Sukses

Jangan Takut Efek Samping Obat Kaki Gajah

Efek samping obat kaki gajah muncul karena terbunuhnya cacing mikrofilariasis dalam tubuh

Liputan6.com, Jakarta Banyak orang yang takut untuk mengonsumsi obat pencegahan penyakit kaki gajah atau filariasis karena efek sampingnya. Padahal, hal tersebut sesungguhnya menunjukkan adanya reaksi perlawanan bagi cacing penyebab penyakit tersebut.

"Jangan orang tidak mau minum karena tidak mau efek samping. Salah dia. Kalau dia betul-betul sehat, tidak ada efek samping," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan dr. Elizabeth Jane Soepardi di kantor Kemenkes pada Selasa (25/9/2018).

Namun, apabila ada efek samping, itu berarti di dalam tubuh Anda ada cacing mikrofilaria. Obat kaki gajah tersebut menyebabkan cacing tersebut terbunuh. Inilah yang menyebabkan beberapa orang akan mengalami efek samping dan membuat tubuh berproses menyembuhkan diri.

"Jadi kita harus senang kalau ada begini, berarti kita berhasil membunuh mikrofilaria," kata Jane.

Beberapa gejala ikutan yang umumnya muncul setelah mengonsumsi obat pencegahan kaki gajah adalah sakit kepala, mual atau muntah, demam dan mengantuk.

"Kalau terjadi kasus seperti ini, umumnya tiga hari saja ini sembuh sendiri," tambah Jane.

Namun, apabila ada gejala-gejala lain yang serius dan membutuhkan pengobatan lanjutan, Anda disarankan untuk mendatangi puskesmas dan pusat medis terdekat.

Hal ini untuk mengetahui apakah kondisi Anda ditimbulkan oleh obat atau yang lainnya.

Simak juga video menarik berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jangan Menolak Minum Obat

Adapun, obat filariasis sendiri sudah disediakan oleh pemerintah secara gratis. Terutama, di wilayah-wilayah endemik di Indonesia. Bulan Oktober menjadi Bulan Eliminasi Kaki Gajah yang berarti akan ada petugas yang mendatangi daerah-daerah tersebut.

"Kita harus menyadarkan semua orang, jangan ada yang menolak minum obat, " kata Jane.

Mereka yang wajib mengonsumsi obat tersebut adalah masyarakat yang sudah berusia 2 sampai 70 tahun, serta berada di daerah endemik filariasis yang masih menjadi mayoritas wilayah Indonesia.

Selain itu, mengonsumsinya juga harus dilakukan setelah makan, serta di depan petugas terkait.

Beberapa kondisi seperti anak di bawah usia 2 tahun, ibu hamil, maupun penderita epilepsi boleh menunda mengonsumsi obat ini. Namun, ibu menyusui boleh mengonsumsinya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.