Sukses

PM Boris Johnson: Janji Para Pemimpin di KTT G20 Tidak Cukup

Negara ekonimi utama G20 berkomitmen untuk membasmi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius, tetapi lebih banyak tindakan diperlukan di COP26.

Liputan6.com, Roma - Negara-negara ekonomi utama G20 berkomitmen pada hari minggu untuk tujuan utama membasmi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius, tetapi beberapa pemimpin yang kecewa memperingatkan butuh lebih banyak untuk menyukseskan pembicaraan tentang iklim PBB yang dimulai di Glasgow.

Dilansir dari laman France24, Senin (1/11/2021), Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, tuan rumah KTT COP26 yang dibuka pada hari Minggu, mengatakan bahwa janji dari para pemimpin setelah perbincangan dua hari di Roma "tidak cukup", sambil memperingatkan konsekuensi yang mengerikan bagi bumi.

"Jika Glasgow gagal, semuanya gagal," katanya kepada wartawan, mengatakan komitmen G20 adalah "tetesan di lautan yang memanas dengan cepat".

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan ia meninggalkan Roma dengan harapannya yang tidak terpenuhi, tetapi setidaknya harapan tersebut tidak terkubur.

Negara-negara G20 menyumbangkan hampir 80% emisi karbon, dan komitmen tegas mereka pada tindakan iklim dipandang penting untuk keberhasilan COP26 PBB.

Presiden AS, Joe Biden, mengatakan KTT itu membuat kemajuan "nyata" dalam banyak masalah, tetapi ia merasa "kecewa" bahwa Rusia dan China, yang para pemimpinnya hanya hadir melalui tautan video, tidak menawarkan janji iklim yang lebih kuat.

Ia bersumpah untuk “terus fokus pada apa yang tidak dilakukan China, apa yang tidak dilakukan Rusia, dan apa yang tidak dilakukan Arab Saudi."

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tindakan yang Berarti

Dalam pengumuman resmi terakhir, G20 menegaskan kembali dukungannya terhadap tujuan dalam kesepakatan iklim Paris 2015, yakni untuk menjaga "peningkatan suhu rata-rata global jauh di bawah 2 derajat dan mengejar upaya membatasi hingga 1,5 derajat di atas tingkat pra-industri".

Mereka mengatakan ini akan membutuhkan "tindakan dan komitmen yang bermakna dan efektif oleh semua negara, dengan mempertimbangkan pendekatan yang berbeda", sementara mereka juga menjanjikan tindakan terhadap penggunaan batu bara.

Namun, para ahli mengatakan untuk memenuhi target 1,5 derajat, berarti memangkas emisi global hampir setengahnya pada tahun 2030 dan menjadi "nol bersih" pada tahun 2050 - dan G20 tidak menetapkan tanggal pasti, hanya berbicara tentang mencapai tujuan nol bersih "pada atau sekitar pertengahan abad.

Perdana Menteri Italia, Mario Draghi, yang menjadi tuan rumah pembicaraan G20, mengatakan bahwa ia “bangga dengan hasil ini, tetapi kita harus ingat bahwa ini baru permulaan".

3 dari 3 halaman

Kurangnya ambisi

Para pemimpin G20 memang setuju mengakhiri pendanaan untuk pembangkit listrik tenaga batu bara baru di luar negeri -- yang emisinya belum melalui proses penyaringan -- pada akhir tahun 2021.

Namun, kelompok kampanye lingkungan Greenpeace mengecam pernyataan terakhir sebagai "lemah, tidak memiliki ambisi dan visi", dengan mengatakan para pemimpin G20 "gagal memenuhi momen".

"Jika G20 adalah gladi resik untuk COP26, maka para pemimpin dunia mengacaukan garis mereka," kata Direktur Eksekutif Jennifer Morgan.

Friederike Roder, direktur senior di kelompok anti-kemiskinan Global Citizen, mengatakan kepada AFP bahwa KTT itu telah menghasilkan "setengah-setengah daripada tindakan nyata".

Para pemimpin Eropa menunjukkan bahwa mengingat perpecahan mendasar di antara negara-negara paling maju di dunia, komitmen bersama untuk tujuan Paris yang paling ambisius adalah sebuah langkah maju.

"Saya mendengar semua pembicaraan yang sangat mengkhawatirkan tentang masalah ini. Saya sendiri khawatir dan kami sepenuhnya dimobilisasi," kata Presiden Prancis Emmanuel Macron.

"Tetapi saya ingin kita mundur selangkah dan melihat situasi di mana kita berada empat tahun lalu", ketika mantan Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa dia menarik diri dari perjanjian itu.

Draghi mengatakan bahwa jarum telah bergerak nyata bahkan dalam beberapa hari terakhir, termasuk oleh China - sejauh ini merupakan pencemar karbon terbesar di dunia.

Beijing berencana untuk membuat ekonominya netral karbon sebelum 2060, tetapi menolak tekanan untuk menawarkan tujuan jangka pendek.

Bermimpi Tinggi

Paus Fransiskus (Remo Casilli/Pool Photo via AP)

Sebelumnya pada hari Minggu, Draghi, Pangeran Charles dari Inggris dan Paus Fransiskus telah meminta para pemimpin untuk berpikir besar.

Menyebut perubahan iklim "tantangan yang menentukan di zaman kita", Draghi memperingatkan: "Entah kita bertindak sekarang... atau kita menunda bertindak, membayar harga yang jauh lebih tinggi nanti, dan berisiko gagal."

Paus Fransiskus, yang blak-blakan tentang masalah ini dan menerima beberapa pemimpin G20 di Vatikan akhir pekan ini, mengatakan: "Ini adalah momen untuk bermimpi besar, untuk memikirkan kembali prioritas kita... Waktunya untuk bertindak, dan bertindak bersama, adalah sekarang!”

 

Reporter: Ielyfia Prasetio

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.