Sukses

HEADLINE: Pasien Positif Omicron Lolos Karantina dari Wisma Atlet, Pengawasannya?

Salah satu kasus yang ramai diperbincangkan beberapa hari belakangan adalah seorang pelaku perjalanan dari Inggris yang lolos karantina. Setelah diperiksa, hasil WGS positif COVID-19 dengan varian Omicron.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi COVID-19 tampaknya belum ingin hengkang dari muka Bumi. Bayang-bayang suram lonjakan kasus akibat varian Delta pada Juni-Juli 2021 belum habis terkikis.

Jelang tutup tahun 2021, Kementerian Kesehatan RI terus menginformasikan tambahan kasus varian Omicron. Teranyar, ada satu kasus transmisi lokal Omicron di Tanah Air. Temuan tersebut membuat untuk sementara ada 47 kasus varian Omicron di Tanah Air per 28 Desember 2021.

Selain temuan satu kasus transmisi lokal, ada hal yang membuat geger beberapa hari belakangan yakni soal lolosnya satu pasien varian Omicron dari isolasi di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta.

"Kemarin ada satu orang yang lolos karena pergi dengan keluarganya. Jadi, ini kita harapkan tidak terjadi lagi,” kata Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers evaluasi PPKM, Senin, 27 Desember 2021.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi menjelaskan bahwa perempuan tersebut merupakan warga negara Indonesia yang datang dari Inggris. Ia tiba di Indonesia pada 7 Desember 2021 dan sempat menjalani isolasi di Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta dengan hasil tes PCR positif COVID-19.

Pada saat itu RSD Wisma Atlet melakukan micro-lockdown terkait temuan kasus pertama Omicron di RI pada petugas kebersihan di sana. Hal ini membuat mereka yang jalani isolasi maupun karantina di beberapa tower di Wisma Atlet harus tinggal lebih lama. Namun, pihak bersangkutan ini meminta menjalani isolasi mandiri di rumah melihat hasil tes COVID-19 kedua adalah negatif. 

"Lalu dia minta tes pembanding, memang boleh. Dites negatif (hasil tes pembanding)," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi usai Rapat Koordinasi di Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta pada Senin, 27 Desember 2021.

"Makanya, dia minta keluar (tidak lagi diisolasi di fasilitas karantina) berdasarkan hasil tes yang tadi (tes pembanding). Kemudian (permintaan keluar) diberikan ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta tapi harus diisolasi di rumah dan kebetulan rumahnya bisa untuk isolasi."

Pihak keluarga juga berjanji akan mengawasi pihak yang bersangkutan mematuhi isolasi mandiri dengan sebaik-baiknya. Petugas juga sudah menjelaskan kepada keluarga mengenai bahaya Omicron seperti disampaikan Nadia.

Meski jalani isolasi di rumah secara mandiri, spesimen pertama perempuan tersebut yang positif COVID-19 diperiksa dengan metode Whole Genome Sequencing (WGS) oleh Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan. Setelah diperiksa, yang bersangkutan terinfeksi variant of concern Omicron.

"Kita lihat 5 hari kemudian tes positifnya (keluar) Omicron," lanjut Budi.

Hasil positif Omicron dari perempuan kedatangan Inggris ditindaklanjuti dengan mendatangi yang bersangkutan dan keluarganya untuk melakukan karantina terpusat. Namun, keluarga menolak.

"Saat akan diminta kembali (karantina) karena positif Omicron, tidak diizinkan keluarga," kata Nadia mengutip Merdeka.

Guna menelusuri kasus dan mencegah penyebaran meluas, pemerintah langsung melakukan pemeriksaan tes COVID-19 pada anggota keluarga serta penghuni rumah. Juga terhadap orang-orang di sekitar yang bersangkutan. Sehingga sudah dua lapis kontak tracing dilakukan. Hasilnya negatif COVID-19.

"Jadi kita kejar lagi yang bersangkutan. Kita tes seluruh keluarganya dan (sekarang) sudah negatif," jelas Budi Gunadi Sadikin.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Belajar dari Kasus, Pemerintah Perketat Aturan Tes COVID-19

Belajar dari pengalaman kasus pasien positif COVID-19 Omicron lolos dari karantina RSDC Wisma Atlet, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah akan memperketat aturan tes COVID-19.

"Ini pelajaran bagi kami. Aturan (tes COVID-19) akan kami ubah. Kalau tes pertama hasilnya negatif dan kedua positif, maka ada tes ketiga," kata Budi pada Senin, 27 Desemberi 2021 dari Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta.

Apabila tes ketiga menunjukkan positif maka harus menjalani karantina terpusat seperti disampaikan Budi.

Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa kejadian lolosnya pasien positif Omicron tidak boleh terulang. Ia tidak ingin pemerintah mengabulkan permintaan-permintaan dispensasi yang tidak disertai alasan kuat.

“Dispensasi (baru) bisa diberikan dengan alasan kuat, misalnya (alasan) dokter, kesehatan, dan urgensi lain. Tapi itu ada prosedur yang harus diikuti juga,” tukas Luhut dalam konferensi pers PPKM pada Senin, 27 Desember 2021.

Bukan hanya itu, pemerintah juga bakal mendorong pada temuan kasus positif Omicron untuk menjalani isolasi terpusat. Hal ini juga berlaku pada mereka yang terpapar Omicron dengan tanpa gejala. Upaya ini termasuk penguatan surveilans dalam menghadapi varian Omicron.

"Kalau kemarin ya mungkin tidak bergejala, kita bisa isolasi mandiri. Ke depannya, kita mendorong yang positif, terutama Omicron dilakukan isolasi terpusat," ujar Nadia saat memberikan keterangan pers Temuan Kasus Transmisi Lokal Omicron pada Selasa, 28 Desember 2021.

Penguatan surveilans terhadap kasus positif COVID-19, termasuk yang dicurigai Omicron juga akan dilakukan pada bagian laboratorium. Ketika pemeriksaan lab positif COVID-19, maka harus cepat melaporkan kepada fasilitas kesehatan (faskes) atau puskesmas setempat untuk memantau individu yang bersangkutan.

"Kami akan mendorong semua laboratorium, yang memberikan hasil positif COVID-19 pada kasus yang ditemukan untuk selanjutnya segera melaporkan temuan itu kepada puskemsas, sehingga puskesmas setempat memantau, apakah individu yang positif ini sudah betul melakukan isolasi," jelas Nadia.

"Kemudian meng-assessment, apakah bisa isolasi mandiri atau isolasi terpusat, sambil menunggu apakah yang bersangkutan positif varian Omicron atau tidak."

 

 

 

3 dari 6 halaman

Tidak Boleh Keluar Bila Hasil Belum Negatif COVID-19

Seluruh pelaku perjalanan internasional yang memenuhi ketentuan karantina di fasilitas karantina terpusat sebenarnya tidak boleh keluar sebelum dinyatakan negatif.

"Semua pelaku perjalanan luar negeri yang melakukan karantina di Wisma Atlet telah menjalankan karantina sesuai prosedur dan tidak diperbolehkan keluar jika dinyatakan belum negatif pada saat exit test," terang Wiku menjawab pertanyaan Health Liputan6.com di Media Center, IS Plaza, Jakarta pada Selasa, 28 Desember 2021.

Demi mencegah penularan COVID-19, termasuk Omicron, Wiku meminta pelaku perjalanan dari luar negeri mematuhi aturan karantina. Durasi karantina 10-14 hari, tergantung asal kedatangan pelaku perjalanan harus dilakukan.

Pelaku perjalanan yang merupakan Pekerja Migran Indonesia (PMI), mahasiswa yang baru menyelesaikan studi, dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melakukan perjalanan dinas luar negeri, wajib karantina di fasilitas isolasi terpusat Wisma Atlet dan Rusun. Sementara itu, Warga Negara Indonesia (WNI) yang pulang dari luar negeri dengan tujuan wisata dapat karantina di hotel/penginapan.

"Satgas menegaskan, seluruh pelaku perjalanan wajib menjalankan karantina sesuai kebijakan yang berlaku, di manapun karantina dilakukan," imbuh Wiku.

Pemerintah terus melakukan evaluasi dan pengawasan dalam upaya penanganan karantina pelaku perjalanan internasional. Hal ini termaktub dalam Surat Edaran Satgas Nomor 25 Tahun 2021 Tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Isi surat edaran yang diteken Ketua Satgas COVID-19 Letjen TNI Suharyanto tertanggal 14 Desember 2021 soal pemantauan dan pengawasan karantina berbunyi:

Kementerian/lembaga, TNI, POLRI dibantu Satgas Penanganan COVID-19 Bandara dan Pelabuhan Laut c.q Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara dan Pelabuhan Laut Internasional melakukan pengawasan rutin untuk memastikan kepatuhan protokol kesehatan dan karantina mandiri melalui fasilitas telepon, panggilan video maupun pengecekan di lapangan selama masa pandemi COVID-19.

4 dari 6 halaman

Karantina Mandiri Bisa Saja, Asal Sistem Bisa Mengawasi

Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengungkapkan bahwa sebenarnya tak ada yang salah dengan karantina mandiri. Hal tersebut pun juga dilakukan di beberapa negara.

"Di banyak negara karantina itu bisa dilakukan secara mandiri, sepanjang sistem kita mampu mengawasi itu," ujar Masdalina pada Health Liputan6.com, Selasa (28/12/2021). 

Hanya saja menurut Masdalina, sistem informasi di Indonesia belum mampu melakukan pengawasan. Aplikasi informasi terkait penanganan pandemi COVID-19 yang ada saat ini seperti PeduliLindungi dinilainya belum bisa melakukan pelacakan.

"Sekalipun ada PeduliLindungi, itu enggak mampu. Enggak bisa tracking, jadi ini persoalannya," ucap Masdalina.

Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan pengetatan dengan menerapkan karantina bagi mereka yang berisiko.

Menurut Masdalina, prinsip utama melakukan karantina sebenarnya untuk memisahkan sementara waktu mereka yang berisiko, salah satunya pelaku perjalanan luar negeri. Fungsinya untuk menghindari transmisi, yang seharusnya dilakukan dengan disiplin.

Berkaitan dengan diskresi yang diberikan saat karantina, Masda menjelaskan bahwa hal tersebut tidak boleh sembarangan dilakukan. Artinya, pengecualian karantina yang berlaku hanya untuk pejabat yang bersangkutan saja.

"Diskresi ini yang harus secara ketat, jangan sembarang-sembarang melakukan diskresi. Jadi diskresi itu bisa dilakukan untuk pejabat, jangan semua kemudian nempel di pejabat, yang keluarga, yang tetangga," kata Masdalina.

5 dari 6 halaman

Hadang Omicron, Pakar Nilai Pengetatan RI Terlambat Dilakukan

Masdalina mengungkapkan, pemerintah sebenarnya sudah mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah penyebaran varian virus SARS-CoV-2 seperti Delta dan juga Omicron. Hanya saja pengetatan tersebut kerap terlambat dilakukan.

"Sebenarnya pemerintah sudah tahu apa yang harus dilakukan, kita harus apresiasi. Walaupun cukup terlambat, baru memahami kalau menjaga pintu masuk itu merupakan hal penting dalam pengendalian," kata Masdalina.

Selain menjaga pintu masuk, hal lainnya yang dapat dilakukan pemerintah menurut Masdalina sebenarnya sama seperti intervensi yang ada sebelumnya yakni isolasi dan karantina. Serta, intervensi yang dilakukan juga harus sederhana namun tepat. 

"Pengendalian itu harus sederhana, sistematis, dan tepat sasaran," ujar Masdalina.

6 dari 6 halaman

Waspada Omicron

Kewaspadaan terhadap Omicron memang perlu dilakukan. Hingga hari ini data menunjukkan bahwa gejala pada pasien terpapar Omicron adalah ringan.

Ada juga kekhawatiran bila kasus Omicorn terus meningkat, secara proporsional yang akan masuk rumah sakit juga meningkat dan dapat membuat rumah sakit kewalahan seperti disampaikan Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Profesor Tjandra Yoga Aditama.

Tjandra mencatat jumlah kasus Omicron masih relatif terbatas. Dari kasus yang ada, lanjut Tjandra, pada umumnya ringan dan hanya sedikit yang berat dan masuk RS.

"Tetapi kalau nanti kasus dunia makin banyak, masih mungkin saja pola berubah-ubah," ujarnya.

Sejauh ini yang banyak sakit akibat Omicron adalah populasi usia muda, yang daya tahan tubuh relatif baik. Mungkin saja ini yang membuat gejala jadi ringan.

Akan tetapi, kata Tjandra, jika nanti ada kelompok tua atau komorbid atau imunitas terganggu yang terinfeksi Omicron, mungkin saja gejalanya bukan ringan lagi.

Perlu diketahui bahwa di sisi lain pun jelas sudah ada yang meninggal akibat Omicron, di beberapa negara seperti Inggris.

"Jadi, varian Omicron dapat membunuh pasiennya, walaupun persentasenya kecil," pungkas Tjandra.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.