Sukses

76 Persen Efek Samping Vaksinasi COVID-19 Dipengaruhi Nocebo, Apa Itu?

Liputan6.com, Jakarta Para ilmuwan di Amerika Serikat menemukan fakta bahwa dua pertiga efek samping umum yang dialami orang setelah vaksinasi COVID-19 berkaitan dengan efek nocebo ketimbang efek vaksin itu sendiri.

Peneliti memeriksa data dari 12 uji klinis vaksin COVID-19 dan menemukan bahwa efek nocebo menyumbang sekitar 76 persen dari semua reaksi merugikan yang umum terjadi setelah dosis pertama. Dan hampir 52 persen setelah dosis kedua.

Efek nocebo adalah istilah bagi substansi aman yang diberikan kepada pasien yang seharusnya tidak menimbulkan efek buruk. Namun, substansi itu dikait-kaitkan dengan berbagai informasi menakutkan yang seolah-olah akan membahayakan pasien.

Misal, seorang pasien diberi pil gula tapi dokter menyebut bahwa pil itu adalah obat keras yang berbahaya dan dapat menimbulkan berbagai efek samping. Pasien pun meyakini hal tersebut dan mengalami kecemasan sehingga timbul efek samping negatif yang seharusnya tidak terjadi.

Dengan kata lain, efek nocebo adalah versi negatif dari efek placebo dan bekerja atas kekuatan sugesti, seperti melansir Web MD Jumat (21/1/2022).

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Efek Samping Ringan

Temuan juga menunjukkan bahwa sebagian besar efek samping yang lebih ringan, seperti sakit kepala, kelelahan jangka pendek, dan nyeri lengan tidak dihasilkan oleh vaksin.

Namun, efek tersebut dihasilkan oleh faktor lain yang dianggap menghasilkan respons nocebo, termasuk kecemasan dan salah mengartikan berbagai penyakit sebagai akibat dari suntikan.

Para peneliti berpendapat, informasi publik yang lebih baik tentang vaksin COVID-19 dapat mengurangi kekhawatiran yang membuat beberapa orang ragu-ragu dan memicu efek nocebo.

"Memberitahu pasien bahwa intervensi yang mereka ambil memiliki efek samping yang mirip dengan perawatan plasebo untuk kondisi dalam uji coba terkontrol secara acak sebenarnya mengurangi kecemasan dan membuat pasien meluangkan waktu untuk mempertimbangkan efek sampingnya," kata Ted Kaptchuk, profesor global di Harvard sekaligus penulis senior dalam penelitian ini.

"Tapi kita perlu penelitian lebih lanjut," tambahnya mengutip The Guardian.

3 dari 4 halaman

Analisis Efek Samping Vaksin COVID-19

Kaptchuck dan Dr Julia Haas di Beth Israel Deaconess Medical Center di Boston menganalisis efek samping yang dilaporkan dalam 12 uji klinis vaksin COVID-19.

Dalam setiap percobaan, mereka yang berada di kelompok plasebo diberi suntikan larutan garam tidak aktif, bukan vaksin. Studi ini tidak melihat efek samping yang parah dan langka seperti pembekuan darah atau peradangan jantung.

Dalam jurnal Jama Network Open, para peneliti menggambarkan hasil setelah injeksi pertama, lebih dari 35 persen dari mereka yang berada dalam kelompok plasebo mengalami apa yang disebut efek samping sistemik. Seperti sakit kepala dan kelelahan, dengan 16 persen melaporkan spesifik lokasi penyakit termasuk nyeri lengan atau kemerahan dan bengkak di tempat suntikan.

Seperti yang diharapkan, mereka yang menerima suntikan pertama vaksin lebih mungkin mengalami efek samping. Sekitar 46 persen melaporkan gejala sistemik dan dua pertiga mengalami nyeri lengan atau gejala lokal lainnya di tempat suntikan.

Ketika para peneliti melihat efek samping setelah suntikan kedua, mereka menemukan tingkat sakit kepala atau gejala sistemik lainnya hampir dua kali lebih tinggi pada kelompok vaksin dibandingkan dengan kelompok placebo. Masing-masing sebesar 61 persen dan 32 persen.

Perbedaannya bahkan lebih besar untuk penyakit lokal, mencapai 73 persen di antara mereka yang memiliki vaksin dan 12 persen pada kelompok plasebo.

Secara keseluruhan, para peneliti menghitung bahwa sekitar dua pertiga dari efek samping umum yang dilaporkan dalam uji coba vaksin COVID-19 didorong oleh efek nocebo, khususnya sakit kepala dan kelelahan.

Sementara bukti menunjukkan bahwa informasi tentang efek samping dapat menyebabkan orang salah mengartikan penyakit umum pada vaksin, atau membuat orang sangat waspada terhadap apa yang mereka rasakan.

“Sebagian besar peneliti berpendapat bahwa pasien harus diberitahu lebih sedikit tentang efek samping untuk mengurangi kecemasan mereka. Saya pikir ini salah. Kejujuran adalah jalan yang harus ditempuh,” tutup Kaptchuck.

4 dari 4 halaman

Infografis 4 Kriteria Kontak Erat Pasien COVID-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.