan naik. 

"Jadi, mindset ibu-ibu ini harus diperbaiki," katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Faktor Hormonal Pengaruhi Wanita Alami Obesitas

Di kesempatan yang sama, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Maxi Rein Rondonuwu mengungkapkan bahwa pada 2030, diprediksi ada satu miliar orang di dunia alami obesitas. Prediksi menunjukkan kebanyakan obesitas terjadi pada wanita.

"Satu dari lima wanita dan satu dari tujuh pria 2030 akan hidup obes atau setara satu miliar orang di dunia. prevalensi obesitas makin banyak meningkat dan paling banyak terjadi pada wanita," ujar Maxi.

Mengapa Kebanyakan Wanita Obesitas?

Ratna mengungkapkan bahwa faktor hormon estrogen punya pengaruh besar wanita lebih rentan alami obesitas dibandingkan pria.

"Hormon estrogen memiliki efek menyimpan cadangan lemak dalam tubuh," kata wanita yang juga staf pengajar di FKUI RSCM ini.

Lalu, kenaikan dan penurunan estrogen juga turut memengaruhi nafsu makan. Pada saat wanita menstruasi misalnya, terjadi peningkatan kadar estrogen dalam tubuh.

Lonjakan estrogen ini efeknya membuat wanita jadi lebih ingin makan dibandingkan hari-hari lain.

 

3 dari 4 halaman

Pengguna KB Hormonal Generasi Lama Juga Bisa Sebabkan Wanita Obesitas

Ratna menuturkan penggunaan alat kontrasepsi seperti KB hormonal generasi lama juga berpengaruh terhadap kenaikan berat badan wanita.

Memang pada wanita yang aktif menjaga gaya hidup termasuk asupan makan dan aktif bergerak, peningkatan berat badan tidak signifikan.

"Meski tidak alami peningkatan berat badan yang signifikan bila wanita tersebut memiliki gaya hidup aktif dan menjaga makanan," katanya. 

Melihat faktor yang ada, bahwa memang hormonal punya peranan besar meningkatkan risiko alami obesitas.

"Jadi, pada wanita kenapa lebih rentan obesitas ya karena faktor hormonal ya," Ratna menambahkan.

 

4 dari 4 halaman

Obesitas Masih Dianggap Bukan Penyakit

Data obesitas di Indonesia menunjukkan peningkatan dahsyat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Secara persentase, ada di angka 10,50 di tahun 2007 naik di tahun 2018 menjadi 21,8.

Menurut Nurul, obesitas masih dianggap bukan penyakit oleh kebanyakan masyarakat. Padahal, obesitas dapat berujung komplikasi ke berbagai penyakit komorbid lain seperti jantung dan stroke.

"Kenapa di Indonesia ini urusan obesitas itu tidak beres-beres? Karena masyarakat masih menganggap obesitas itu bukan penyakit," jelas Nurul.

"Sebetulnya dia (obesitas) adalah komorbid dari segala macam penyakit komorbid."

Maka dari itu, bila melihat kenaikan berat badan segera upayakan untuk menekan angkanya Salah satunya dengan pencegahan, misalnya mengurangi asupan makanan cepat saji dan minuman yang mengandung gula.

"Artinya, kalau kita sudah aware (peduli), bahwa obesitas ini harus dicegah ya harus kita laksanakan dengan baik, maka tentu saja angkanya tidak akan meningkat ya seperti di negara-negara maju," tutur Nurul.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.