Sukses

Pencernaan Pria di AS Bisa Ubah Karbohidrat Jadi Minuman Beralkohol

Pria ini mengalami kondisi langka yang membuar pencernaannya secara otomatis memproduksi zat sejenis minuman beralkohol

Liputan6.com, Jakarta - Seorang pria di Amerika Serikat memiliki kondisi langka dimana tubuhnya secara otomatis membentuk karbohidrat menjadi bir. Hal itu ia temukan setelah polisi menemukan dugaan konsumsi minuman beralkohol sambil mengemudi.

Pria 46 tahun itu membantah dirinya mengonsumsi alkohol. Ia akhirnya dibawa ke rumah sakit. Tes menunjukkan bahwa kadar alkohol dalam darah pria asal North Carolina itu mencapai 200 miligram per liter atau setara dengan 10 botol minuman beralkohol.

"Personel rumah sakit dan polisi menolak untuk mempercayainya ketika dia berulang kali membantah mengonsumsi alkohol," kata para peneliti dari Richmond University Medical Center, New York dalam catatannya di jurnal BMJ Open Gastroenterology dilansir dari The Sun, Selasa (22/10/2019).

Kepada para petugas medis, dia juga mengatakan sering mengalami perubahan kepribadian termasuk depresi, kehilangan ingatan, dan agresif dalam tiga tahun terakhir. Kondisi itu ia rasakan seminggu usai perawatan antibiotik untuk pengobatan cedera ibu jari di tahun 2011.

Tak lama setelah dilepas, dia melakukan pemeriksaan kesehatan di Ohio. Sampel tinja menunjukkan adanya Saccharomyces cerevisiae atau ragi bir. Jamur itu dikenal untuk fermentasi karbohidrat dan membantu alkohol dalam produksi minuman keras.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jamur di Perut Mengubah Karbohidrat Jadi Alkohol

Dokter curiga bahwa dia memiliki kondisi langka yang disebut auto-brewery syndrom (ABS) atau juga dikenal sebagai sindrom fermentasi usus. Hal itu membuat karbohidrat yang dikonsumsi, diubah menjadi alkohol oleh jamur di saluran pencernaan.

Kondisi ini membuat dia mulai mengalami masalah kesehatan. Dia sempat jatuh saat tiba-tiba mabuk dan menderita pendarahan intrakranial.

"Pasien dengan kondisi ini menjadi mabuk dan menderita semua implikasi medis dan sosial dari konsumsi alkohol," kata para peneliti.

Fahad Malik, dokter spesialis pencernaan yang merawat pria itu mengatakan bahwa pasien tersebut tidak lagi mengonsumsi alkohol. Namun, kondisi itu kemungkinan dipicu oleh serangkaian antibiotik yang diresepkan padanya di tahun 2011. Obat itu kemungkinan mengganggu keseimbangan mikroba alaminya.

Fahad dan rekan-rekannya melakukan pengobatan dengan terapi anti-jamur dan probiotik. Perawatan itu berhasil dan pasien sudah tak lagi mengalami gejala yang mirip depresi selama hampir dua tahun. Dia juga diperbolehkan mengonsumsi karbohidrat lagi setelah sebelumnya diminta untuk tak memakannya.

"Sekitar 1,5 tahun kemudian, ia tetap tidak menunjukkan gejala dan melanjutkan gaya hidupnya, termasuk makan makanan normal sembari masih memeriksa kadar alkohol lewat napasnya secara sporadis," kata Fahad.

"Dia sangat bahagia ketika dia mulai pulih, karena selama bertahun-tahun, tidak ada yang percaya padanya," kata Fahad menambahkan pada New Scientist.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.