Sukses

Peneliti: Antibodi Alami dari COVID-19 Kurang Efektif Untuk Varian Baru di Afsel

Studi yang dilakukan sejumlah ilmuwan di Afrika selatan (Afsel) menunjukkan, antibodi alami yang terbentuk setelah terinfeksi COVID-19, kurang efektif untuk menangkal varian baru virus tersebut yang ditemukan di Afrika Selatan akhir 2020 lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Studi yang dilakukan sejumlah ilmuwan di Afrika Selatan (Afsel) menunjukkan, antibodi alami yang terbentuk setelah terinfeksi COVID-19, kurang efektif untuk menangkal varian baru virus Corona yang ditemukan di Afrika Selatan akhir 2020 lalu.

"Studi serum dari pasien yang sembuh menunjukkan bahwa antibodi alami kurang efektif," ujar Epidemiolog dari Afrika Selatan Salim Abdool Karim, seperti dikutip Channel News Asia, Senin (18/01/2021).

Hasil penelitian juga menunjukkan, varian baru yang dikenal dengan nama 501Y.V2 tersebut, mengikat lebih mudah dan kuat ke sel manusia. Hal tersebutlah yang menjelaskan mengapa varian itu mampu menyebar sekitar 50 persen lebih cepat dari varian umumnya.

Tercatat, varian virus Corona baru tersebut telah menyebabkan sekitar 21 ribu kasus positif baru pada awal Januari di Afrika Selatan.

Namun, Salim menjelaskan bahwa berdasarkan data penelitiannya, varian baru tersebut tidak lebih berbahaya dari varian yang normal. Salim juga berharap vaksin yang saat ini tengah digunakan dan dikembangkan tetap berfungsi pada varian baru tersebut.

Varian baru COVID-19 di Afrika Selatan merupakan salah satu dari beberapa varian baru yang ditemukan dalam beberapa bulan terakhir di dunia. Varian tersebut termasuk yang pertama kali ditemukan di Inggris dan Brasil, yang dikhawatirkan para ilmuwan akan mempercepat penyebaran COVID-19.

 

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Vaksin Kemungkinan Kurang Efektif

Sementara itu, ilmuwan dan politisi di Inggris telah menyatakan keprihatinan bahwa vaksin yang saat ini digunakan atau dalam tahap pengembangan, kemungkinan kurang efektif terhadap varian baru COVID-19 tersebut.

Namun, para peneliti belum mampu memastikannya, karena belum ada penelitian lebih lanjut yang membahasnya.

"Kami memiliki alasan untuk khawatir karena virus telah menemukan cara untuk melarikan diri dari antibodi sebelumnya," ujar ahli virus di Institut Penelitian Kesehatan Afrika, Alex Sigal.

"Dunia telah meremehkan virus ini. Virus ini dapat berkembang, dan beradaptasi dengan kita," tambahnya.

Sebelumnya, para peneliti Afrika Selatan mengatakan bahwa vaksin COVID-19 menyebabkan kekebalan yang luas, sehingga varian baru yang menyebabkan mutasi berupa meningkatnya protein yang melapisi virus, tidak mungkin sepenuhnya menghilangkan efek vaksin.

Varian 501Y.V2 diketahui telah menyebar ke negara-negara di Eropa, Asia dan Amerika, serta beberapa negara Afrika lainnya. Menyebabkan beberapa negara memberlakukan pembatasan perjalanan ke dan dari Afrika Selatan.

 

(Penulis: Rizki Febianto)

3 dari 3 halaman

Infografis

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.