Sukses

Farmakolog: Setop Framing Gagal Ginjal Akut Akibat Obat Sirup Praxion

Farmakolog menanggapi soal kasus gagal ginjal akut akibat obat sirup yang ternyata bukan

Liputan6.com, Jakarta - Farmakolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zullies Ikawati menanggapi soal kasus gagal ginjal akut yang ternyata bukan disebabkan obat sirup Praxion.

Menurutnya, gagal ginjal akut atau GGA sendiri bukanlah penyakit yang baru. Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, baik faktor pasien maupun faktor dari luar.

Faktor pasien dapat meliputi penyakit yang diderita sebelumnya, riwayat penyakit bawaan, sifat sensitivitas pasien atau alergi, infeksi, status nutrisi, dan lain-lain.

Sedangkan, faktor external bisa berasal dari paparan obat, makanan, toksikan tertentu, logam berat, dan lain-lain. Beberapa obat sendiri bisa bersifat nefrotoksik, yaitu toksik terhadap ginjal.

Untuk toksiksan atau racun, etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) termasuk yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut.

"Kembali pada kasus ini, ketika sirup tertuduhnya sudah diperiksa dan dinyatakan aman dengan bukti-bukti pemeriksaan yang valid, perlu dicari possibility yang lain sebagai penyebab," kata Zullies dalam konferensi pers, Rabu, 8 Februari 2023.

Distribusi Obat Sirup Praxion Berhenti Sementara

Untuk alasan kehati-hatian, sementara produk obat Praxion dihentikan distribusinya. Industri farmasi produsen obat tersebut juga sudah melakukan penarikan sukarela, sambil menunggu investigasi lebih lanjut.

"Dalam hal ini media mestinya bisa membantu untuk tidak mem-framing kasus ini sebagai disebabkan oleh sirup obat," kata Zullies.

Zullies juga mendapati beberapa kali dinyatakan di media bahwa kasus ini telah terkonfirmasi gagal ginjal akut, yang artinya disebabkan oleh intoksikasi EG atau DEG.

"Menurut saya, diagnosa ini harus ditegakkan benar dengan berbagai pemeriksaan. Khusus untuk pemastian intoksikasi EG dan DEG," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Butuh Pemeriksaan Lanjutan

Untuk itu, selain pemeriksaan klinis, menurut Zullies beberapa pemeriksaan perlu dilakukan termasuk:

- Kadar EG atau DEG dalam darah pasien. Kadar yang menunjukkan toksisitas signifikan adalah kadar EG > 25 mg/dL atau 250 mcg/mL.

- Tes fungsi ginjal (BUN, kreatinin, urea)

- Urinalisis berupa kristal oksalat, dan lain-lain.

Dalam kasus terakhir, ada informasi yang menyebutkan bahwa pada pasien dijumpai positif DEG dalam darahnya.

“Perlu dipastikan lagi keberadaan DEG ini pada kadar berapa dalam darah, dan apakah telah mencapai kadar toksiknya.”

3 dari 4 halaman

Studi Panama

Ada informasi menarik dari studi case-control pada kasus keracunan DEG di Panama tahun 2006, bahwa pada subyek kontrol (yang tidak mengalami keracunan) pun ada yang darahnya mengandung DEG yang mungkin diperoleh dari sumber lain.

Tetapi yang jelas berbeda antara kelompok kasus dan kontrol adalah keberadaan metabolit toksik dari DEG yaitu diglycolic acid. Ini menunjukkan bahwa di dalam kelompok orang yang keracunan DEG memang telah terbentuk metabolit toksik.

“Sedangkan angka yang relatif rendah pada DEG-nya mungkin justru karena sebagian telah berubah menjadi metabolit toksiknya. Karena itu, untuk tujuan penelitian, ada baiknya juga memeriksa kadar metabolit toksiknya dalam darah pasien.

4 dari 4 halaman

Sumber EG dan DEG Selain dari Obat Sirup

Pada dasarnya EG dan DEG adalah senyawa toksik yang tidak boleh ada pada obat maupun makanan yang dapat tertelan oleh manusia, lanjut Zullies.

“Kalaupun ada, masih dibolehkan dalam batas aman. Kembali pada kasus GGA tadi, jika sirup obat dinyatakan aman tetapi katanya di darahnya terkandung positif DEG (katakanlah data ini valid), maka dari mana asalnya? Ini bisa menjadi misteri berikutnya.”

EG dan DEG memang masih bisa terdapat sebagai cemaran dari bahan baku, tidak hanya dari obat, tetapi juga makanan.

Beberapa bahan baku yang berpotensi mengandung cemaran EG atau DEG adalah sorbitol, polietilen glikol, propilen glikol dan gliserol. Bahan-bahan ini juga cukup banyak dijumpai pada produk pangan, terutama pangan olahan.

“Jadi memang semua bahan baku yang mungkin bisa menjadi sumber cemaran EG/DEG perlu mendapatkan perhatian dan pemeriksaan khusus. Pada kasus tadi, dapat diinvestigasi sumber-sumber lain dari EG/DEG jika memang dianggap kasus tadi adalah karena intoksikasi EG/DEG.”

“Mungkin ke depan dapat diusulkan bahwa larutan EG dan DEG harus diberi warna lain, sehingga mengurangi potensi dicampurkan atau dioplos dengan bahan baku yang mestinya aman. Seperti metanol yang diberi warna biru menjadi spiritus,” ujar Zullies. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.