Sukses

5 Negara di Dunia dengan Tingkat Work Life Balance Terbaik, Cocok untuk Milenial dan Gen Z

Negara-negara ini memiliki banyak kebijakan yang memprioritaskan kehidupan pribadi pegawainya, dibandingkan pekerjaan.

Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini, banyak orang yang semakin mempertimbangkan pentingnya work life balance atau keseimbangan dalam kehidupan kerja. Hal ini dipandang sebagai kunci dari banyak hal, termasuk gaya hidup sehat hingga kesejahteraan psikologis.

Terlebih, ketika Work From Home (WFH) diberlakukan oleh banyak tempat kerja sejak pandemi COVID-19, masyarakat memiliki semakin banyak pilihan pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk bekerja dengan tempat dan waktu yang lebih fleksibel.

Maka dari itu, tak heran jika banyak orang yang mempertimbangkan untuk mencari lingkungan kerja dengan tingkat work life balance yang baik.

Perusahaan teknologi HR Remote pun merilis Indeks Keseimbangan antara Kehidupan dan Pekerjaan Global Tahun 2023 yang memperhitungkan sejumlah aspek seperti cuti tahunan, upah sakit minimum dan jumlah cuti hamil berbayar.

Dilansir BBC, Selasa (19/3/2024), berikut adalah lima negara di dunia yang memiliki keseimbangan dalam kehidupan kerja terbaik:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Selandia Baru

Selandia Baru berada di posisi teratas karena memberikan sejumlah hak bagi karyawan seperti cuti melahirkan selama 26 minggu, upah minimum yang relatif tinggi, cuti tahunan selama 32 hari dan presentase pembayaran sakit minimum sebesar 80 persen.

Namun menurut Erin Parry, warga negara Kanada yang tinggal di Selandia baru, menilai bahwa budaya kerja secara keseluruhan yang membuat pekerjaan menjadi lebih santai.

Prioritas utama bagi masyarakat Selandia Baru adalah keluarga, kesejahteraan, rekreasi dan bepergian.

 

3 dari 6 halaman

2. Spanyol

Spanyol memberikan tunjangan seperti cuti tahunan resmi selama 26 hari.

Sementara itu, pekerja di Spanyol menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk bersantai dan merawat diri mereka.

Hal ini juga diakui oleh Isabelle Kliger, seorang penulis perjalanan yang pernah tinggal di Swedia, Inggris, Irlandia dan Barcelona.

"Ketika Anda bertemu orang-orang di sini, mereka tidak langsung menanyakan pekerjaan Anda. Dan orang-orang di sini tidak membicarakan pekerjaan di luar tempat kerja," jelasnya.

4 dari 6 halaman

3. Denmark

Helen Russell, seorang jurnalis yang telah tinggal di London selama 12 tahun, mengungkapkan perbedaan signifikan dengan kehidupannya di Denmark.

Ia mengatakan bahwa ada batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi sangat jelas.

"Hari kerja dimulai pukul 08.00. Biasanya orang mematikan komputer pada pukul 16.00," ujarnya.

"Karena anak-anak biasanya harus dijemput dari taman kanak-kanak sekitar pukul 16:00, semua orang – bahkan mereka yang tidak memiliki anak – mengakhiri hari kerja mereka pada waktu tersebut," lanjut dia.

Selain itu, hanya satu persen pekerja di Denmark yang bekerja lebih dari 50 jam seminggu, jauh lebih sedikit dibandingkan negara-negara lain termasuk Italia.

Negara ini juga menawarkan cuti tahunan selama 36 hari, dan para pekerja harus dibayar 100 persen dari gaji mereka saat sakit.

5 dari 6 halaman

4. Prancis

Masyarakat di Prancis memiliki waktu rata-rata sekitar 16,2 jam dalam sehari untuk waktu pribadi dan menghabiskan waktu luang.

Negara ini juga merupakan salah satu negara dengan jumlah hari cuti tahunan tertinggi, yakni 36 hari.

Sarah Micho, seorang pengusaha dan pekerja lepas asal Kanada yang pindah ke Paris pada tahun 2021, mengatakan bahwa penduduk setempat memprioritaskan waktu di luar jam kerja. “Budaya Prancis mempromosikan rasa relaksasi dan istirahat," katanya.

Ia mengatakan budaya kafe menjadi salah satu contohnya. Maka dari itu, merupakan hal lumrah ketika banyak orang memutuskan untuk duduk dan bersantai di luar ruangan kapan saja, terutama saat cuaca sedang bagus. Hal ini tidak hanya dilakukan ketika mereka sedang bersama dengan teman, namun juga sekadar minum kopi sendirian.

 

6 dari 6 halaman

5. Italia

Ungkapan populer dalam bahasa Italia il dolce far niente (manisnya tidak melakukan apa-apa) bukan sekadar istilah belaka.

"Saya pikir orang Italialah yang menemukan konsep keseimbangan kehidupan kerja," Andres Uribe-Orozco, seorang pengacara yang kini bekerja di Roma.

Berdasarkan data, karyawan menghabiskan 69 persen waktunya atau sekitar 16,5 jam untuk keperluan pribadi dan rekreasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini