Sukses

PM Estonia Kaja Kallas Masuk dalam Daftar Pencarian Orang Rusia

Ini adalah pertama kalinya Kementerian Dalam Negeri Rusia memasukkan pemimpin asing ke dalam daftar pencarian orang.

Liputan6.com, Tallinn - Perdana menteri Estonia masuk dalam daftar pencarian orang di Rusia atas upayanya menghancurkan monumen-monumen Perang Dunia II era Uni Soviet di negara Baltik itu. Demikian diungkapkan para pejabat Rusia pada Selasa (13/2/2024) ketika ketegangan antara Rusia dan negara-negara Barat meningkat di tengah perang Ukraina.

Nama Perdana Menteri Kaja Kallas muncul dalam daftar pencarian orang Kementerian Dalam Negeri Rusia atas tuduhan pidana yang tidak disebutkan secara spesifik. Meskipun kantor berita independen Rusia, Mediazona, pertama kali melaporkan pada Selasa bahwa Kallas ada dalam daftar tersebut, namun media itu mengatakan dia telah berada di dalam daftar selama berbulan-bulan.

Daftar tersebut mencakup sejumlah pejabat dan anggota parlemen dari negara-negara Baltik lainnya.

Kallas sendiri menganggapnya sebagai taktik menakut-nakuti yang lazim dilakukan Moskow.

"Rusia mungkin percaya bahwa mengeluarkan surat perintah penangkapan fiktif akan membungkam Estonia," katanya, seperti dilansir AP, Rabu (14/2). "Saya menolak untuk dibungkam – saya akan terus secara vokal mendukung Ukraina dan mengadvokasi penguatan pertahanan Eropa."

Estonia dan sesama anggota NATO, Latvia dan Lithuania, telah merobohkan monumen-monumen yang secara luas dipandang sebagai warisan pendudukan Uni Soviet di negara-negara tersebut.

Sejak invasi Rusia ke Ukraina hampir dua tahun lalu, banyak monumen juga telah dirobohkan di Polandia dan Republik Ceko, sebuah tindakan pembersihan yang terlambat dari apa yang dianggap banyak orang sebagai simbol penindasan di masa lalu. Rusia mengecamnya sebagai tindakan yang menodai kenangan tentara Uni Soviet yang gugur saat melawan Nazi Jerman.

Dimasukkannya Kallas – yang dengan gigih menganjurkan peningkatan bantuan militer ke Ukraina dan sanksi yang lebih kuat terhadap Rusia – dipandang mencerminkan upaya Kremlin meningkatkan pertaruhan dalam menghadapi tekanan NATO dan Uni Eropa mengenai perang Ukraina.

"Estonia dan saya tetap teguh pada kebijakan kami: mendukung Ukraina, memperkuat pertahanan Eropa, dan melawan propaganda Rusia," ujar Kallas, merujuk pada sejarah keluarganya dalam menghadapi penindasan Uni Soviet.

"Ini sangat menyentuh hati saya. Nenek dan ibu saya pernah dideportasi ke Siberia dan KGB-lah yang mengeluarkan surat perintah penangkapan palsu itu."

Ini adalah pertama kalinya Kementerian Dalam Negeri Rusia memasukkan pemimpin asing ke dalam daftar pencarian orang. Menteri Luar Negeri Estonia Taimar Peterkop dan Menteri Kebudayaan Lituania Simonas Kairys juga masuk dalam daftar tersebut, yang dapat diakses oleh publik, bersama dengan sejumlah pejabat dan anggota parlemen dari Latvia, Lithuania, dan Polandia.

"Ini tentu saja merupakan semacam imbalan bagi orang-orang yang mendukung Ukraina dan mendukung perjuangan kebaikan melawan kejahatan," tutur Menteri Luar Negeri Lithuania Gabrielius Landsbergis, seraya menambahkan bahwa mereka yang masuk dalam daftar harus berhati-hati saat bepergian ke negara ketiga di masa depan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tindakan Bermusuhan terhadap Rusia

Mika Golubovsky, editor layanan berbahasa Inggris Mediazona, menuturkan kepada AP bahwa Kallas dan politikus lain dari negara-negara Baltik telah masuk dalam daftar buronan Kementerian Dalam Negeri Rusia sejak pertengahan Oktober 2023 dan merupakan satu-satunya kepala negara yang ada dalam daftar tersebut.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova membenarkan Kallas dan Peterkop masuk dalam daftar tersebut karena keterlibatan mereka dalam penghancuran sejumlah monumen.

Sementara itu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan hal ini merupakan respons terhadap tindakan Kallas dan pihak lain yang telah mengambil tindakan bermusuhan terhadap kenangan bersejarah dan negara mereka.

Rusia memiliki undang-undang yang mengkriminalisasi "rehabilitasi Nazisme" termasuk hukuman atas penodaan tugu peringatan perang. Menurut Mediazona, Komite Investigasi Rusia, badan investigasi kriminal terkemuka di negara itu, memiliki departemen yang menangani dugaan "pemalsuan sejarah" dan "rehabilitasi Nazisme", yang telah meningkatkan tindakannya sejak dimulainya perang Ukraina.

Mediazona, yang mengunduh dan mempelajari lebih dari 96.000 entri individu dalam database, mengatakan bahwa database tersebut juga mencakup sejumlah pejabat Ukraina dan warga negara asing yang dituduh berperang bersama Angkatan Bersenjata Ukraina. Daftar itu biasanya tidak menyebutkan tuduhan spesifik atau kapan orang tersebut ditambahkan ke daftar.

Golubovsky mencatat bahwa tidak semua penambahan tokoh penting dalam daftar pencarian orang diumumkan secara publik oleh pihak berwenang. Pejabat di Komite Investigasi mungkin awalnya menambahkan Kallas dan pejabat Barat lainnya ke dalam daftar tersebut untuk mendapatkan poin dari atasan mereka, kata dia, dan Kremlin hanya menggunakannya dalam retorikanya tentang Barat yang menyerang kenangan bersejarah Rusia.​

Presiden Rusia Vladimir Putin menuturkan bahwa membersihkan Ukraina dari kelompok sayap kanan dan neo-Nazi adalah salah satu tujuan utama perang, namun dia tidak memberikan bukti untuk mendukung klaimnya yang berulang kali bahwa kelompok tersebut memiliki suara yang menentukan dalam membentuk kebijakan Ukraina.

3 dari 3 halaman

Imbas Keputusan ICC?

Dimasukkannya Kallas dalam daftar pencarian orang boleh jadi menandai upaya Rusia menentang surat perintah penangkapan terhadap Putin yang dikeluarkan tahun lalu oleh Pengadilan Pidana Internasional (ICC) atas dugaan deportasi anak-anak Ukraina ke Rusia. Daftar pencarian orang Kementerian Dalam Negeri Rusia juga mencakup Presiden ICC Piotr Hofmanski, serta hakim dan jaksa.

Senator AS Lindsey Graham dan juru bicara Meta Andy Stone juga ada dalam daftar. Meta adalah perusahaan induk dari Facebook dan Instagram, yang dilarang di Rusia.

Meskipun hal ini tidak berarti apa-apa dalam praktiknya karena kontak antara Rusia dan Barat terhenti selama konflik, hal ini terjadi pada saat anggota NATO di Eropa semakin khawatir mengenai dampak Pilpres Amerika Serikat (AS) terhadap aliansi tersebut.

Mantan Presiden AS Donald Trump telah mengobarkan kembali ketakutan para sekutu NATO bahwa dia akan membiarkan Rusia memperluas agresinya di Eropa jika dia kembali menjabat dan anggota aliansi tidak membayar iuran.

Pernyataan Trump sangat kontras dengan janji Presiden AS Joe Biden untuk mempertahankan setiap inci wilayah NATO karena memang aliansi tersebut mewajibkan semua anggotanya melakukannya jika terjadi serangan.

Duta Besar AS untuk NATO Julianne Smith mengatakan pada Selasa bahwa mendorong Kremlin menyerang sekutu atau wilayah aliansi NATO mana pun benar-benar menempatkan tentara AS dan tentara sekutu dalam bahaya yang lebih besar.

"Melakukan hal tersebut, membuat pernyataan seperti itu, adalah tindakan yang berbahaya dan tidak bertanggung jawab," ungkap Smith.

Meskipun Putin bersikeras dia tidak mempunyai rencana untuk menyerang negara-negara NATO mana pun kecuali mereka menyerang terlebih dahulu, Badan Intelijen Luar Negeri Estonia merilis laporan tahunan pada Selasa yang mencatat bahwa Rusia telah meningkatkan produksi senjata secara signifikan dan memperingatkan bahwa Kremlin mungkin mengantisipasi kemungkinan konflik dengan NATO dalam dekade mendatang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.