Sukses

17 September 1983: Vanessa Williams, Wanita Pertama Berkulit Hitam Jadi Miss America

Sejarah baru tercatat di dunia ratu kecantikan AS. Tepat pada 17 September 1983, Vanessa Williams.

Liputan6.com, New York - Sejarah baru tercatat di dunia ratu kecantikan AS. Tepat pada 17 September 1983, Vanessa Williams menjadi Miss America pertama dengan kulit hitam.

Pada hari ini, 40 tahun yang lalu,mengutip Washington Post, Vanessa Williams yang berusia 20 tahun menjadi wanita kulit hitam pertama yang dinobatkan sebagai Miss America. Ini adalah tonggak sejarah yang terjadi setelah beberapa dekade di AS.

Partisipasi perempuan minoritas tidak diperbolehkan sampai tahun 1950-an, menurut berita Associated Press yang dimuat di The Washington Post keesokan harinya. Dan seorang wanita kulit hitam tidak memenangkan kontes negara bagian dan mengikuti kompetisi Miss America sampai Cheryl Browne dari Iowa pada tahun 1970.

Kendati demikian kejayaan Vanessa Williams tercoreng hingga terpaksa membuatnya mengundurkan diri sebagai Miss America pada tahun 1984, setelah majalah Penthouse mengatakan akan merilis foto telanjang dirinya tanpa izin. Namun skandal itu tidak menggagalkan kariernya.

Sebagai penyanyi dirinya dinominasikan 11 Grammy. Dia juga dinominasikan untuk Tony Award atas perannya sebagai Penyihir dalam "Into the Woods" karya Stephen Sondheim di Broadway.

Sementara itu, di TV dia muncul dalam hits seperti "Ugly Betty" — peran yang membuatnya dinominasikan untuk Emmy sebanyak tiga kali.

Pada tahun 2015, Williams kembali ke panggung Miss America, di mana ketua eksekutif kontes Sam Haskell meminta maaf kepadanya "atas segala sesuatu yang dikatakan atau dilakukan yang membuat Anda merasa kurang menjadi Miss America dan Anda akan selalu menjadi Miss America."​

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Jenderal Kulit Hitam Pertama di Angkatan Udara AS

Bicara soal kulit hitam, nama Benjamin Oliver Davis Jr. tercatat sebagai salah satu pria kulit hitam pertama yang menjabat sebagai Brigadir Jenderal di Angkatan Udara Amerika Serikat. Ia membuktikan bahwa posisi itu bisa diraih meski berasal dari kaum minoritas sepertinya -- keturunan Afrika.

Davis mengikuti jejak ayahnya, Benjamin O. Davis Sr, yang adalah warga Afrika-Amerika pertama di Angkatan Darat Amerika Serikat.

Keinginan Davis Jr untuk mengabdi di militer AS bermula saat usianya 13 tahun. Saat itu, musim panas tahun 1926, ia ikut dalam penerbangan singkat bersama pilot di Lapangan Bolling, Washington DC. Pengalaman itu membuatnya bertekad untuk menjadi pilot.

Setelah lulus dari University of Chicago, ia melanjutkan pendidikannya ke Akademi Militer Amerika Serikat di West Point, New York pada tahun 1932.

Dia disponsori oleh Oscar De Priest (R-IL) dari Chicago, satu-satunya anggota kulit hitam di Kongres.

Selama empat tahun masa pendidikan di akademi tersebut, pria kelahiran Washington DC itu mengalami diskriminasi rasial. Ia dijauhi oleh teman-teman sekelasnya yang mayoritas berkulit putih, meski beberapa di antaranya sembunyi-sembunyi berbicara kepadanya saat tak bertugas.

Davis bahkan tak pernah memiliki teman sekamar. Dia kerap makan sendiri dan melakukan kegiatan tanpa teman.

Rekan-rekan sekelasnya berharap, pengucilan itu akan membuatnya tak bertahan lama lalu keluar dari akademi. Tapi, yang terjadi adalah sebaliknya.

Hal itu malah membuat Davis lebih bertekad untuk lulus dengan predikat baik. Akhirnya, teman-teman sekelasnya menaruh hormat padanya, dibuktikan dengan catatan biografi pada fotonya di buku tahunan 1936 yang menuliskannya sebagai 'Howitzer'.

Pada 16 tahun kemudian, pada 7 Maret 1942, anak kedua dari tiga bersaudara ini menjadi perwira pertama di Tuskegee Army Air Field.

Kemudian, pada September 1943, Davis ikut dalam pasukan 332 Fighter Group, sebuah unit besar beranggotakan kulit hitam yang dipersiapkan untuk pergi ke luar negeri.

Segera setelah kedatangannya, ternyata ada upaya untuk menghentikan pengerahan pilot kulit putih di unit tersebut. Perwira senior di Tentara Angkatan Udara merekomendasikan kepada Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal George Marshall, bahwa 99 (unit lama Davis) dikeluarkan dari operasi tempur karena memiliki performa buruk.

Keputusan itu membuat Davis marah, karena ia tidak pernah diberitahu setiap kekurangan dari unitnya. Dia mengadakan konferensi pers di Pentagon untuk membela anak buahnya, dan kemudian melaporkan kasusnya kepada komite Departemen Perang.

Marshall memerintahkan penyelidikan tetapi memungkinkan 99 untuk terus berkiprah di tim tersebut.

Akhirnya didapati bahwa kinerja 99 sebanding dengan unit udara lainnya, tetapi pertanyaan tentang kelayakan skuadronnya terjawab pada Januari 1944. Ketika itu pilot di unit tersebut menembak jatuh 12 pesawat Jerman dalam dua hari, sekaligus sukses melindungi Anzio.

Kolonel Davis dan 332 Fighter Group tiba di Italia segera setelah itu. Keempat kelompok skuadron yang disebut Red Tails, yang berbasis di Ramitelli Airfield dan terbang dengan banyak misi jauh ke dalam wilayah Jerman.

Pada musim panas 1944 Grup itu dialihkan ke P-47 Thunderbolt. Setahun kemudian pada 1945, Davis mengambil alih semua awak berkulit hitam 477 Bombardment Group, yang ditempatkan di Godman Field, Kentucky.

Selama perang, penerbang yang berada dibawah komando Davis menorehkan catatan kompilasi yang luar biasa dalam pertempuran melawan Luftwaffe. Mereka terbang dan menyerang lebih dari 15.000 kali, menembak jatuh 111 pesawat musuh, dan menghancurkan atau merusak 273 pesawat musuh, dengan 66 pesawat mereka sendiri dan kehilangan hanya sekitar 25 pesawat pengebom.

Davis sendiri memimpin puluhan misi di P-47 Thunderbolt dan P-51 Mustang. Ia menerima Silver Star untuk misi ke Austria dan Distinguished Flying Cross untuk misi bomber-escort ke Munich pada 9 Juni 1944.

Pada bulan Juli tahun 1948, Presiden Harry S. Truman menandatangani Executive Order 9981 untuk memerintahkan integrasi rasial angkatan bersenjata. Kolonel Davis membantu menyusun rencana Angkatan Udara untuk melaksanakan perintah itu.

Angkatan Udara adalah yang pertama dalam kemiliteran AS yang melaksanakannya secara penuh.

Selengkapnya di sini...

3 dari 4 halaman

Obama Jadi Presiden AS Pertama Keturunan Afrika

Sementara itu, pada 4 November 2008 tercatat sejarah baru di Amerika Serikat. Presiden keturunan Afrika terpilih untuk memimpin negeri paman sam. Barack Obama namanya. Di tanggal tersebut, Obama terpilih menjadi Presiden ke-44 AS.

Seperti dimuat History.com, Obama yang merupakan senator asal Illinois berhasil mengalahkan rivalnya, John McCain senator asal Arizona dengan perolehan suara 53% berbanding 45%. Obama meraih 365 electoral votes, sedangkan McCain meraih 173 electoral votes.

Obama maju sebagai kandidat presiden bersama wakilnya Joe Biden. Sementara McCain mencalonkan diri dengan didampingi wakilnya, Sarah Palin, kandidat wanita pertama dari Partai Republk.

Obama lahir di Hawai pada 1961. Ibunda Obama merupakan wanita asli Kansas, sedangkan sang ayah berasal dari Kenya. Saat sekolah dasar, Obama tercatat pernah mengenyam pendidikan di Indonesia.

Obama yang bergelar Profesor sebelumnya bekerja sebagai dosen hukum di University of Chicago. Dia kemudian menapaki karier politiknya dengan menjadi senator.

Obama terpilih menjadi senator tiga kali berturut, dari tahun 1996, 2000, dan 2004. Obama kemudian merangkak naik dengan mencalonkan diri sebagai kandiat presiden dari Partai Demokrat, bersaing dengan Hillary Clinton. Obama akhirnya menang untuk maju sebagai kandidat presiden dari Demokrat.

Sambungannya di sini...

4 dari 4 halaman

Wanita Kulit Hitam Pertama yang Menjadi Jutawan AS

Nama Madam C.J. Walker juga tercatat sebagai wanita kulit hitam pertama di Amerika Serikat (AS) yang jadi sorotan. Ia berhasil menjadi jutawan karena upaya sendiri (self-made).

Dikutip dari The Vintage News, wanita yang dilahirkan dengan nama Sarah Breedlove pada 1867 ini adalah anak perempuan "merdeka" pertama dalam keluarga bekas budak perkebunan kapas negara bagian Louisiana.

Ia menjadi yatim piatu pada usia tujuh tahun, sehingga pada 1877 harus pindah ke negara bagian Mississippi, ke tempat kakak perempuannya yang bernama Louvinia dan suaminya.

Di sana Sarah bekerja di ladang kapas dalam lingkungan yang menderita dan sering kali mendapat perlakuan tidak baik dari abang iparnya. Untuk melepaskan diri dari keadaan tersebut, pada usia 14 tahun ia menikahi Moses McWilliams dan kemudian mendapatkan anak perempuan bernama A'Leila.

Suaminya meninggal ketika Sarah berusia 20 tahun. Ia kemudian membawa anak perempuannya pindah ke St. Louis. Sambil bekerja sebagai pencuci pakaian dengan bayaran US$ 1,5 per hari, ia bersekolah pada malam hari.

Sambungan ceritanya di sini...  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.