Sukses

Hidayat Nur Wahid: Indonesia Harus Ikut Bersuara Soal UU Kewarganegaraan India

India baru saja mengesahkan undang-undang kewarganegaraan di India yang dinilai anti-muslim. Menanggapi hal tersebut, Indonesia seharusnya ikut berperan aktif.

Liputan6.com, Jakarta - Parlemen India telah menyetujui RUU yang memberikan kewarganegaraan kepada imigran ilegal non-Muslim dari Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan.

Undang-undang tersebut dinilai anti-muslim lantaran hanya umat muslim lah yang tidak dapat merasakan hak istimewa kewarganegaraan itu. 

Hal ini dinilai oleh Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid sebagai kebijakan politik yang sangat membelah serta diskriminatif. 

"Oke lah kalau mereka pemenang pemilu yang mayoritas bukan agama muslim. Namun, kalau hal ini kemudian dibakukan menjadi UU, ini UU yang sangat diskriminatif, sangat tidak adil dan itu memicu terjadinya keresahan di negara lain," ungkapnya.

Ia juga menyampaikan adanya kekhawatiran apabila negara lain akan berpikir dengan cara yang sama, di mana hal tersebut akan semakin menjauhkan masalah dari solusinya.

"Harusnya pemberian kewarganegaraan basisnya bukan karena agama, tapi karena kasusnya. Kasusnya apa ya kemudian atas dasar itu diberikan kewarganegaraan, tapi kalau basisnya jelas-jelas menyebutkan bahwa hanya Islam yang tidak mendapatkan kewarganegaraan, itu jelas tidak menyelesaikan masalah," tambah Hidayat Nur Wahid. 

Selain itu, ia juga menambahkan bahwa Indonesia harusnya ikut menyuarakan terkait masalah ini. Apalagi, kini posisi Indonesia adalah sebagai anggota dewan HAM PBB.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

RUU yang Kontroversial

Mereka yang memprotes RUU itu mengatakan itu adalah bagian dari agenda BJP untuk meminggirkan Muslim dan melanggar prinsip-prinsip sekuler India.

"Orang-orang Muslim sudah dianiaya. Ini akan membuat mereka lebih rentan," kata seorang peserta protes terhadap RUU di Delhi kepada BBC.

Lebih dari 700 tokoh India terkemuka, termasuk ahli hukum, pengacara, akademisi dan aktor, telah menandatangani pernyataan "tegas" yang mengutuk RUU tersebut.

Dikatakan bahwa pemerintah tampaknya berniat menyebabkan pergolakan besar dalam masyarakat India.

Banyak orang yang mempertanyakan mengapa ini hanya merujuk pada migran non-Muslim dari Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan, ketika minoritas dari negara tetangga lainnya juga dianiaya.

Bintang film Tamil yang menjadi politisi, Kamal Haasan bertanya mengapa keistimewaan yang sama tidak diberikan kepada migran Sri Lanka dari komunitas minoritas lain.

Bahkan di parlemen, sejumlah partai oposisi dan politisi telah mengemukakan keprihatinan serupa.

Anggota parlemen Muslim terkemuka, Asaddudin Owaisi mengatakan itu "lebih buruk daripada hukum Hitler dan konspirasi untuk membuat Muslim menjadi tidak memiliki kewarganegaraan".

Pemimpin partai oposisi utama Kongres, Rahul Gandhi, mengatakan siapa pun yang mendukung RUU itu menghancurkan fondasi India.

Dan seorang politisi regional terkemuka Akhilesh Yadav menyebutnya sebagai komplotan yang memecah belah untuk mengalihkan perhatian dari kegagalan pemerintah.

Namun para pemimpin BJP, termasuk menteri dalam negeri Amit Shah, mengatakan RUU itu tidak menentang kaum Muslim.

"Kaum Muslim di negara ini tidak perlu khawatir tentang apa pun. Tapi apakah Muslim Pakistan harus menjadi warga negara? Haruskah Muslim dari Bangladesh dan Afghanistan dan seluruh dunia juga diberi kewarganegaraan? Kewarganegaraan hanya akan diberikan kepada minoritas agama yang dianiaya hanya dari tiga negara ini," kata Shah di parlemen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.