Sukses

Biden Ingin Gencatan Senjata Hamas Vs Israel Berlaku Awal Ramadan

Kesepakatan gencatan senjata yang diusulkan akan mencakup jeda 40 hari atas semua operasi militer sejak awal Ramadan dan peningkatan aliran bantuan ke Jalur Gaza.

Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Joe Biden berharap kesepakatan gencatan senjata atas perang Hamas Vs Israel di Jalur Gaza dapat berlaku pada awal Ramadan. Bulan suci bagi umat Islam ini akan dimulai pada 10 atau 11 Maret.

Ketika ditanya hal tersebut, Biden mengatakan, "Saya berharap demikian. Kami masih bekerja keras untuk mewujudkannya."

Pernyataan orang nomor satu di Amerika Serikat (AS) itu muncul di tengah ketegangan negosiasi gencatan senjata dan meningkatnya tekanan terhadap Biden untuk membantu mengurangi konflik.

Melansir BBC, Sabtu (2/3), sumber yang dekat dengan perundingan mengungkapkan kepada Reuters bahwa kesepakatan gencatan senjata yang diusulkan akan mencakup jeda 40 hari atas semua operasi militer sejak awal Ramadan dan peningkatan aliran bantuan ke Jalur Gaza.

Selain itu, kesepakatan juga akan meliputi pertukaran tahanan Palestina dengan sandera yang ditawan Hamas dengan rasio 10 banding satu.

Seruan untuk mengambil tindakan demi meringankan krisis kemanusiaan di Jalur Gaza semakin intensif pada Kamis (29/2) setelah serangan keji Israel menewaskan setidaknya 112 orang di wilayah kantong itu saat mereka mengelilingi truk bantuan yang mengantarkan makanan.

Setelah tragedi tersebut, Biden pun mengumumkan rencana untuk mengirimkan bantuan melalui udara ke Jalur Gaza.

"Orang-orang yang tidak bersalah terjebak dalam perang yang mengerikan, tidak mampu memberi makan keluarga mereka. Dan Anda melihat responsnya ketika mereka mencoba mendapatkan bantuan ... Kita perlu berbuat lebih banyak dan Amerika Serikat akan berbuat lebih banyak lagi," kata Biden.

Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby menggemakan pernyataan. Dia menuturkan AS akan terus berupaya membawa bantuan ke Gaza melalui darat dan laut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Standar Ganda AS

Menurut data PBB, sekitar seperempat penduduk Jalur Gaza saat ini berada dalam risiko kelaparan, namun rencana pengiriman bantuan melalui udara dikritik oleh kelompok bantuan karena memakan biaya dan tidak mencukupi.

"Oxfam tidak mendukung pengiriman udara AS ke Gaza, yang sebagian besar bertujuan untuk menghilangkan rasa bersalah para pejabat senior AS yang kebijakannya berkontribusi terhadap kekejaman yang sedang berlangsung dan risiko kelaparan di Gaza," kata kelompok bantuan tersebut pada Jumat (1/3).

"Sementara warga Palestina di Gaza berada di ambang kehancuran, memberikan bantuan dalam jumlah kecil dan simbolis ke Gaza tanpa rencana distribusi yang aman tidak akan membantu dan akan sangat merendahkan martabat warga Palestina."

Oxfam menambahkan bahwa AS seharusnya berupaya untuk memutus aliran senjata ke Israel.

 

3 dari 3 halaman

Cara yang Mahal

Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini menilai pemberian bantuan via udara merupakan pilihan terakhir, cara yang sangat mahal untuk memberikan bantuan, namun bukan jawaban atas berbagai masalah di Gaza.

"Jawaban sebenarnya adalah: Buka penyeberangan dan bawa masuk konvoi serta bantuan medis ke Jalur Gaza," tegasnya.

Pada Kamis, pilot angkatan udara Yordania menjatuhkan 33 ton pasokan medis dan makanan ke Jalur Gaza.

Menurut Washington Post, pesawat-pesawat Yordania juga telah menerjunkan bantuan yang diberikan oleh AS dan Inggris, sementara pesawat-pesawat dari Prancis, Mesir dan Uni Emirat Arab turut berpartisipasi dalam operasi serupa.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.