Sukses

Stigma Keliru Penyakit Skizofrenia yang Masih Dipercaya Orang

Apa saja mitos yang sudah lama menjadi stigma penyakit sekaligus penderita skizofrenia? Berikut selengkapnya.

Liputan6.com, Jakarta- Perjuangan hidup seseorang dengan penyakit skizofrenia digambarkan secara jelas melalui film layar lebar peraih gelar Oscar "A Beautiful Mind".

Film yang dibintangi Russell Crowe ini mengisahkan puluhan tahun perjuangan seorang matematikawan dengan gangguan otak kronis yang membuatnya kesulitan membedakan kehidupan nyata dan halusinasi.

The National Institute of Mental Health melaporkan sekitar 7 orang dari 1.000 orang menderita penyakit ini, seperti dikutip dari Medical Daily, Rabu (3/8/2016).

Ada sejumlah pemahaman umum tentang penyakit mental jenis skizofrenia ini yang sebetulnya hanya sebatas mitos saja. Meski tidak ada elemen kebenarannya, banyak orang sudah berhasil disesatkan oleh pemahaman-pemahaman tersebut.

Apa saja pemahaman 'palsu' yang sudah dijadikan stigma untuk mendeskripsikan penyakit skizofrenia dan penderitanya?

Mitos # 1: Skizofrenia adalah kepribadian ganda

Orang sering menggunakan istilah "skizofrenia" bergantian dengan "kepribadian ganda". Ini sama sekali berbeda. Pada skizofrenia, orang menafsirkan realitas dengan cara yang tidak biasa melalui halusinasi, seperti melihat atau mendengar hal-hal yang tidak ada. Kondisi ini ditafsirkan sebagai memiliki kepribadian ganda yang diduga dapat menyebabkan kekerasan.

Tidak seperti skizofrenia, gangguan kepribadian ganda diinduksi oleh trauma yang terjadi selama masa kanak-kanak, seperti kekerasan fisik atau seksual. Pasien mengembangkan kepribadian tambahan ini sebagai cara untuk mengatasi peristiwa traumatis, menurut Cleveland Clinic.

Mitos # 2: Skizofrenia hanya melibatkan delusi dan halusinasi

Delusi dan halusinasi adalah dua ciri utama yang kerap digunakan media pada umumnya untuk mendeskripsikan skizofrenia. Karena itu adalah penyakit otak kronis, hal itu mempengaruhi beberapa fungsi otak, termasuk kemampuan untuk berpikir jernih, menangani emosi, membuat keputusan, dan berhubungan dengan orang lain. Orang dengan skizofrenia memiliki delusi yaitu, didasarkan pada keyakinan palsu, yang mana memicu perasaan tidak nyaman lantaran merasa ada orang lain yang membuntuti atau memantau setiap gerakan.

Namun, ada berbagai macam jenis skizofrenia yang diklasifikasikan oleh pakar sesuai dengan gejala yang dialami oleh penderita. Gejala pun bisa berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, sangat mungkin untuk si penderita mengembangkan lebih dari satu jenis skizofrenia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mitos # 3: Orang dengan skizofrenia tidak cerdas

Mitos # 3: Orang dengan skizofrenia tidak cerdas

Pasien skizofrenia terbukti cerdas, atau lebih tepatnya ‘jenius gila’. Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature menganalisa keterkaitan antara orang sukses dan potensi mereka sebagai penderita gangguan mental. 

Studi tersebut membuktikan adanya 17% akurasi pada pemikiran tersebut. Keyakinan kian membulat setelah menyadari gen dari aktor, penari, musisi, seniman visual, dan penulis di Islandia, memiliki kemungkinan sebesar 17% untuk membawa varian terkait dengan gangguan mental, seperti skizofrenia dan gangguan bipolar. Ini membuktikan adanya kondisi tumpang tindih antara gangguan mental tertentu dan kreativitas seorang individu.

Mitos # 4: Skizofrenia adalah murni genetik

Gen memang kerap menjadi alasan umum untuk menjustifikasi keberadaan suatu penyakit di dalam tubuh atau pikiran kita. Meski begitu, ini bukan berarti setiap individu ditakdirkan untuk menjadi sosok berpenyakit semasa hidupnya.

Seperti dimuat dalam jurnal PLoS ONE, sebuah studi yang dilakukan terhadap pasangan kembar identik menunjukan bahwa prevalensi pengembangan skizofrenia mencapai 48 persen.

Ini berarti, tanpa harus ada bawaan gen atau keturunan dari orang tua atau kakek dan nenek, Dua individu pasangan kembar, baik identik maupun tidak, masing-masing memiliki potensi terserang penyakit mental jenis skizofrenia.

Faktor seperti stres dan tekanan dalam lingkungan berkeluarga bisa menjadi pemicu yang membuat seseorang rentan akan penyakit skizofrenia.

Mitos # 5: Skizofrenia dapat diobati

Sampai detik ini, belum ada obat atau teknik pengobatan khusus yang terbukti mampu menyembuhkan pasien sepenuhnya dari penyakit skizofrenia. Sejauh ini, penderita hanya bisa dibantu dengan obat antipsikotik dan juga praktik terapi bicara untuk mengurangi gejala. 

Seperti yang telah disimpulkan dalam The American Journal of Psychiatry, penderita skizofrenia kemungkinan besar bisa pulih lebih cepat apabila dirinya mau aktif berpartisipasi dalam sesi terapi bicara selama proses penyembuhan diri. Selain itu, alangkah baiknya apabila hal tersebut dikombinasikan dengan pengonsumsian obat antipsikotik sesuai dosis dan aturan pakai yang telah dianjurkan dokter. Proses pemulihan pun akan lebih singkat dan lebih efektif apabila dukungan keluarga juga tidak pernah berhenti.

Namun kembali lagi, pulih dalam konteks ini adalah gejala berkurang secara signifikan, bukan penyakit tersebut hilang sepenuhnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat, di mana orang yang mengalaminya menginterpretasikan realita secara abnormal.

    Skizofrenia

  • Mitos adalah suatu kisah berlatar belakang masa lalu dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang menceritakannya dan pengikutnya.

    Mitos

  • stigma

Video Terkini