Sukses

Ngeri, Beruang Kutub Terkam Ibu dan Anak di Alaska

Serangan fatal beruang polar menewaskan dua orang di Alaska.

Liputan6.com, Wales - Seekor beruang kutub (polar bear) menewaskan seorang wanita dan anak laki-laki di Alaska. Insiden terjadi ketika beruang kutub itu masuk ke sebuah desa.

Meski penampilan beruang kutub mungkin lucu, hewan buas ini berada di puncak rantai makanan.

Berdasarkan laporan BBC, Kamis (19/1/2023), beruang itu masuk ke desa Wales yang berlokasi di Semenanjung Seward. Beruang itu sempat mengejar-ngejar orang hingga terjadi penerkaman.

Desa itu utamanya dihuni oleh orang Inupiaq. Penduduk pemukiman itu hanya sekitar 150 orang.

AP News mengungkap korban adalah seorang ibu muda bernama Summer Myomick dan anaknya Clyde Ongtowasru yang masih berusia 1 tahun. Beruang itu berhasil ditembak oleh warga lain.

Lokasi serangan terjadi disebut merupakan daerah yang umum terlihat beruang kutub.

Polisi dan pejabat negara bagian berencana mengunjungi daerah tersebut. Lokasinya memang sangat jauh, yakni 1.907 kilometer dari ibu kota Alaska, Juneau.

Biasanya, desa-desa di pedalaman Alaska menggelar patroli ketika beruang mendekati desa pada Juli-November. Biasanya beruang kutub berkeliaran di bulan-bulan tersebut. Sementara, pada musim dingin seperti saat ini, beruang kutub biasanya berburu anjing laut.

Insiden serangan di desa pada bulan Januari pun menjadi sesuatu yang langka. Pakar beruang kutub, Geoff York, ikut terkejut dengan insiden tersebut. Ia menyebut dirinya mungkin juga akan berjalan-jalan di sekitar lokasi tanpa membawa pengaman.

"Saya akan berjalan-jalan di sekitar komunitas Wales kemungkinan tanpa adanya pengaman karena secara historis kondisi aman pada periode ini," ujarnya.

York masih belum memastikan apakah perubahan perilaku beruang kutub ini terkait perubahan iklim. Seperti diketahui, perairan di Alaska makin hangat karena perubahan iklim.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Puncak Rantai Makanan

Pada 2019, ilmuwan di U.S. Geological Survey menemukan adanya perubahan di habitat es, bersamaan dengan bukti bahwa beruang polar makin sering berada di daratan, alhasil kemungkinan bertemu beruang polar bertambah.

Beruang polar memang memiliki penampilan yang lucu, tetapi otoritas di AS mengkategorikan beruang itu sebagai spesies beruang besar.

Yang jantan dari spesies itu biasanya sebesar 272 hingga 544 kilogram, bahkan bisa mencapai 771 kilogram. Tingginya bisa mencapai 3 meter. Sementara, beruang kutub wanita bisa mencapai berat 181 hingga 318 kilogram.

Beruang kutub juga tidak berhibernasi di musim dingin. Beruang betina bisa menetap di sarang saat bereproduksi, tetapi yang lainnya akan berburu.

Biasanya, beruang kutub ini memakan anjing laut, walrus, dan paus beluga. Meski demikian, beruang kutub berada di puncak rantai makanan dan manusia berpotensi jadi mangsa.

Kasus fatal yang melibatkan beruang kutub kerap terjadi jika bertemu beruang muda, terutama jantan, yang selalu merasa lapar. Beruang tua yang terluka atau sakit juga berbahaya.

"Kedua tipe beruang ini lebih mungkin untuk mengambil risiko, seperti yang kita lihat di Wales," ujar Geoff York. 

 

3 dari 4 halaman

Studi Terbaru Klaim Paus Bisa Selamatkan Bumi dari Perubahan Iklim

Terkait perubahan iklim, menurut sekelompok ilmuwan yang meneliti potensi hewan-hewan, menyelamatkan paus bisa menjadi salah satu cara yang baik untuk menyelamatkan Bumi. 

Mereka mengungkapkan bahwa hewan-hewan tersebut bertindak sebagai penyerap karbon karena dapat menyerap lebih banyak karbon daripada yang dilepaskannya. 

Banyak penelitian memberikan rekomendasi berbagai langkah yang bisa kita lakukan untuk menurunkan emisi karbon dengan berbagai solusi ‘hijau’.

Beberapa di antaranya untuk memerangi perubahan iklim yang berfokus pada kemampuan pohon dan lahan basah untuk menangkap dan menyimpan karbon dioksida di atmosfer. 

Ilmuwan ini menggunakan drone dan algoritme untuk menyelamatkan paus dan lautan. 

Sejauh ini, lautan merupakan penyerap karbon terbesar di dunia. Lautan menyerap sekitar 40 persen dari semua karbon dioksida yang dipancarkan dari pembakaran bahan bakar fosil sejak Revolusi Industri melansir Forbes pada 2022 lalu.

Namun, dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada Kamis (15/12) di jurnal Trends in Ecology and Evolution, sekelompok ahli biologi memiliki gagasan baru bahwa paus dapat mengurangi jumlah karbon di udara dan di lautan. Menurut mereka, hal tersebut berpotensi mengurangi karbon dioksida atmosfer secara keseluruhan. 

"Memahami peran paus dalam siklus karbon menjadi hal yang dinamis dan bidang yang mulai berkembang dan dapat bermanfaat bagi konservasi laut dan strategi perubahan iklim," ungkap para penulis, yang dipimpin oleh Heidi Pearson, seorang ahli biologi dari University of Alaska Southeast.

 

4 dari 4 halaman

Atmosfer

Ahli biologi kelautan baru-baru ini menemukan bahwa paus, terutama paus besar, juga memainkan peran penting dalam menangkap karbon dari atmosfer.

Paus-paus ini dapat mencapai berat hingga 28 ton dan hidup lebih dari 100 tahun, tulis para peneliti, dan ukuran serta umur panjangnya membuat paus-paus ini mengumpulkan lebih banyak karbon di dalam tubuhnya daripada hewan-hewan kecil lainnya. Ketika mereka mati, mereka tenggelam ke dasar lautan, mengambil karbon dari atmosfer selama berabad-abad.

"Paus mengonsumsi krill dan plankton fotosintetik hingga 4 persen dari berat tubuhnya yang besar setiap hari. Untuk paus biru, ini setara dengan hampir 8.000 pon," tulis para ilmuwan. 

"Ketika mereka selesai mencerna makanan mereka, kotoran mereka kaya akan nutrisi penting yang membantu krill dan plankton ini berkembang, membantu meningkatkan fotosintesis dan penyimpanan karbon dari atmosfer."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.