Sukses

Mahasiswa di Universitas Pakistan Ancam akan Demo Jika Biaya Transportasi Publik Naik

Mahasiswa Women University Swabi (WUS) di Pakistan mengancam akan melakukan protes jika ongkos transportasi publik naik.

Liputan6.com, Islamabad - Mahasiswa Women University Swabi (WUS) di Pakistan mengancam akan melakukan protes jika ongkos transportasi publik naik.

Mereka mengatakan bahwa biaya transportasi baru dari universitas ke Kota Swabi adalah Rs17,500 per mahasiswa per semester.

Khalid Khan, ayah seorang mahasiswa, mengatakan bahwa sebelumnya biaya transportasi Gohati ke jalur universitas adalah Rs17.000. Kini meningkat menjadi Rp35.000.

“Sangat sulit bagi siswa untuk membelinya,” tambahnya, dikutip dari laman Dawn.com, Senin (4/3/2024).

Orang tua mahasiswa menuntut pihak administrasi universitas untuk segera menarik kenaikan biaya transportasi. Para mahasiswa di Pakistan mengeluh karena pihak administrasi universitas selalu melimpahkan seluruh beban keuangan kepada mereka.

Mereka mengatakan bahwa orang tuanya tidak bersedia membayar kenaikan biaya transportasi.

“Orang tua kami tidak mendapat gaji yang cukup. Orang tua siswa sebagian besar adalah petani dan tidak mampu membiayai. Pihak administrasi universitas harus mempertimbangkan kembali keputusannya,” kata seorang mahasiswa semester empat yang enggan disebutkan namanya.

Para mahasiswa mengatakan, semester mereka terdiri dari empat bulan tetapi pihak administrasi universitas mengenakan biaya enam bulan. Mereka mengatakan bahwa mereka bersama orang tua akan melakukan protes jika pemerintah tidak membatalkan keputusan tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Cuma Digaji Rp450 Ribu, Ibu-ibu di Kashmir yang Diduduki Pakistan Unjuk Rasa Agar Bisa Hidup Lebih Baik

Sebelumnya, sekelompok pengunjuk rasa, sebagian besar perempuan, di kota Muzaffarabad, Kashmir yang diduduki Pakistan, menuntut hak-hak mereka.

Pengunjuk rasa di sana menuduh pemerintah telah menelantarkan mereka, dikutip dari laman The Print.

Sekelompok pengunjuk rasa ini merupakan pekerja kesehatan yang bekerja di bawah Program Kesehatan Ibu Neonatal dan Anak (MNCH).

Para perempuan ini bertahan hidup hanya dengan gaji bulanan sebesar 8.000 Rupee Pakistan atau setara Rp450.000.

Dalam beberapa kesempatan, mereka bahkan tidak menerima gaji tepat waktu.

Para pekerja layanan kesehatan yang melakukan protes mengangkat slogan-slogan menentang pemerintah dan menuntut keadilan dari Perdana Menteri Pakistan dan pejabat senior lainnya.

Seorang pengunjuk rasa berkata, “Saya ingin menuntut Perdana Menteri, Sekretaris Utama, dan Ketua Hakim Kashmir yang diduduki Pakistan untuk memenuhi semua tuntutan saudara perempuan kita dan memberi mereka keadilan."

"Jika tidak, Pakistan akan menghadapi aksi demo serupa dengan tahun 2005."

3 dari 3 halaman

Minta Pemerintah Penuhi Komitmen

Menghadapi ketidakamanan selama beberapa tahun terakhir, mereka kini menuntut pemerintah untuk memenuhi komitmennya untuk mengatur layanan dan mendapatkan gaji yang sesuai.

Seorang pengunjuk rasa perempuan berkata, "Mereka telah melarang kami sepenuhnya. Kami tidak dapat menjalankan tugas kami. Ini bentuk ketidakadilan. Pemerintah harus sadar dan kami meminta mereka mengeluarkan peraturan bagi mereka yang masih terikat kontrak dan perlu diberikan surat tetap."

Pengunjuk rasa Pakistan mengklaim bahwa pemerintahnya gagal menciptakan lapangan kerja bagi sejumlah besar penduduk laki-laki dan perempuan di wilayah pendudukan PoK dan Gilgit Baltistan.

Gelombang sentimen anti-Pakistan diklaim telah terjadi dengan cepat muncul di Kashmir dan Gilgit Baltistan yang diduduki Pakistan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.