Sukses

Minuman Berpemanis Tidak Tingkatkan Risiko Penyakit Ginjal Kronis

Para pakar menyebutkan hubungan antara konsumsi minuman berpemanis dengan peningkatan risiko penyakit ginjal kronis lemah.

Liputan6.com, Jakarta Kita menjumpai banyaknya informasi maupun penelitian yang sering kali langsung menghubungkan konsumsi minuman-minuman berpemanis, seperti minuman bersoda salah satunya, sebagai penyebab terjadinya penyakit ginjal.

Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Ginjal & Hipertensi, yang berpraktik di Rumah Sakit Medistra Jakarta, Dr. Ginova Nainggolan, SpPD-KGH, mengutarakan bahwa "Sesuai data yang memicu terjadinya penyakit ginjal di Indonesia antara lain hipertensi, diabetes, batu ginjal, infeksi ginjal, penyakit autoimun, kista di ginjal, atau kelainan bawaan. Paling banyak hipertensi dan diabetes sekitar 60-70 persen," ucapnya. (Baca juga: Minuman ringan bukan penyebab utama obesitas).

Penyebab penyakit ginjal di luar dari hal di atas, misalnya oleh faktor tunggal, seperti halnya mengonsumsi minuman berpemanis atau minuman bersoda, perlu disikapi dengan hati-hati.

"Kerusakan ginjal itu penyebabnya kompleks dan multifaktor. Kalau diarahkan pada satu penyebab saja, maka data itu tidak kuat. Sampai sekarang belum pernah ada laporan yang spesifik soal itu," ujar Dr. Ginova dalam wawancara dengan Liputan6.com, Sabtu (7/2/2015).

Dr. Ginova menyayangkan jika ada informasi yang beredar dan langsung membuat kesimpulan tanpa didukung riset ilmiah yang mendalam. Menurutnya, untuk dapat menghasilkan studi yang teruji dan akurat itu membutuhkan waktu yang lama dan harus dilakukan dengan metodologi yang tepat

"Kalau mau melihat adanya hubungan sebab-akibat terhadap suatu kondisi kesehatan, maka kita harus membandingkan kondisi sebelum dan sesudah. Misalnya, ambil sampel dari kelompok orang yang minum minuman berpemanis dan yang tidak, lalu tentukan jangka waktunya kemudian diperiksa kondisinya. Pendekatan seperti itu lebih kuat datanya. Kalaupun hanya melakukan wawancara pada penderita ginjal, haruslah secara mendalam, termasuk melihat gaya hidupnya secara utuh, bukan hanya yang ia konsumsi. Riset-riset ini butuh waktu lama dan tidak bisa ambil kesimpulan cepat," jelas Dr. Ginova yang sudah berkecimpung di dunia kedokteran lebih dari 30 tahun.

Pernyataan Dr. Ginova ini mengingatkan kita pada studi Andrew S. Bomback, bersama empat pakar lain asal Amerika pada tahun 2009 yang diakui para ahli dibidang Nefrologi (Ginjal) serta telah dipublikasikan sebagai jurnal ilmiah.

Andrew S Boomback, bersama para ahli lainnya membandingkan 477 orang dalam Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis (MESA) dan meneliti hubungan antara konsumsi minuman berpemanis lebih dari 1 porsi/hari, lebih dari 1 porsi/minggu dan 1-6 porsi/minggu terkait dengan kondisi penyakit ginjal kronis.

Salah satu temuannya yang sudah dipublikasikan sebagai Jurnal Ilmiah yakni American Journal of Clinical Nutrition pada 9 September 2009) adalah tidak ada perbedaan dalam hal risiko secara klinis pada penurunan fungsi ginjal. Penelitian ini juga menyimpulkan adanya kelemahan hubungan konsumsi minuman berpemanis dengan peningkatan risiko penyakit ginjal kronis.

Selanjutnya penyebab utama sakit ginjal kronis…

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hipertensi dan Diabetes Penyebab Utama Ginjal Kronis

Hipertensi dan Diabetes Penyebab Utama Ginjal Kronis

Dr. Ginova menjelaskan konsumsi minuman berpemanis tidak secara langsung menyerang ginjal. Lalu apa yang harus dilakukan masyarakat supaya tetap tenang mengonsumsi minuman berpemanis dan terbebas dari risiko gagal ginjal?

Dokter lulusan Universitas Indonesia ini menyarankan agar menerapkan pola hidup sehat terutama olahraga yang tujuannya untuk membakar kalori dalam tubuh. "Cegah jangan sampai memiliki Hypertensi maupun diabetes. Olahraga yang rutin, jangan terlalu gemuk, garam-garam yang wajar saja," sarannya.

Terkait masyarakat yang terlanjur menerima informasi seputar pengaruh minuman ringan berpemanis, Dr. Ginova mengajak masyarakat untuk kembali ke ilmu kedokteran. (Baca Juga: Minuman berkarbonasi aman untuk tubuh)

"Dalam ilmu kedokteran, menarik hubungan sebab-akibat itu memerlukan riset yang menyeluruh.Biasanya di lingkup ilmiah, kepercayaan terhadap suatu hasil studi, terkait dengan telaah dari studi-studi sebelumnya dan rencana tudi lebih lanjut," tambahnya.

Jadi, mulai sekarang semakin jeli dan menyaring dengan baik segala informasi yang ada, apalagi itu berhubungan dengan makanan, minuman, dan kesehatan. Indonesia telah memiliki Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), jadi makanan dan minuman yang telah dianggap aman untuk dikonsumsi telah melalui uji klinis dan pengkajian yang mendalam. (Baca juga: Minuman ringan paling laris di Indonesia)

Pastikan untuk menjalankan gaya hidup dengan asupan gizi seimbang disertai dengan aktifitas fisik yang cukup. Kebiasaan sederhana tersebut bisa menjadi awal hidup yang sehat dan bugar.

(Adv)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini