Sukses

Perangi Stunting, Ajak Remaja Jadi Kader di Posyandu

Kolaborasi dengan kaum remaja guna memerangi stunting di Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Remaja seharusnya ikut dilibatkan dalam upaya memerangi kejadian stunting di Indonesia. Misalnya dengan mengajak para kaum muda ambil bagian di posyandu.

Menurut Sarjana Gizi Universitas Indonesia dan Tanoto Scholar 2017, Melinda Mastan, posyandu adalah satu sistem yang sangat baik dan punya peran sangat besar dalam mencegah stunting.

"Kayaknya hanya Indonesia yang punya (posyandu)," kata dia.

Sayangnya, posyandu yang berisi kader-kader dari kalangan anak muda jumlahnya sangat sedikit. Padahal, dengan melibatkan remaja, mereka jadi bisa belajar langsung menjadi orangtua.

"Mereka mulai aware juga untuk memiliki gaya hidup sehat," kata Melinda dalam diskusi daring Saatnya Remaja Berperan Cegah Stunting yang diselenggarakan Tanoto Foundation belum lama ini.

 

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Status Gizi untuk Cegah Stunting Tak Dapat Dibangun Dalam Semalam

Melinda, mengatakan, mencegah anak stunting tak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Proses pencegahan harus dimulai dari jauh-jauh hari bahkan sebelum remaja memutuskan untuk menikah.

"Kondisi ini terjadi karena status gizi kurang ketika anak lahir, lalu anak tidak bisa menggunakan cadangan gizi dari rahim. Kalau ini kronis dan berkepanjangan, jadi stunting," kata Melinda.

"Status gizi ini perlu dibangun sejak remaja sampai jadi ibu. Status gizi ini tidak dibangun dalam semalam," Melinda melanjutkan.

Remaja harus sadar bahwa kurang gizi bisa menyebabkan mereka terkena anemia. Fakta yang terjadi di Indonesia, kata Melinda, anemia paling tinggi terjadi pada remaja berusia 15 sampai 24.

"Ini berperanguh pada status gizi anak di kemudian hari," katanya.

 

3 dari 4 halaman

Perangi Stunting, Remaja Adalah Agen Perubahan

Remaja adalah agen perubahan. Sudah sepatutnya para remaja ikut berkontribusi dalam memerangi masalah satu ini.

"Dari pengalaman saya turun ke masyarakat, memang perlu adanya regenerasi kader. Sekarang itu yang jadi kader adalah nenek-nenek atau ibu-ibu. Alangkah baiknya bisa menarik remaja ikut ambil bagian," katanya.

Menurut Melinda, sekarang itu zamannya kolaborasi. Remaja membantu kader-kader yang berusia tua dalam menanggulangi stunting. Dan, para kader-kader itu tak ada salahnya juga mendengar pendapat dari yang muda.

"Remaja ikut bekerja dalam menanggulangi stunting harus bisa kita support," katanya.

"Dalam menyampaikan kebijakan, kita mendengar pendapat mereka. Apa sih ide-ide dan pendapat dari mereka," Melinda melanjutkan.

 

4 dari 4 halaman

Kolaborasi Dalam Memerangi Stunting di Indonesia

Kolaborasi ini membuat remaja jadi belajar. Sebab, remaja adalah calon orangtua di masa depan. Dengan ikut dilibatkan bersama yang tua, remaja jadi tahu harus memulai dari mana.

"Mereka pun aware untuk memiliki gaya hidup sehat," katanya.

Sekarang, ujar Melinda, tidak sulit memiliki gaya hidup sehat. Cukup menjalankan anjuran yang diberikan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yaitu pedoman gizi seimbang.

"Pedoman ini memiliki empat pilar. Dari makan beragam jenis makanan, aktivitas fisik teratur, perialku hidup bersih dan sehat, dan pantau berat badan," katanya.

"Kalau dirasa perlu, remaja putri bisa mengonsumsi tablet tambah darah (TTD) karena itu penting," Melinda menekankan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.