Sukses

Pemerintah Thailand Bakal Larang Penggunaan Ganja untuk Rekreasi, Berdampak ke Pariwisata?

Narkoba jenis ganja dikeluarkan dari daftar narkotika terlarang pada Juni 2022 di bawah pemerintahan sebelumnya, termasuk partai Bhumjaithai yang pro-legalisasi.

Liputan6.com, Bangkok - Pemerintah Thailand akan segera mengeluarkan undang-undang (UU) yang melarang penggunaan ganja untuk rekreasi. Hal ini disampaikan oleh Menteri Kesehatan Chonlanan Srikaew, setelah negara tersebut mendekriminalisasi ganja pada tahun 2022.

Dilansir CNA, Rabu (7/2/2024), narkoba jenis ganja dikeluarkan dari daftar narkotika terlarang pada Juni 2022 di bawah pemerintahan sebelumnya, termasuk partai Bhumjaithai yang pro-legalisasi.

Langkah ini mendorong ratusan apotek ganja bermunculan di seluruh negeri, khususnya di Bangkok, sehingga memicu kekhawatiran dari para kritikus yang mendesak perlunya undang-undang yang lebih ketat.

Pada Selasa (6/2), menteri kesehatan kerajaan mengatakan, RUU baru yang melarang penggunaan ganja untuk rekreasi, akan diusulkan ke pertemuan Kabinet minggu depan.

"RUU baru ini akan diamandemen dari RUU yang sudah ada sehingga hanya memperbolehkan penggunaan ganja untuk tujuan kesehatan dan pengobatan," kata Chonlanan Srikaew kepada wartawan.

"Penggunaannya untuk bersenang-senang dianggap salah."

Aturan ini juga mendapat dorongan dari masyarakat yang pekan lalu mengatakan bahwa para pengunjung konser Coldplay di Bangkok mengeluh dan mengatakan "seluruh konser berbau seperti ganja".

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Aturan Didorong oleh PM Thailand

Perdana Menteri Srettha Thavisin, yang menjabat pada bulan Agustus lalu, telah sering menyuarakan penolakannya terhadap penggunaan narkoba untuk rekreasi dan mengatakan bahwa penggunaan narkoba hanya diperbolehkan untuk tujuan pengobatan.

PM Srettha menuturkan bahwa telah ada kesepakatan di antara pemerintah koalisi tentang perlunya mengubah undang-undang dan melarang penggunaan ganja untuk rekreasi. PM Srettha sendiri gencar mengampanyekan anti-narkoba sebelum pemilu.

Ketika ditanya apakah akan ada kompromi dalam hal penggunaan narkoba, PM Srettha menjawab "tidak". Dia menambahkan bahwa masalah yang timbul dari penggunaan narkoba telah menyebar luas akhir-akhir ini.

Thailand menjadi negara pertama di Asia yang men-dekriminalisasi ganja setelah menghapus tanaman ganja dari daftar narkotika pada tahun lalu, kebijakan yang menyebabkan booming-nya kafe dan apotek ganja di destinasi-destinasi wisata populer seperti Bangkok, Chiang Mai, dan Pattaya.

3 dari 3 halaman

Disambut Baik Pelaku Pariwisata

Beberapa operator pariwisata menyambut baik langkah untuk membatasi penggunaan ganja, dengan alasan adanya masalah yang disebabkan oleh peraturan industri yang longgar.

Thanet Supornsahasrungsi, direktur eksekutif grup Sunshine Hotels and Resorts di Pattaya, mengatakan bahwa sebagian besar toko ganja yang dibuka dimaksudkan untuk penggunaan rekreasi. Dia menyinggung laporan overdosis ganja.

"Jika kita ingin menggunakannya untuk tujuan medis, penegakan hukum harus lebih ketat untuk memastikan kita dapat menawarkan perawatan medis yang aman bagi kesehatan," kata Thanet kepada Bangkok Post.

Saat ini, siapa pun yang berusia di atas 20 tahun, tidak sedang hamil atau menyusui di Thailand diperbolehkan secara hukum menggunakan ganja di tempat tinggal mereka dan makanan yang mengandung ekstrak ganja dapat dikonsumsi di restoran berlisensi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.