Sukses

Waspada Invasi China, AS Umumkan Paket Bantuan Tambahan Senilai USD 345 Juta ke Taiwan

Paket bantuan untuk Taiwan akan diambil dari cadangan AS sendiri, sehingga memungkinkan pengirimannya lebih cepat dari biasanya.

Liputan6.com, Washington - Amerika Serikat (AS) pada Jumat (28/7/2023) meluncurkan paket bantuan militer senilai USD 345 juta untuk Taiwan demi meningkatkan kemampuan pulau dalam mencegah kemungkinan invasi China.

Paket bantuan tersebut - yang menurut seorang pejabat memuat peralatan intelijen, pengawasan dan pengintaian serta amunisi senjata kecil - akan diambil dari cadangan AS sendiri, sehingga memungkinkan pengirimannya lebih cepat dari biasanya.

"Ini adalah kemampuan yang dapat digunakan Taiwan untuk meningkatkan pencegahan sekarang dan di masa depan", kata seorang juru bicara Pentagon seperti dilansir CNA, Sabtu (29/7), seraya menambahkan bahwa elemen dari paket bantuan termasuk pertahanan udara.

"Kami sedang bekerja dengan cepat untuk memberikan bantuan militer yang diumumkan hari ini."

Kementerian Pertahanan Taiwan berterima kasih kepada AS atas komitmen kuatnya terhadap keamanan Taiwan.

"Taiwan dan AS akan terus bekerja sama erat dalam masalah keamanan untuk menjaga perdamaian, stabilitas, dan status quo di Selat Taiwan," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Taiwan Sun Li-fang.

Kongres telah memberi wewenang kepada Presiden Joe Biden untuk menarik bantuan ke Taiwan dari stok militer AS - dengan cara yang sama seperti AS telah memberikan bantuan dalam jumlah besar ke Ukraina sejak invasi Rusia pada Februari 2022.

Anggota parlemen AS selama ini memang telah menekan Pentagon dan Gedung Putih untuk mempercepat pengiriman senjata ke Taiwan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bantuan Tambahan AS untuk Taiwan

Paket tersebut merupakan tambahan dari hampir USD 19 miliar penjualan F-16 dan sistem senjata utama lainnya yang telah disetujui AS untuk Taiwan. Pengiriman senjata-senjata itu terhambat oleh masalah rantai pasokan yang dimulai selama pandemi COVID-19 dan diperburuk oleh tekanan basis industri pertahanan global yang diciptakan oleh invasi Rusia ke Ukraina.

Taiwan berpisah dari China pada tahun 1949 di tengah perang saudara.

Presiden Xi Jinping telah menegaskan akan mempertahankan hak China untuk mengambil alih Taiwan, sekalipun dengan kekerasan jika perlu. China menuduh AS mengubah Taiwan menjadi "tong mesiu" melalui penjualan senjata.

AS selama ini mempertahankan kebijakan "Satu China" di mana Washington tidak mengakui kemerdekaan formal Taiwan dan tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan pulau itu untuk menghormati Beijing. Namun, undang-undang AS mensyaratkan pertahanan yang kredibel bagi Taiwan dan bagi AS untuk memperlakukan semua ancaman terhadap pulau itu sebagai "perhatian serius".

"Mendapatkan persediaan senjata ke Taiwan sekarang, sebelum serangan dimulai adalah salah satu pelajaran yang telah dipelajari AS dari invasi Rusia ke Ukraina," kata Wakil Menteri Pertahanan AS Kathleen Hicks kepada AP pada awal tahun ini.

Upaya untuk memasok Taiwan setelah konflik meletus, sebut Hicks, akan menjadi rumit mengingat Taiwan merupakan sebuah pulau.

Pada Jumat, juru bicara Kedutaan Besar China di Washington Liu Pengyu mengatakan bahwa Beijing dengan tegas menentang hubungan militer AS dengan Taiwan.

"AS harus setop menjual senjata ke Taiwan dan berhenti menciptakan faktor baru yang dapat menyebabkan ketegangan di Selat Taiwan," ujar Liu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini