Sukses

Dikepung China, Taiwan Siagakan Jet Tempur hingga Rudal

Presiden baru Taiwan, William Lai, tidak disenangi China karena berasal dari partai yang pro-kemerdekaan.

Liputan6.com, Beijing - Taiwan mengerahkan jet-jet tempurnya dan menyiagakan unit-unit rudal, angkatan laut, dan darat pada hari Kamis (23/5/2024) atas latihan militer China yang dilakukan di sekitar wilayahnya, di mana presiden baru mulai menjabat pekan ini.

China mengklaim Taiwan adalah bagian dari wilayahnya. Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) mengirimkan kapal angkatan laut dan pesawat tempur ke Selat Taiwan dan daerah lain di sekitar pulau itu hampir setiap hari untuk melemahkan pertahanan Taiwan.

"Provokasi tidak rasional China telah membahayakan perdamaian dan stabilitas regional," kata Kementerian Pertahanan Taiwan, seperti dilansir kantor AP, Jumat (24/5).

Taiwan menekankan pihaknya tidak akan menyulut konflik, namun tidak akan menghindarinya.

"Dalih untuk melakukan latihan militer tidak hanya tidak berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, tetapi juga menunjukkan sifat hegemonik," sebut pernyataan yang sama.

Dalam pidato pelantikannya pada hari Senin (20/5), Presiden Taiwan Lai Ching-te atau William Lai menyerukan agar China menghentikan intimidasi militernya dan berjanji untuk tidak menyerah atau memprovokasi kepemimpinan Partai Komunis China.

"Menghadapi tantangan dan ancaman eksternal, kami akan terus menjaga nilai-nilai kebebasan dan demokrasi," kata William Lai kepada para pelaut dan pejabat tinggi keamanan pada hari Kamis ketika dia mengunjungi pangkalan laut di Taoyuan, tepat di selatan ibu kota Taipei.

Meski tidak secara langsung mengacu pada tindakan China, dia mengatakan masyarakat internasional mengkhawatirkan keamanan Taiwan, yang mungkin merupakan cerminan dari peran kunci Taiwan dalam rantai pasokan chip komputer paling canggih serta benteng demokrasi terhadap tindakan China untuk menegaskan kendalinya atas Asia-Pasifik.

William Lai menekankan dia mengupayakan dialog dengan China sambil mempertahankan status Taiwan saat ini dan menghindari konflik yang dapat menarik sekutu utama Taiwan, Amerika Serikat (AS), dan mitra regional lainnya seperti Jepang dan Australia.

Oposisi utama Partai Nasionalis, yang umumnya dianggap pro-China, juga mengecam tindakan China.

Kaum Nasionalis, yang juga dikenal sebagai KMT, menyerukan untuk menahan diri, menghentikan manuver yang tidak perlu, menghindari konflik di Selat Taiwan dan tetap menghargai hasil perdamaian dan pembangunan di antara kedua pihak.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Alasan di Balik Latihan Militer China

Komando Teater Timur PLA mengatakan latihan darat, angkatan laut, dan udara di sekitar Taiwan dimaksudkan untuk menguji kemampuan angkatan laut dan udara unit PLA, serta kemampuan serangan gabungan mereka untuk mencapai sasaran dan memenangkan kendali medan perang. Hal ini disampaikan komando tersebut di akun resminya di Weibo.

"Ini juga merupakan hukuman berat bagi kekuatan separatis yang mencari 'kemerdekaan' dan peringatan serius bagi kekuatan eksternal atas campur tangan dan provokasi mereka," tegas pernyataan mereka.

PLA merilis peta area latihan yang dimaksudkan, yang mengelilingi pulau utama Taiwan di lima titik berbeda, serta tempat-tempat seperti Matsu dan Kinmen, pulau-pulau terpencil yang lebih dekat ke daratan China dibandingkan Taiwan.

Sementara itu, penjaga pantai China menuturkan mereka mengorganisir armada untuk melakukan latihan penegakan hukum di dekat dua pulau dekat kelompok pulau Kinmen dan Matsu yang dikuasai Taiwan di lepas pantai China.

Terlepas dari latihan ini sebagai hukuman atas hasil pemilu Taiwan, faktanya Partai Progresif Demokratik telah menjalankan pemerintahan di pulau itu selama lebih dari satu dekade.

3 dari 3 halaman

Respons AS dan Jepang

Berbicara di Australia, Wakil Komandan Komando Indo-Pasifik AS Letnan Jenderal Korps Marinir Stephen Sklenka meminta negara-negara Asia-Pasifik untuk mengutuk latihan militer China.

"Tidak mengherankan jika ada tindakan yang menyoroti Taiwan di ranah internasional, China merasa terdorong untuk membuat semacam pernyataan," tutur Sklenka kepada National Press Club of Australia di ibu kota Canberra, merujuk pada pelantikan presiden Taiwan pada hari Senin.

"Hanya karena kita menduga perilaku tersebut tidak berarti kita tidak boleh mengutuknya dan kita perlu mengutuknya secara terbuka. Dan hal ini perlu datang dari kita, dan saya yakin, hal ini juga perlu datang dari negara-negara di kawasan ini. Mengutuk China adalah suatu hal yang wajar, namun saya yakin dampaknya jauh lebih kuat jika datang dari negara-negara di kawasan ini.

Utusan utama Jepang mempertimbangkan hal tersebut saat mengunjungi AS, dengan mengatakan bahwa Jepang dan Taiwan memiliki nilai dan prinsip yang sama, termasuk kebebasan, demokrasi, hak-hak dasar, dan supremasi hukum.

"(Taiwan) adalah mitra kami yang sangat penting karena kami memiliki hubungan ekonomi yang erat dan pertukaran manusia, dan merupakan teman kami yang berharga," kata Menteri Luar Negeri Yoko Kamikawa di Washington, di mana dia mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.

Dia mengatakan dirinya dan Blinken membahas Taiwan dan pentingnya Selat Taiwan, salah satu jalur perairan terpenting di dunia untuk pelayaran, tetap damai.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.