Sukses

Warga Kashmir yang Diduduki Pakistan Protes Tagihan Listrik Mahal dan Sering Mati

Masyarakat di Kashmir (PoK) yang diduduki Pakistan telah mengintensifkan protes karena mereka menghadapi pemadaman listrik selama sekitar 18 hingga 20 jam di musim dingin.

Liputan6.com, Kashmir - Masyarakat di Kashmir (PoK) yang diduduki Pakistan telah mengintensifkan protes karena mereka menghadapi pemadaman listrik selama sekitar 18 hingga 20 jam di musim dingin.

Meskipun sering terjadi pemadaman listrik, penduduk setempat harus membayar tagihan listrik yang membengkak, hal ini lantas menambah kemarahan mereka, dikutip dari laman ANI, Sabtu (13/1/2024).

Di tengah meningkatnya protes, sejumlah besar masyarakat di wilayah tersebut menyerukan boikot pembayaran tagihan sampai keluhan mereka ditangani.

Seorang pengunjuk rasa setempat Syed Hafiz Hamdani berkata, "Hari ini adalah hari ke-43 protes kami. Protes kami berlanjut di berbagai bagian PoK. Pemerintah telah menggunakan taktik murahan."

Ia menambahkan, "Semua daerah menghadapi aturan pelepasan beban (load shedding) selama 13 hingga 14 jam, sedangkan daerah pedesaan mengalami pelepasan beban sekitar 20 jam. Masyarakat memboikot tagihan listrik. Ada masalah tarif hingga masyarakat yang tidak menerima tarif ini."

Pada Desember 2023, terjadi pula mogok kerja total dan penduduk setempat meminta pemerintah untuk bertindak cepat menghentikan pelepasan muatan.

Sebelumnya pada bulan September, aktivis masyarakat sipil terlihat membuang ribuan tagihan listrik ke sungai di Muzaffarabad.

Namun, protes dari rakyat tidak sampai ke telinga pemerintah Pakistan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Aksi Protes Warga dari Segala Usia

Masyarakat dari segala usia dan kelas ekonomi terkena dampak krisis listrik. Pemadaman listrik selama jam sekolah mengganggu fungsi rutin sekolah di PoK dan siswa merasa sangat sulit melakukan tugas akademik.

Ketidakpastian mengenai ketersediaan tenaga listrik dan tekanan untuk berprestasi lebih baik di sekolah meningkatkan tingkat stres siswa muda.

Mengingat situasi yang gawat ini, pemerintah daerah menerapkan taktik baru untuk mengakhiri protes masyarakat.

Dalam upaya untuk mengakhiri protes para pedagang, pemerintah di Muzaffarabad telah memulai survei pajak pendapatan.

Presiden Anjuman Tajran, Shaukat Javed Mir, berkata, "Saya ingin memberi tahu Perdana Menteri (PoK) bahwa survei yang Anda mulai secara tiba-tiba tidak pernah dilakukan dalam 76 tahun terakhir. Tiba-tiba, Anda menyadari hal ini pada saat para pedagang berada memainkan peran penting mereka dalam protes. Ketika Anda melihat para pedagang berkumpul dan ada boikot tagihan listrik, dan orang-orang membela haknya, Anda tiba-tiba memulai survei ini".

Dia menambahkan, "Anda mengancam para pedagang, jika mereka tidak berhenti berpartisipasi dalam protes, maka mereka harus membayar pajak. Kami tidak pernah menolak membayar pajak. Kami hanya tidak setuju dengan metode Anda".

 

3 dari 3 halaman

Beda Fasilitas dan Tidak Merata

Penduduk lokal di PoK menyatakan bahwa hanya kantor-kantor pemerintah besar yang memiliki akses terhadap fasilitas seperti pemanas dan generator.

Penduduk di daerah yang menghasilkan listrik dalam jumlah besar mengalami kesulitan keuangan yang tidak beralasan akibat lonjakan tagihan.

Mereka menyebut sudah menjadi sasaran perlakuan tidak adil oleh pemerintahan berturut-turut di Islamabad.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.