Sukses

2 November Hari Balet Sedunia dan untuk Akhiri Impunitas Kejahatan Terhadap Jurnalis, Ini Penjelasannya

Hari ini, 2 November 2023, diperingati sebagai Hari Balet Sedunia hingga Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan terhadap Jurnalis

Liputan6.com, Jakarta - Setiap tanggal memiliki peristiwa khusus yang dirayakan setiap tahun oleh sebagian orang atau kelompok, bahkan mungkin oleh seluruh dunia. Hal ini juga berlaku untuk tanggal 2 November.

Ada dua hari peringatan pada 2 November yakni Hari Balet Sedunia dan Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan terhadap Jurnalis.

Berikut ini deskripsi mengenai perayaan hari internasional di 2 November, mengutip dari National Today, Kamis (2/11/2023):

1. Hari Balet Sedunia

Hari Balet Sedunia adalah hari istimewa yang tidak memiliki tanggal tetap dan ditentukan oleh beberapa perusahaan balet setiap tahun. Pada tahun 2023, perayaannya jatuh pada tanggal 2 November.

Balet, yang memiliki sejarah panjang hingga abad ke-15, merupakan bentuk tarian yang membutuhkan keahlian dan keanggunan tinggi dalam gerakan dan ekspresi tubuh, selaras dengan musik. Hari Balet Sedunia menjadi kesempatan spesial bagi masyarakat untuk mengapresiasi seni yang begitu dikagumi ini.

Hari Balet Sedunia pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Oktober 2014. Pada hari yang istimewa ini, perusahaan-perusahaan balet terkemuka dari seluruh dunia mengalirkan video langsung ke enam benua, memperlihatkan persiapan, latihan, dan kelas menari di belakang layar.

Beberapa perusahaan utama yang turut berpartisipasi dalam acara ini meliputi The Australian Ballet, Bolshoi Ballet, The Royal Ballet, National Ballet of Canada, San Francisco Ballet, dan Royal Swedish Ballet.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Sejarah Balet

Sejarah balet dimulai pada abad ke-15 di Italia dan Perancis. Tarian ini sering dipentaskan oleh para bangsawan, baik pria maupun wanita di istana. Pada awalnya, balet tidak hanya melibatkan tarian, tetapi juga musik, puisi, dekorasi, dan kostum, yang disebut 'ballet de cour'.

Catherine de’ Medici, istri Raja Henry II dari Perancis, berperan penting dalam mengembangkan bentuk balet yang rumit ini. Pada tahun 1681, balet mulai dipentaskan di panggung teater, terutama di Prancis, dalam kombinasi dengan opera.

Di abad ke-18, seorang ahli balet Perancis mendorong agar balet diakui sebagai genre independen. Inilah awal dari bentuk balet baru yang dikenal sebagai 'balet d'action', yang menekankan gerakan ekspresif dan dramatis untuk menceritakan kisah.

Pada abad ke-19, balet mengalami perkembangan pesat di Rusia dengan munculnya teknik klasik seperti pointe work, ketepatan gerakan, dan turn-out. Pada periode ini, karya klasik seperti "Swan Lake", "Sleeping Beauty", dan "The Nutcracker" lahir.

Saat ini, balet memiliki berbagai bentuk dan gaya, dengan lebih sedikit aturan yang mengikat. Kostum dan koreografi dapat bervariasi sesuai dengan kreativitas. Musik klasik tidak lagi menjadi keharusan, dan hal ini juga membuka jalan bagi bentuk-bentuk tari baru seperti tari kontemporer, liris, modern, dan neoklasik.

3 dari 5 halaman

2. Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan terhadap Jurnalis

2 November juga diperingati sebagai Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan Terhadap Jurnalis (International Day to End Impunity for Crimes Against Journalist/IDEI) melalui 'General Assembly Resolution A/RES/68/163' yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB.

Resolusi ini mengajak semua negara anggota untuk mengambil tindakan konkret dalam memerangi budaya impunitas terkait kasus kekerasan terhadap jurnalis di negara mereka masing-masing.

Setiap tahun, pada tanggal yang sama dengan kematian dua jurnalis Prancis di Mali, hari ini dihormati sebagai pengingat atas kehilangan mereka. Kekerasan dan ancaman terhadap jurnalis telah menjadi masalah yang berkepanjangan di Eropa dan negara-negara lain di dunia.

Sejarah Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan terhadap Jurnalis

Pada tanggal 23 November 2011, International Freedom of Speech Exchange (IFEX) — sebuah jaringan kelompok masyarakat sipil dari seluruh dunia yang berkomitmen untuk mempertahankan dan memajukan hak kebebasan berbicara dan berekspresi — menetapkan Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan Terhadap Jurnalis.

Pada hari ini, dalam tahun 2009, tragedi 'Ampatuan' diakui sebagai kejahatan terhadap jurnalis, di mana terjadi serangan paling berdarah dalam sejarah modern terhadap jurnalis. Kejadian tersebut menyebabkan kematian 57 orang, termasuk 32 jurnalis dan staf media lainnya.

Pada bulan Desember 2013, setelah upaya lobi yang intensif oleh anggota IFEX dan aktivis masyarakat sipil lainnya untuk memperjuangkan kebebasan berekspresi, Majelis Umum PBB pada sidang pleno ke-70 mengesahkan 'Resolusi 68/163'.

Resolusi tersebut menetapkan tanggal 2 November sebagai Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan Terhadap Jurnalis.

4 dari 5 halaman

Tantangan dalam Memperjuangkan Kebebasan Berekspresi

Claude Verlon dan Ghislaine Dupont, dua jurnalis Prancis yang tewas dalam kejadian di Mali pada awal tahun yang sama, dihormati selama peringatan Hari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

IFEX saat ini memimpin 'Kampanye Tanpa Impunitas' yang memberikan argumentasi sepanjang tahun kepada individu yang mengalami serangan yang tidak adil karena menggunakan hak kebebasan berpendapat dalam masyarakat demokratis.

Sejak tahun 2013, peringatan IDEI telah menjadi kesempatan penting untuk meningkatkan kesadaran dan memulai diskusi bermanfaat di antara semua pihak yang terlibat dalam upaya melawan kebebasan dari hukuman atas kejahatan terhadap jurnalis. Tidak semua negara mendukung kebebasan berekspresi, dan menjadi seorang jurnalis bisa menjadi profesi yang penuh risiko.

Menurut PBB, antara tahun 2004 dan 2014, lebih dari 700 jurnalis tewas. Jumlah kematian yang mengkhawatirkan ini sebagian besar akibat dari pembunuhan yang belum terpecahkan atau penembakan dalam situasi baku tembak atau konflik. Sampai saat ini, hanya sebagian kecil dari kasus-kasus ini yang berujung pada hukuman pidana.

5 dari 5 halaman

5 Fakta Menarik Tentang Jurnalis

1. Jurnalis Perempuan Masih Jarang

Perempuan mendominasi mahasiswa jurnalisme di sekolah dan perguruan tinggi, namun kurang terekspos dalam industri jurnalistik, tidak ada organisasi berita besar yang mempekerjakan lebih dari 49 persen perempuan.

2. 84 Persen Pemenang Pulitzer Prize adalah Laki-laki

Pulitzer Prize adalah penghargaan yang diberikan oleh Universitas Columbia atas pencapaian di bidang surat kabar, majalah, jurnalisme online, sastra, dan komposisi musik di Amerika Serikat.

Statistik menunjukkan bahwa perempuan sering menghadapi tantangan untuk masuk ke dalam industri jurnalisme yang mayoritas diisi oleh pria. Hanya 16 persen dari pemenang Pulitzer Prize pada abad pertama yang merupakan perempuan.

3. Tingkat Jurnalis Freelance Masih Meningkat

Karena penulis lepas tidak wajib melaporkan penghasilan mereka, sulit untuk menentukan seberapa sukses mereka dalam menjual karya mereka. Namun, data menunjukkan bahwa sejak tahun 2008, jumlah pekerja lepas telah meningkat dengan signifikan.

4. Jurnalis Sering Menggunakan Twitter

Hanya 40 persen dari jurnalis memanfaatkan Facebook untuk berkomunikasi dengan pembaca mereka, tetapi 83 persen menganggap Twitter sebagai alat yang sangat berharga untuk meningkatkan jumlah pembaca.

5. Sirkulasi Media Cetak Mengalami Penurunan Tajam

Sejak tahun 2008, ketika media digital mulai mendominasi, jumlah pembaca koran telah mengalami penurunan. Proses ini diperkirakan akan terus berlanjut, membuat surat kabar cetak menjadi sesuatu yang lebih eksklusif dan ditujukan untuk pelanggan khusus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.