Sukses

Peran Penting Tetangga dalam Mencegah dan Meminimalisasi KDRT

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih terjadi di Indonesia. Yang terbaru adalah kekerasan pada anak di Jakarta Selatan oleh ayah kandungnya sendiri.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih terjadi di Indonesia. Yang terbaru adalah kekerasan pada anak di Jakarta Selatan oleh ayah kandungnya sendiri.

KDRT merupakan kasus yang bisa diminimalisasi, dicegah, bahkan dihilangkan. Menurut kriminolog Haniva Hasna, tetangga atau lingkungan sekitar memiliki peran penting dalam meminimalisasi kasus-kasus KDRT yang terjadi di lingkungannya.

Sayangnya, masyarakat masih beranggapan bahwa KDRT adalah urusan “dapur “ orang. Padahal korban adalah pihak yang lemah dan perlu ditolong.

Korban KDRT secara umum cenderung merasa tidak memiliki harga diri dan keberanian untuk melakukan perlawanan dan malu atau takut bila menyampaikan kepada orang lain akibat ancaman pelaku. Bila kondisinya demikian, artinya korban sangat butuh bantuan orang sekitar.

Sosialisasi harus terus dilakukan oleh RT/RW atau lembaga setempat terkait KDRT sehingga masing-masing warga mengetahui bagaimana cara deteksi dini dan cara memberi pertolongan terhadap korban.

“Sampaikan kepada korban bahwa tetangga adalah warga yang siaga memberikan bantuan dan perlindungan. Bantuan itu bukan selalu secara langsung, bisa saja dilakukan dengan cara membantu melaporkan kepada RT sehingga pelaku mendapat teguran langsung,” kata kriminolog yang akrab disapa Iva kepada Health Liputan6.com melalui pesan tertulis, Rabu 28 Desember 2022.

Selain itu, mengadakan pertemuan rutin juga dapat meminimalisasi terjadinya KDRT. Saat bertemu fisik setidaknya para warga jadi saling mengenal dan mengetahui kondisi fisik orang disekitar.

Hubungan sosial yang baik akan membuat masing-masing warga menjadi lebih terbuka. Selain itu, membantu mengajarkan bahwa masing-masing orang berdaya dan berhak mendapat perlindungan dari segala hal yang berkenaan dengan kekerasan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mengenal Penyebab KDRT

Sebagian besar kasus KDRT disebabkan oleh kuatnya relasi kuasa antara pelaku dan korban. Relasi kuasa ini membuat pelaku bertindak sewenang-wenang dengan tujuan utama untuk memuaskan keinginan diri sendiri. Baik dalam bentuk pelampiasan emosi maupun perasaan berhak atas korban.

“Siapa yang mendominasi keluarga, maka ia akan merasa berhak untuk mengontrol dan menguasai segala aspek dalam hubungan rumah tangga,” kata Iva.

Selain relasi kuasa, ada sebab lain yang bisa memicu KDRT, salah satunya gangguan mental. Orangtua yang melakukan tindak kekerasan merasa layak melakukan hal itu kepada anaknya sebagai bentuk pengulangan sejarah kekerasan yang pernah ia alami di masa kecil.

Di sisi lain, kemiskinan, kehadiran orang ketiga, keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidakmampuan dalam mendidik anak, harapan orangtua yang tidak realistis terhadap anak, lahirnya anak yang tidak diinginkan (unwanted child), dan anak lahir di luar nikah juga bisa menjadi pemicu KDRT.

3 dari 4 halaman

Kenapa Harus Dicegah?

Iva pun menjabarkan alasan mengapa KDRT harus dicegah atau diminimalisasi. Menurutnya, KDRT membawa berbagai dampak besar bagi korban dan keluarganya.

Selain menimbulkan luka fisik dan psikis berkepanjangan bagi perempuan dan anak yang menjadi korban KDRT, peristiwa kekerasan akan terekam dalam memori otak anak-anak yang menyaksikannya.

“Jangan heran jika anak-anak yang menyaksikan dan bahkan menjadi korban KDRT akan melakukan hal serupa dengan teman sebaya mereka dan ke anak-anak mereka kelak.”

Anak yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang mengalami KDRT cenderung akan meniru ketika mereka dewasa. Anak perempuan yang melihat ibunya dipukul ayahnya dan ibunya diam saja, tidak melapor atau melawan, maka anaknya cenderung memiliki reaksi yang sama ketika mengalami KDRT saat berumah tangga.

Dampak psikologis kekerasan terhadap anak antara lain penarikan diri, ketakutan, tindakan agresif, emosi yang labil, depresi, cemas, merasa minder, merasa tidak berharga, dan banyak hal lain hingga depresi dan upaya bunuh diri.

4 dari 4 halaman

Bantuan untuk Korban

Tetangga pun perlu mengetahui penanganan yang harus diberikan kepada ibu dan anak korban KDRT. Yakni,  pertama-tama memberi bantuan keselamatan baik fisik maupun psikisnya.

Bantuan Fisik dengan cara memberikan pengobatan untuk menyembuhkan luka yang dialami. Lalu menyiapkan bukti untuk proses selanjutnya (lapor polisi) bila perlu. Kemudian yang tidak kalah penting adalah membantu secara psikologis dengan:

- Menerima korban apapun yang terjadi tanpa memandang latar belakangnya

- Memahami bahwa korban merupakan pribadi yang tidak sama dengan korban lainnya, masing-masing orang beda respons serta cara menyembuhkan luka

- Tidak menghakimi korban, pendamping harus memahami perilaku korban tanpa menghakimi atau melakukan penilaian secara sepihak

- Memberikan pertimbangan yang bersifat obyektif dan masuk akal dalam setiap tindakan penanganan masalah yang diambil sehingga korban tidak merasa disudutkan atau disalahkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.