Sukses

Mulai dari Sederhana, Pendidikan Seks Diberikan Sesuai Usia Anak

Pendidikan reproduksi atau sex education adalah hal penting yang perlu diajarkan kepada anak sejak dini. Namun, setiap materinya perlu diberikan secara bertahap sesuai usia anak.

Liputan6.com, Jakarta Pendidikan seks/reproduksi atau sex education adalah hal penting yang perlu diajarkan kepada anak sejak dini. Namun, setiap materinya perlu diberikan secara bertahap sesuai usia anak.

Seperti disampaikan Ketua Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) Zumrotin Kasru Susilo. Menurutnya, pendidikan seks perlu ditanamkan sejak dini agar anak mampu menghindari tindakan pelecehan atau kekerasan seksual yang mungkin terjadi.

“Materi pendidikan kesehatan reproduksi itu harus diberikan sesuai dengan usia anak. Jadi kalau untuk anak usia dini tentu saja tidak bisa dijelaskan tentang proses menstruasi dan sebagainya,” ujar Zumrotin dalam seminar daring Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) ditulis Jumat (19/2/2021).

Hal-hal dasar tentang seks yang bisa diajarkan kepada anak usia dini adalah tentang bagian-bagian tubuh yang tidak boleh dipegang oleh sembarang orang. Misal memberitahukan bahwa bagian payudara tidak boleh dipegang oleh orang lain agar anak bisa menghindar atau melapor jika terjadi hal tersebut.

“Kelihatannya informasi ini sederhana, tapi informasi ini dapat meningkatkan kewaspadaan anak tersebut. Kalau dia dipegang oleh orang lain maka dia tidak akan mau.”

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pendidikan Seks Berkembang Seiring Bertambah Usia

Pembelajaran tentang seks dan kesehatan reproduksi harus berkembang seiring dengan pertambahan usia. Jika di tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) informasi yang diberikan adalah tentang bagian tubuh yang tidak boleh dipegang, maka beranjak sekolah dasar (SD) pendidikan seks pun tidak hanya berhenti sampai di situ.

“Jika anak sudah SD dan persiapan menuju masa menstruasi maka informasi yang diberikan pun berbeda, berikan semacam warning agar anak bisa lebih menjaga tubuh.”

Zumrotun juga menyarankan untuk para orangtua dan guru menyebutkan alat kelamin sesuai dengan bahasa yang seharusnya. Misal, kelamin pria disebut penis dan kelamin wanita disebut vagina.

“Banyak sekali guru yang tidak mau menyebutkan namanya secara langsung dan memilih menggunakan istilah samaran sehingga anak-anak pun menjadi bingung. Kalau alat reproduksi seharusnya sebutkan saja namanya, jangan dibelok-belokkan,” katanya.

 

 

3 dari 3 halaman

Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.