Sukses

Laporan Intelijen AS: Rusia Beli Amunisi Artileri dari Korea Utara

Intelijen Amerika Serikat menyimpulkan Moskow telah membeli amunisi artileri dari Korea Utara.

Liputan6.com, Washington D.C - Intelijen Amerika Serikat menyimpulkan Moskow telah membeli amunisi artileri dari Korea Utara, demikian laporan yang dirilis oleh New York Times, menyusul laporan yang menyebutkan bahwa militer Rusia juga telah mulai menggunakan drone buatan Iran.

Pejabat pemerintah AS mengatakan kepada Times bahwa pembelian itu menunjukkan bahwa sanksi-sanksi yang dijatuhkan oleh pihak Barat terhadap Rusia mulai menggigit dan mengurangi kemampuan negara itu untuk mempertahankan invasinya ke Ukraina, yang Moskow sebut sebagai “operasi militer khusus.”

Laporan New York Times pada Senin (5/9) menyebutkan bahwa intelijen yang baru-baru ini dideklasifikasi itu tidak merinci apa saja yang dibeli, selain bahwa barang yang dibeli termasuk peluru artileri dan roket. Rusia diperkirakan akan membeli lebih banyak peralatan seperti itu, Times melaporkan.

Bulan lalu, seorang pejabat AS mengatakan kepada Reuters bahwa pesawat nirawak buatan Iran yang dibeli Rusia telah mengalami “banyak kegagalan.”

Pejabat itu mengatakan Rusia kemungkinan besar berencana untuk mengakuisisi ratusan kendaraan udara tak berawak (unmanned aerial vehicles/UAV) Mohajer-6 dan seri Shahed, seperti dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (6/9/2022).

Ukraina baru-baru ini melancarkan serangan balasan di beberapa lokasi, termasuk di sekitar Kherson, yang diduduki Rusia sejak awal invasi. Dalam mempersiapkan serangan itu, pasukan Ukraina menyerang daerah pasokan Rusia, termasuk yang berisi artileri dan amunisi.

Para pejabat mengatakan, sanksi Barat membatasi kemampuan Rusia untuk mengganti kendaraan dan senjata yang dihancurkan di Ukraina.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Latihan Militer Besar-Besaran China dan Rusia

Republik Rakyat China dan Federasi Rusia sedang menggelar latihan militer besar-besaran dalam Vostok-2022. Latihan dimulai pada 1 September 2022 dan berlokasi di Eastern Military District di Rusia.

Berdasarkan laporan media pemerintah China, Global Times, Senin (5/9/2022), pemerintah China mengirim 2.000 pasukan di latihan Vostok-2022. Prajurit China utamanya berasal dari Komando Teater Utara dari Tentara Pembebasan Rakyat (People's Liberation Army (PLA) Northern Theater Command).

China Central Television (CCTV) menyebut pihak Tiongkok membawa lebih dari 300 kendaraan berbagai tipe, 21 fixed-wing aircraft, dan tiga kapal perang. 

Selain itu, Angkatan Darat, Udara, dan Laut China ikut terlibat dalam latihan ini. Dan ini adalah pertama kalinya tiga angkatan itu dikirim bersama untuk latihan dengan Rusia. 

Sejumlah kendaraan perang yang terlihat tampil adalah Type 99 main battle tanks, helikopter pengintai dan serangan Z-19 milik Angkatan Darat, kemudian kapal penghancur Type 055 Nanchang milik Angkatan Laut, dan jet tempur J-10C milik Angkatan Udara.

Latihan ini akan digelar dalam empat tahap: pengumpulan dan pengiriman pasukan, rencana kampanye gabungan, implementasi rencana, dan penarikan mundur pasukan.

Kapal suplai komprehensif Dongpinhu Type 903A juga terlihat menyeberangi Selat Tsushima dari Laut China Selatan menuju Laut Jepang pada beberapa hari sebelum latihan dimulai. 

Diketahui pula bahwa AL China dan Rusia akan menggelar latihan anti-kapal, anti-udara, dan anti-kapal selam di Laut Jepang. Pihak Kementerian Rusia menyebut laithan itu juga untuk melindungi aktivitas ekonom maritim dan mendukung pasukan darat.

3 dari 4 halaman

Negara Sahabat Ikut Partisipasi

Vostok-2022 ikut melibatkan negara-negara sahabat sebagai partisipan. Di antaranya ada dari Aljazair, India, Belarusia, Tajikistan, dan mongolia.

Pihak Rusia menyebut ada 50 ribu personel militer yang terlibat, lebih dari 5.000 senjata dan perlengkapan militer, itu sudah termasuk 140 pesawat, 60 kapal perang, perahu, dan kapal pendukung.

Latihan ini digelar tak lama setelah latihan Super Garuda Shield yang digelar Amerika Serikat dan Indonesia, serta ketika ada ketegangan di Selat Taiwan dan invasi Rusia di Ukraina.

Namun, media China menyebut latihan ini tidak ditujukan untuk "pihak ketiga" dan tidak terkait situasi terkini.

Global Times menulis bahwa latihan ini hanya untuk sebagai penangkal "pasukan eksternal, hegeomni, dan kekuatan politik yang berniat tidak baik" serta berkata latihan ini akan berkontribusi pada kedamaian dan stabilitas di kawasan.

Saat ini, Rusia masih terlibat perang di Ukraina yang tak kunjung usai. Ukraina masih terus bertahan, meski saat ini ada kekhawatiran bahwa fasilitas nuklir Zaporizhzhia terancam akibat bombardir Rusia. 

Sementara, China baru saja marah besar ke Amerika Serikat usai kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi. 

4 dari 4 halaman

Wawancara Eksklusif Konselor AS: China Sengaja Bikin Gaduh Usai Kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan

Kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi ke China telah membuat kehebohan geopolitik. Berbagai hinaan dilontarkan oleh media pemerintah China dan buzzer pro-China di Twitter. 

"Pelosi adalah orang yang eksentrik dan bigot dalam bertindak, dan dia tidak peduli tentang pemikiran-pemikiran orang lain. Ia juga punya kemauan kuat untuk mengubah kebijakan lama Gedung Putih terkait China, terutama dalam pertanyaan Taiwan," ujar seorang pakar hubungan internasional yang dikutip Global Times secara anonim, Sabtu (30/7).

Segala ancaman China tidak membuat gentar Nancy Pelosi. Politikus senior berusia 82 tahun itu tiba di Taiwan pada 2 Agustus 2022 dengan busana merah muda. Militer China pun langsung bereaksi. 

Namun, pakar perang dingin di Kementerian Luar Negeri AS (Department of State) menyebut bahwa China hanya menggunakan kunjungan Pelosi untuk berbuat gaduh di Selat Taiwan.

Pasalnya, sudah banyak politikus yang berkunjung ke Taiwan, namun baru kali ini China bertindak agresif.

"Mereka memilih memakai kunjungan ini sebagai preteks untuk mengubah status quo," ujar Derek Chollet, Konselor di Kemlu AS. 

"Yang berbeda di kasus ini adalah China ingin menggunakan kunjungan ini untuk alasan mereka sendiri agar mencoba menekan Taiwan dan men-estabilitasi kawasan," lanjutnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.