Sukses

Mengenal Psikiatri Forensik dan Perannya dalam Bantu ODMK Hadapi Masalah Hukum

Kepala Divisi Psikiatri Forensik Dept. Psikiatri FKUI-RSCM Dr. dr. Natalia Widiasih, SpKJ(K), MPd.Ked, menjelaskan soal psikiatri forensik.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Divisi Psikiatri Forensik Dept. Psikiatri FKUI-RSCM Dr. dr. Natalia Widiasih, SpKJ(K), MPd.Ked, menjelaskan soal psikiatri forensik.

Menurutnya, psikiatri forensik merupakan cabang subspesialistik dari psikiatri. Tugasnya, menjawab kebutuhan sistem hukum untuk menganalisis kondisi psikologis seseorang dan memberikan penjelasan pada pihak yang berwenang.

Psikiatri forensik erat kaitannya dengan orang-orang yang memiliki masalah kesehatan mental yang berhadapan dengan hukum. Seperti orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) atau orang dengan masalah kejiwaan (ODMK).

Penjelasan dari psikiatri forensik dapat menjadi pertimbangan saat pihak berwenang mengambil keputusan di seluruh ranah hukum. Peran psikiatri forensik dalam masalah hukum mencakup pada hukum pidana, perdata dan administrasi.

Contohnya, pada kasus seorang ibu tunggal yang mengalami gangguan depresi sampai mendengar suara-suara halusinasi yang membuatnya membunuh ketiga orang anaknya.

Psikiater forensik akan menjelaskan bagaimana gangguan depresi yang sedemikian berat akan membuat ibu tersebut tidak bisa berpikir logis sesuai realita sehingga tidak bisa mengarahkan perilakunya.

Ini dapat membantu dalam pembuatan putusan di pengadilan terkait layanan dan dukungan kesehatan jiwa yang dibutuhkan, bukan sekadar hukuman penjara.

Peran psikiatri forensik menjadi penting karena tidak semua gangguan jiwa dapat dideteksi dengan mudah. Sebagian ada yang terlihat, tapi sebagian lain tak terlihat layaknya masyarakat umum.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Layanan Psikiatri Forensik Belum Merata

Menurut Natalia, tidak semua gangguan jiwa dapat dideteksi dengan mudah karena sebenarnya hanya sedikit sekali gangguan jiwa yang memenuhi stereotip di mata awam. Seperti yang berbicara sendiri, berhalusinasi, atau berperilaku kacau.

“Sebaliknya, mayoritas akan terlihat seperti orang biasa tanpa ada perubahan yang mencolok bila hanya dilihat sekilas. Seperti pada gangguan depresi dan kecemasan, dua gangguan jiwa yang paling lazim ditemukan di masyarakat,” kata Natalia dalam diskusi media Ruang Tamu Eugenia Communications Kamis (8/12/2022).

Tidak heran banyak aparat penegak hukum yang tidak menyadari saat mereka sedang berhadapan dengan ODGJ/ODMK.

Kondisi kejiwaan juga merupakan sesuatu yang kompleks, multifaktorial, dinamis dan situasional.

“Di lain sisi, layanan psikiatri forensik di Indonesia juga masih berada dalam proses perkembangan sehingga belum sepenuhnya merata di Indonesia,” jelas Natalia.

3 dari 4 halaman

Jumlah Konsultan Psikiatri Forensik

Lebih lanjut Natalia menjelaskan, jumlah konsultan psikiatri forensik masih sangat terbatas. Hanya ada 8 orang yang masih aktif memberikan layanan psikiatri forensik.

Sehingga, mayoritas pemeriksaan psikiatri forensik dilakukan oleh psikiater umum. Namun, penelitian berskala nasional menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen psikiater Indonesia memilih untuk merujuk kasus ke konsultan.

“Karena mempersepsikan kasus psikiatri forensik sebagai sesuatu yang sulit dan berbahaya.”

Aturan yang berkaitan dengan ODGJ/ODMK yang berhadapan dengan hukum saat ini belum sepenuhnya mengakomodasi pendekatan restorative justice terkini. Termasuk dalam menentukan batasan-batasan psikologis yang dimaksud dalam aturan dan juga tindak lanjut yang berbasis bukti ilmiah sehingga psikiater kerap menemukan jalan buntu dalam menangani kasus.

4 dari 4 halaman

Tingginya Risiko Konflik

Kasus psikiatri forensik juga masih identik dengan tingginya risiko konflik medikolegal atau tuntutan dari pihak-pihak yang terlibat. Karena memang dalam kasus hukum akan selalu ada pihak-pihak yang berseberangan.

Terlebih lagi dengan pemanfaatan media sosial masa kini, konflik medikolegal sering meluber ke ranah umum dan mengundang tekanan dari pihak-pihak eksternal.

Para psikiater juga bisa dituntut jika diduga ada kesalahan dalam diagnosis. Hal ini membuat mereka harus sangat hati-hati dalam menegakkan diagnosis.

Kesulitan yang dihadapi psikiater ini melatarbelakangi tim peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) meluncurkan pedoman Kemampuan Berpikir Analisis Psikomedikolegal (KBAP) dan modul pelatihannya.

Pedoman ini merupakan sebuah inovasi untuk membantu psikiater melakukan pemeriksaan psikiatri forensik yang efektif dan efisien.

KBAP merupakan panduan yang dapat membantu tercapainya pemeriksaan kecakapan mental yang berkualitas sebagai salah satu cara untuk memenuhi hak ODGJ/ODMK dalam sistem hukum di Indonesia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.