Sukses

Risiko COVID-19 Varian Omicron pada Nakes, Lansia, dan Anak-Anak

Direktur Regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Eropa Dr Hans Henri P. Kluge mengatakan bahwa tenaga kesehatan sedang memikul beban berat dalam menghadang COVID-19 varian Omicron.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Eropa Dr Hans Henri P. Kluge mengatakan bahwa tenaga kesehatan sedang memikul beban berat dalam menghadang COVID-19 varian Omicron.

Sebagai garda terdepan, mereka juga menjadi kelompok yang sangat rentan terinfeksi COVID-19 varian Omicron.

“Saya meminta lebih banyak dukungan untuk kesehatan mental dan kesejahteraan mereka (tenaga kesehatan). Penuhi kesejahteraan fisik dan mental mereka dengan mendengarkan dan menangani kebutuhan dan kekhawatiran mereka,” kata Hans mengutip euro.who.int Kamis (13/1/2022).

Selain tenaga kesehatan, orang yang belum divaksinasi juga menjadi kelompok yang rentan terkena varian Omicron.

Hans mengambil contoh Denmark, di mana kasus Omicron telah meledak dalam beberapa pekan terakhir. Tingkat rawat inap COVID-19 untuk pasien yang tidak divaksinasi adalah 6 kali lipat lebih tinggi daripada mereka yang divaksinasi penuh dalam seminggu selama Natal.

Di sisi lain, data dari Sistem Pengawasan Obstetri Inggris menunjukkan 96 persen wanita hamil yang dirawat di rumah sakit dengan gejala COVID-19 antara Mei dan Oktober 2021 tidak divaksinasi, sepertiga di antaranya memerlukan bantuan pernapasan.

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pada Lansia

Penelitian di Skotlandia telah melacak virus corona dan jumlah orang yang berakhir di rumah sakit.

Para peneliti mengatakan varian Omicron berisiko sekitar dua pertiga lebih rendah dari Delta untuk membuat pasien perlu dirawat di rumah sakit.

Namun, ada sangat sedikit kasus dan beberapa orang lanjut usia yang berisiko dalam penelitian ini, mengutip BBC.

Terkait risiko Omicron pada lansia, negara bagian di Australia, New South Wales (NSW), melaporkan kematian pertama karena COVID-19 varian Omicron. Kematian pertama Omicron di negara tersebut menimpa seorang lanjut usia (lansia).

Lansia tersebut berumur sekitar 80 tahun dan meninggal saat mendapatkan perawatan di Westmead Hospital.

"Dia telah menerima dua dosis vaksin COVID-19 dan memiliki masalah kesehatan yang mendasari," kata Departemen Kesehatan setempat mengutip 7news.

3 dari 4 halaman

Pada Anak-Anak

Sedang terkait risiko Omicron pada anak-anak, spesialis penyakit menular pediatrik Asha Bowen mengatakan bahwa infeksi COVID-19 umumnya ringan.

"Secara keseluruhan, sebagian besar anak-anak tidak menunjukkan gejala atau hanya memiliki penyakit yang sangat ringan, yang mungkin termasuk pilek, demam, atau merasa tidak enak badan selama beberapa hari," kata Bowen dari Telethon Kids Institute mengutip ABC.

"Anak-anak kembali sehat dengan relatif cepat dan mayoritas tidak memerlukan perawatan medis di rumah sakit."

Data awal yang baru-baru ini dirilis oleh para peneliti di Jaringan Rumah Sakit Anak Sydney menemukan bahwa selama wabah Delta tahun lalu, satu dari lima anak di bawah usia 16 tidak memiliki gejala sama sekali.

Lebih dari 17.400 anak yang terinfeksi COVID-19 antara Juni dan Oktober di NSW, 1,26 persennya dirawat di rumah sakit karena alasan medis. Sekitar 93 persennya tidak membutuhkan dukungan oksigen.

"Kami tahu bahwa ketika anak-anak dirawat di rumah sakit, rata-rata lama rawat inap adalah sekitar dua hari," kata Dr Bowen.

"Mereka tidak tinggal untuk jangka waktu yang lama, dan mereka tidak membutuhkan intervensi tingkat tinggi," katanya.

4 dari 4 halaman

Infografis Pasien Positif Varian Omicron di Indonesia Terus Bertambah

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.