Sukses

IDI dan Organisasi Kesehatan Lain Ingin Dilibatkan dalam Pembentukan RUU Kesehatan Omnibus Law

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi menyatakan bahwa pihaknya perlu dilibatkan dalam proses pembuatan Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan dengan metode Omnibus Law.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi menyatakan bahwa pihaknya perlu dilibatkan dalam proses pembuatan Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan dengan metode Omnibus Law.

Tak hanya IDI, Organisasi Profesi (OP) lain termasuk Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan sikap yang sama.

Pernyataan ini dilayangkan lantaran RUU Kesehatan atau Omnibus Law dikhawatirkan akan membuahkan regulasi yang tak sejalan dengan organisasi profesi.

Menurut Adib, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dan perlu ditingkatkan. Ini termasuk peningkatan pelayanan, infrastruktur, dan kemandirian ketahanan kesehatan.

Organisasi profesi kesehatan juga khawatir, lahirnya RUU Kesehatan Omibus Law akan membuat undang-undang kesehatan yang sudah ada malah dihapuskan.

“Kami siap untuk ikut mendorong hal-hal ini tadi tapi sekali lagi jangan sampai muncul regulasi (baru) tapi undang-undang yang sudah ada dihapuskan. Karena undang-undang yang berkaitan dengan profesi sudah berjalan baik dan sudah membantu pemerintah,” ujar Adib saat ditemui di Menteng Jakarta Pusat, Senin (26/9/2022).

Ia menambahkan, sejauh ini RUU tersebut belum resmi menjadi undang-undang. Dan disayangkan, perbincangan soal RUU Kesehatan tak melibatkan organisasi profesi. Hal ini kemudian menjadi hal yang dipertanyakan IDI dan organisasi profesi lainnya.

“Kita mau membantu pemerintah lebih fokus pada isu yang lebih penting sebenarnya. Maka tolong libatkan organisasi profesi untuk memberi masukan terkait RUU Kesehatan dengan metodologi Omnibus Law ini.”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sikap Organisasi Profesi

Adib juga menyampaikan sikap IDI serta organisasi profesi kesehatan lain sebagai berikut:

- Kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat. Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga.

Keberadaan organisasi profesi beserta seluruh perangkatnya yang memiliki kewenangan dalam menetapkan kompetensi profesi kesehatan, seharusnya tetap dilibatkan oleh pemerintah dalam merekomendasikan praktik keprofesian di suatu wilayah.

- Hal paling penting saat ini yang harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki sistem kesehatan yang secara komprehensif berawal dari pendidikan hingga ke pelayanan.

Masih banyak tantangan yang belum tuntas diatasi. Misalnya TBC, gizi buruk, kematian ibu-anak/KIA, penyakit-penyakit triple burden yang memerlukan pembiayaan besar.

Pembiayaan kesehatan melalui sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus melibatkan stakeholder dan masyarakat. Ini termasuk pula pengelolaan data kesehatan di era kemajuan teknologi serta rentannya kejahatan siber.

3 dari 4 halaman

Asosiasi Profesi Perlu Ikut Berperan

Pada 2016 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan dokumen Global Strategy on Human Resources for Health Workforce 2030. Ini sebagai acuan bagi pembuat kebijakan negara-negara anggota dalam merumuskan kebijakan tenaga kesehatan.

Pemangku kepentingan yang dimaksud dalam dokumen ini bukan hanya pemerintah, tetapi juga pemberi kerja, asosiasi profesi, institusi pendidikan, hingga masyarakat sipil.

Hal ini sejalan dengan prinsip di mana pemerintah melibatkan secara aktif pemangku kebijakan lain. Isu pemerataan dan kesejahteraan tenaga kesehatan haruslah menjadi prioritas saat ini, kata Adib.

Pihak IDI dan asosiasi profesi lain belum mendapatkan draf naskah akademik maupun RUU-nya. Ini menandakan bahwa asosiasi profesi belum dilibatkan dalam merancang RUU Kesehatan metode Omnibus Law.

“Demi mengedepankan kepentingan masyarakat dan keselamatan pasien yang lebih luas, kami bersepakat dalam pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak menghapuskan UU yang mengatur tentang Profesi kesehatan yang sudah ada.”

“Dan mendorong penguatan UU Profesi Kesehatan lainnya dan mendesak agar Pemerintah maupun DPR lebih aktif melibatkan organisasi profesi kesehatan dan unsur masyarakat.”

4 dari 4 halaman

Tuntutan IDI dan Asosiasi Profesi Kesehatan

Untuk itu IDI dan asosiasi profesi kesehatan lain menuntut agar:

- Pengaturan Omnibus law harus mengacu pada kepentingan masyarakat.

- Penataan di bidang kesehatan agar tidak mengubah yang sudah berjalan dengan baik.

- Mengharapkan adanya partisipasi yang bermakna dalam penyusunan Omnibus law di bidang Kesehatan.

“Kami adalah organisasi kesehatan yang telah diakui dan menjalankan fungsi serta peran berdasarkan amanah di beberapa Undang-Undang lex specialis bidang kesehatan.”

Beberapa amanah yang dimaksud termasuk yang tercantum dalam:

- UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

- UU No.36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

- UU No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan.

- UU No.4 tahun 2019 tentang Kebidanan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.