Sukses

Turki: Aksi Pembakaran Al-Qur'an Menyinggung Hampir 2 Miliar Muslim

Turki kembali menyerukan agar aksi pembakaran Al-Qur'an dihentikan.

Liputan6.com, Ankara - Pemerintah Turki (Turkiye) kembali menyerukan agar aksi pembakaran Al-Qur'an segera dihentikan. Selain dinilai melanggar Piagam PBB, aksi itu juga menyinggung umat Muslim di berbagai negara. 

Menurut laporan Middle East Monitor, Kamis (10/8/2023), Dewan Keamanan Nasional Turki berkata serangan terhadap kitab suci umat Islam itu disamarkan atas nama "kebebasan berekspresi".

Dewan Keamanan Nasional menyebut bahwa tindakan keji tersebut melanggar aturan PBB soal kejahatan kebencian, serta menyinggung hampir dua miliar Mslim di dunia. Dewan pun meminta negara-negara yang tidak patuh untuk segera berubah.

Tindakan pembakaran Al-Qur'an yang terjadi di Eropa Utara dilakukan oleh kelompok Islamofobia yang terus melakukan aksinya.

Sebelumnya, ada video viral wanita Denmark yang mencoba menyetop aksi pembakaran Al-Qur'an. Tapi aksinya malah dicegah polisi.

Uni Eropa telah memberikan pernyataan resmi untuk mengecam aksi-aksi tersebut.

"Menodai Quran, atau kitab mana pun yang dianggap suci, adalah hal ofensif, tidak hormat, dan sebuah provokasi yang jelas. Ekspresi-ekspresi rasisme, xenofobia, dan intoleransi yang terkait tidaklah memiliki tempat di Uni Eropa. Kita harus berdiri untuk kebebasan beragama atau kepercayaan dan kebebasan berekspresi, di luar negeri dan di dalam negeri; tetapi tidak semua yang legal itu etis," ujar menteri luar negeri Uni Eropa Josep Borrell dalam pernyataan di situs Uni Eropa.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Menlu RI Retno Marsudi: Pembakaran Al-Qur'an Tidak Dapat Dibenarkan dengan Alasan Kebebasan Berekspresi

Indonesia juga mengutuk keras aksi pembakaran Al-Qur'an, termasuk yang terjadi di Swedia belum lama ini. Hal tersebut ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi.

Menlu Retno menegaskan bahwa aksi tersebut tidak dapat dibenarkan dengan dalih kebebasan berekspresi.

"Ini merupakan ekspresi Islamofobia, kebencian terhadap Islam, agama yang damai," ungkap Menlu Retno dalam rekaman video yang dirilis Kementerian Luar Negeri RI pada Rabu (12/7).

Menlu Retno menegaskan, Pasal 20 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik menyebutkan bahwa advokasi kebencian atas dasar agama harus dilarang oleh hukum.

"Kebebasan berekspresi bukan berarti kebebasan untuk mendiskriminasi dan menyakiti orang lain," ujar Menlu Retno.

Indonesia, sebut Menlu Retno, mendesak Dewan HAM PBB dan pemegang mandat lainnya agar bersuara lantang menentang aksi pembakaran Al-Qur'an. 

3 dari 4 halaman

Buntut Pembakaran Al-Qur'an, Denmark dan Swedia Perketat Kontrol Perbatasan

Polisi Denmark memperketat kontrol perbatasan menyusul demo yang diwarnai pembakaran Al-Qur'an memengaruhi situasi keamanan. Demikian diungkapkan Kementerian Kehakiman Denmark, menyusul keputusan serupa oleh Swedia pada awal pekan ini.

"Pihak berwenang hari ini telah menyimpulkan bahwa saat ini perlu untuk meningkatkan fokus pada siapa yang memasuki Denmark, untuk merespons ancaman spesifik," ungkap Kementerian Kehakiman Denmark dalam pernyataan yang dirilis pada Kamis (3/8/2023) malam waktu setempat seperti dilansir Al Jazeera, Sabtu (4/8). 

Kontrol perbatasan Denmark yang lebih ketat akan dilakukan hingga 10 Agustus.

Aktivis sayap kanan di Denmark dan Swedia telah memicu kemarahan umat muslim dan dunia dalam beberapa bulan terakhir menyusul aksi pembakaran Al-Qur'an yang terjadi beberapa kali. Arab Saudi, Turki, Uni Emirat Arab, Iran, Maroko, Qatar, dan Yaman telah mengajukan protes sebagai tanggapan.

"Pembakaran Al-Qu'ran adalah tindakan yang sangat ofensif dan sembrono yang dilakukan oleh beberapa individu. Sejumlah individu ini tidak mewakili nilai-nilai yang dibangun masyarakat Denmark," ungkap Menteri Luar Negeri Denmark Lokke Rasmussen pekan lalu.

Namun, pada saat bersamaan Rasmussen menggarisbawahi bahwa tindakan apapun yang diambil tentu saja harus dilakukan dalam kerangka kebebasan berekspresi yang dilindungi konstitusi dan dengan cara yang tidak mengubah fakta bahwa kebebasan berekspresi di Denmark memiliki ruang lingkup yang sangat luas. 

 

4 dari 4 halaman

PM Swedia: Segala yang Legal Tidak Selalu Tepat

Keputusan untuk memperketat kontrol perbatasan dengan lebih banyak pemeriksaan pelancong yang tiba di Denmark mengikuti langkah serupa yang dilakukan Swedia.

Kedua pemerintah sejatinya mengutuk pembakaran Al-Qur'an dan mengaku sedang mempertimbangkan undang-undang baru yang dapat mencegahnya. Namun, kritikus domestik mengatakan bahwa keputusan semacam itu akan merusak kebebasan berbicara yang dilindungi konstitusi.

"Segala sesuatu yang legal tidak selalu tepat. Itu bisa jadi sah, namun mengerikan," ungkap Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson pada Selasa (1/8), soal Swedia yang tidak memiliki undang-undang yang secara khusus melarang pembakaran atau penodaan Al-Qur'an atau kitab suci agama lainnya.

PM Kristersson menjelaskan bahwa pengetatan kontrol perbatasan dimaksudkan untuk mencegah orang-orang yang memiliki koneksi yang sangat lemah ke Swedia datang dan melakukan kejahatan atau bertindak bertentangan dengan kepentingan keamanan Swedia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.