Sukses

Kisah Perempuan Kupang yang Mengejar Mimpi di Australia

Ini kisah Darmi, wanita WNI asal Kupang yang bercita-cita menjadi perawat sambil mengurus suami serta anaknya di Australia Utara.

Liputan6.com, Melbourne - Sudah sejak kecil WNI bernama Darmi Messakh, perempuan kelahiran tahun 1988 asal Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) ingin menjadi seorang perawat. Kini ia tengah mewujudkan cita-citanya di Kawasan Australia Utara, dengan keinginan untuk membantu komunitas Aborigin, penduduk asli benua Australia.

Darmi sekarang sedang berada di tahun terakhirnya belajar keperawatan di Charles Darwin University (CDU). Ia masih harus melewati tiga kali praktek dan penempatan kerja sebelum akhirnya resmi menjadi perawat.

Dari penempatan sebelumnya, ia sudah pernah menangani pasien dengan kanker. Sementara untuk praktek terakhirnya nanti, ia memutuskan untuk terjun ke community nursing keperawatan bagi komunitas, khususnya di kalangan penduduk asli benua Australia.

"Saya ingin mengajak mereka untuk mengubah gaya hidup mereka. Mungkin sedikit terlambat untuk mengubah kalangan dewasa, karenanya saya menargetkan anak-anak dengan mendidik mereka mulai dari cara mandi dan membersihkan tubuh yang benar, cuci tangan, dimulai dari hal-hal yang sederhana," ujar Darmi saat dihubungi Erwin Renaldi dari ABC di Melbourne yang Liputan6.com kutip Selasa (6/2/2018).

WNI Darmi mengaku ada alasan mengapa ia sangat begitu bersemangat untuk membantu pribumi Australia dan memilih Darwin sebagai tempat untuk mewujudkan mimpinya.

"Indigenous people (suku asli Australia) adalah salah satu ras tertua di dunia dan saya ingin ikut melestarikan mereka. Saya melihat keadaan mereka sama persis dengan orang-orang di kampung halaman di NTT, tapi saya tidak bisa membantu mereka karena tinggal di Australia. Karenanya saya ingin membantu mereka yang berada di sini."

Dari pengalamannya selama ini, Darmi banyak berurusan dengan pasien yang memilki gangguan kesehatan akibat rokok dan alkohol. Kebanyakan pasiennya adalah warga Aborigin.

"Meski baru sekedar mahasiswa, tapi saya senang bisa berkontribusi pada pelayanan kesehatan di Australia Utara, membantu merawat dan menyembuhkan mereka, memberikan edukasi kesehatan, khususnya bagi komunitas migran dan Aborigin."

WNI Darmi kini sedang menikmati masa-masa akhir sekolah dan praktik penempatan di sejumlah rumah sakit. Padahal sebelum memutuskan jadi perawat, ia mengaku sempat mengalami sejumlah kesulitan dalam hidupnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Semua demi Anak

Darmi berasal dari Noelbaki, sebuah desa di Kupang dan pindah ke Australia sekitar 10 tahun lalu untuk mengikuti suaminya saat itu. Ia pun meninggalkan kuliahnya di jurusan keguruan di salah satu universitas di NTT.

"Setelah tiga tahun, hubungan kami gagal lalu kami berpisah secara baik-baik. Saya memutuskan untuk travelling, sempat juga bekerja di berbagai bidang seperti mengurus warga difabel, di restoran, customer service," kata Darmi yang akrab dipanggil Da.

Saat sedang berlibur ke Thailand, ia bertemu suaminya sekarang, Erwin Marinus, pria asal Belanda yang fasih berbahasa Indonesia dan memiliki keahlian memasak Indonesia. Mereka pun dikarunia seorang anak lak-laki yang diberi nama Darwin, memadukan nama Darmi dan Erwin.

"Saya di sini sama sekali tidak memiliki keluarga. Tapi ada teman-teman asal Indonesia dan teman-teman di gereja yang saya anggap sebagai saudara sendiri."

"Saat hamil tujuh bulan dan Erwin sedang di Belanda, saya sempat pindah-pindah ke rumah-rumah teman karena saya tidak mau tinggal sendiri saat hamil," kata Darmi.

Kehadiran Darwin inilah yang membuat ia ingin mengubah hidupnya.

"Setelah punya anak, lalu saya kepikiran masa saya terus-terusan begini bekerja serabutan. Saya harus punya masa depan untuk anak, karenanya saya memutuskan untuk melanjutkan sekolah lagi dan ingin menjadi perawat."

Tetapi ia mengaku keinginannya tersebut tidaklah mudah karena ia hanya mengantongi ijazah tamatan sekolah menengah atas di Indonesia.

 

3 dari 3 halaman

Berbagi waktu jadi ibu dan mahasiswi

Langkah pertama yang ia ambil untuk menjadi perawat di Australia adalah mengikuti program Tertiary Enabling Program (TEP), yang ditujukan bagi mereka yang tidak memiliki ijazah sekolah Australia sebelum masuk ke bangku kuliah.

"Ada empat mata kuliah yang harus diambil, tetapi saat saya dites, mereka mengatakan saya bisa menyelesaikan TEP ini dalam waktu setengah tahun, tidak perlu setahun penuh."

Kemudian ia diterima untuk jurusan keperawatan di CDU dan ia pun berhasil membuktikan jika dirinya layak mendapatkan beasiswa dari kampusnya.

Melihat dirinya ke belakang saat harus mengurus anak dan suami sambil kuliah, Darmi merasa senang dan bangga bisa melakukannya sekaligus.

"Saya harus belajar, juga kerja penempatan, mengerjakan berbagai aktivitas berbeda di waktu bersamaan. Pulang kuliah mengurus anak, malam kadang harus kerja lagi, ditambah menjadi relawan mengajarkan bahasa Inggris untuk para migran dan menjadi penyiar radio."

Membantu migran yang baru datang ke Australia juga menjadi salah satu panggilan hatinya, dari apa yang ia alami sendiri.

"Karena saya pertama kali ke Australia tidak ada yang membantu, tidak punya siapapun. Karenanya saya ingin membantu mereka. Para migran memiliki banyak keinginan dan cita-cita, tapi seringkali terbentur kemampuan berbahasa Inggris."

Sementara untuk prestasi akademis lainnya, Darmi juga pernah menjadi perwakilan CDU saat mengadakan perjalanan ke Indonesia untuk membandingkan pelayanan kesehatan.

"Kami mengadakan tur studi ke Yogyakarta dan Jakarta selama dua minggu dan banyak belajar sistem kesehatan di Indonesia, dengan mengunjungi posyandu dan puskesmas," ujar Darmi yang gemar bernyanyi dan pernah manggung membawakan lagu Silent Night dalam bahasa Indonesia di acara Christmas Carol by Candle Night di Darwin.

Dari semua kesibukan dan akitivitas yang ia lakukan tidak lepas dari sosok ibunya yang ia anggap sebagai sumber inspirasinya.

"Ibu saya adalah seorang single mother. Ia telah membesarkan tiga orang anak sendirian, seorang sosok perempuan yang kuat dan terbukti ia bisa bertahan."

Bagi Darmi, kesuksesan adalah jika ia bisa tidur dengan tenang karena sudah selesai mengerjakan semua yang direncanakan.

"Saat ini pendidikan saya tinggal 20 persen selesai, tapi sisanya adalah bekerja di rumah sakit atau komunitas dan membesarkan anak saya sampai ia sekolah dan bekerja sesuai keinginannya, jadi masih jauh dari sukses."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini