Sukses

Kemenkes Bakal Bahas Regulasi Ganja Medis

Regulasi yang akan dikeluarkan untuk tumbuhan ganja dipakai demi keperluan medis, bukan untuk dikonsumsi.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, Kementerian Kesehatan akan segera menerbitkan regulasi terkait riset ganja untuk medis, Senin (4/7).

"Dalam waktu dekat akan kita bahas regulasi," kata Dante, mengutip Merdeka.

Namun, ia menegaskan, bahwa regulasi yang akan dikeluarkan untuk tumbuhan ganja dipakai demi keperluan medis, bukan untuk dikonsumsi.

"Iya bakal dikasih bukan ganja hisap tapi soal lain untuk medis," tegasnya.

Pekan lalu, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin juga telah memberi tanggapan terkait penggunaan ganja untuk medis. Senada dengan Dante, Menkes menyebut, Kementerian Kesehatan RI sudah melakukan kajian dan akan segera mengeluarkan regulasinya.

"Kami sudah melakukan kajian (soal ganja untuk medis). Nanti sebentar lagi akan keluar regulasinya," ucap Budi Gunadi saat berdialog dengan wartawan di Gedung Kementerian Kesehatan RI Jakarta pada Rabu, 29 Juni 2022.

Budi mengatakan yang perlu diperhatikan dalam penelitian ganja medis terkait bagaimana mengontrol fungsi penelitian. Fungsi penelitian ini harus sejalan dengan fungsi medis dari ganja.

"Tinggal masalah bagaimana kita mengontrol untuk fungsi penelitian. Nanti kalau sudah lulus penelitian, produksinya (ganja) harus kita jaga sesuai dengan fungsi medisnya."

Dalam kajian ganja untuk medis, Budi Gunadi Sadikin menambahkan, penelitian dilakukan tidak hanya oleh Kemenkes saja, melainkan melibatkan perguruan tinggi. Namun, ia tak menyebut perguruan tinggi mana saja yang ikut terlibat dalam penelitian ganja untuk medis.

"Yang melibatkan penelitian enggak hanya di Kemenkes, tapi juga perguruan tinggi. Karena balik lagi tahap pertamanya, harus ada penelitian. Ini (ganja) bisa dipakai untuk layanan atau produk medis apa saja," tambahnya. 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pentingnya Penelitian

Budi Gunadi mengatakan, penelitian akan membantu menentukan seberapa besar manfaat dan arah penggunaan ganja medis.

"Kalau sudah ada penelitiannya, nanti bisa diproduksi untuk khusus produk layanan medis tersebut. Sama seperti morfin, tetap ada penelitiannya. Yang morfin, misalnya, oh ternyata morfin itu bagus supaya kita enggak ngerasa sakit ketembak. Itu ada manfaatnya, habis itu diproduksi kan." 

Kelengkapan riset dibutuhkan sesuai basis data dan fakta berdasarkan sains.

"Nah, sekarang ganja sebentar lagi akan keluar regulasinya. Kita lihat manfaatnya dari riset seperti apa. Kalau riset kan ada data-datanya, ada faktanya, ada basisnya. Enggak hanya debat kusir untuk kepentingan saya dan kepentingan kamu," imbuh Menkes Budi Gunadi.

"Kalau riset ada data yang jelas untuk kita berargumentasi secara ilmiah gitu."   

 

 

3 dari 4 halaman

IDI Akan Ikut Teliti Ganja Medis

Dalam kesempatan berbeda, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan akan ikut meneliti manfaat tanaman ganja untuk kebutuhan medis. Hasil riset itu akan diserahkan kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk dijadikan acuan dalam membuat kebijakan terkait tatalaksana pengobatan dengan mariyuana.

"Sebagai usulan dari organisasi profesi IDI, kita mendorong ini (ganja medis) menjadi bagian riset terlebih dahulu. Baru kemudian kita melangkah untuk menjadikannya suatu bagian dari standar pelayanan kesehatan," kata Ketua IDI, M Adib Khumaidi kepada wartawan di Jakarta, Minggu (3/7).

Adib menjelaskan, riset yang dilakukan pihaknya berupaya melihat aspek keselamatan pasien ketika mendapatkan pengobatan ganja. Selain itu, riset itu juga ditujukan mencari tahu efek samping dari penggunaan ganja medis.

Lebih lanjut, riset itu juga akan mengkaji penyakit apa saja yang terapinya bisa menggunakan ganja medis. Penelitian itu juga akan membahas soal dosis ganja medis, pihak yang berwenang memberikan dosis, dan pihak yang bertanggung jawab memperhatikan efek sampingnya.

Adib menyebut, riset amat penting dalam upaya menjadikan mariyuana sebagai bagian dari tatalaksana pengobatan, agar regulasi yang dibuat benar-benar berdasarkan bukti ilmiah. Dengan begitu, keselamatan pasien dapat terjamin.

"Jangan sampai nanti kita merugikan atau malah (membahayakan) keselamatan pasien. Itu harus kita perhitungkan lewat riset," ujarnya.

4 dari 4 halaman

CBD Senyawa Dalam Ganja yang Punya Efek Farmalogis

Guru Besar Fakultas Farmasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof apt Zullies Ikawati PhD menerangkan soal penggunaan ganja untuk keperluan medis.

Menurutnya, ganja memiliki beberapa senyawa aktif yang bisa berefek terapi, maupun efek samping. Ganja mengandung senyawa cannabinoid yang terdiri dari berbagai komponen zat lain. Yang utama adalah THC yang memiliki sifat psikoaktif. Senyawa aktif lain dari ganja yakni cannabidiol atau CBD. Senyawa ini, kata Zullies, memiliki aktivitas farmakologi, tetapi tidak bersifat psikoaktif.

Menurut Zullies yang diperlukan dari ganja adalah cannabidiol atau CBD-nya, bukan keseluruhan dari tanaman ganja.

"Karena kalau dalam bentuk tanaman, dia masih bercampur dengan tetrahydrocannabinol (THC) yang bisa menyebabkan banyak efek samping pada mental," kata Zullies kepada Health Liputan6.com melalui pesan teks Rabu, 29 Juni 2022.

CBD inilah yang sebenarnya memiliki efek salah satunya antikejang, dan itu sudah terbukti dalam uji klinik pada beberapa jenis penyakit kejang.

Zullies, menambahkan, di beberapa negara sudah banyak kajian tentang ganja untuk tujuan medis dan beberapa sudah ada uji kliniknya. Di Amerika, Food and Drug Administration (FDA) sudah menyetujui obat yang mengandung CBD ini. Obat ini digunakan untuk terapi tambahan pada kejang yang dijumpai pada penyakit Lennox-Gastaut Syndrome (LGS) atau Dravet Syndrome (DS), yang sudah tidak berespons terhadap obat lain.

"Tetapi sekali lagi, ganja yang dimaksudkan adalah yang dalam bentuk obat, yang sudah jelas dosisnya, dan cara pemakaiannya," dia menambahkan.

Selama ada pilihan lain, kata Zullies, ganja medis tidak terlalu perlu digunakan. Dan, kalaupun akan digunakan, harus dalam bentuk yang sudah terstandar, sebagaimana obat. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini