Sukses

Tunisia Cabut Larangan Perempuan Menikahi Pria Non-Muslim

Banyak warga Tunisia melihat pencabutan larangan perempuan menikahi pria non-muslim sebagai langkah maju.

Liputan6.com, Tunis - Tunisia telah mencabut undang-undang yang melarang perempuan muslim menikahi pria non-muslim. Hal tersebut diumumkan juru bicara presiden, Beji Caid Essebsi. Dia pun memberi selamat kepada para perempuan karena mendapatkan kebebasan untuk memilih pasangan.

Sebelum undang-undang itu dicabut, pria non-muslim yang ingin menikah seorang perempuan muslim Tunisia harus masuk Islam dan menyerahkan sertifikatnya sebagai bukti.

Dikutip dari BBC, Sabtu (16/9/2017), Tunisia yang 99 persen penduduknya adalah muslim, dipandang sebagai salah satu negara Arab paling progresif terhadap hak-hak perempuan.

Undang-undang baru tersebut muncul setelah Presiden Essebsi mendesak dicabutnya keputusan pembatasan pernikahan yang diajukan pada 1973. Dalam pidato Hari Perempuan Nasional, ia mengatakan bahwa hukum pernikahan menjadi hambatan untuk bebas memilih pasangan.

Pembatasan itu juga dianggap melanggar konstitusi Tunisia yang diadopsi pada 2014 setelah revolusi Arab Spring terjadi.

Sejumlah kelompok hak asasi manusia di Tunisia juga telah berkampanye agar undang-undang tersebut dihapus.

Perintah pencabutan undang-undang itu langsung berlaku dan pasangan bebas mendaftarkan pernikahan mereka di kantor pemerintah.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bentuk Penjaminan Kebebasan Perempuan

Banyak warga Tunisia melihat pencabutan larangan tersebut sebagai bentuk penjaminan kebebasan perempuan di sana.

Tidak seperti perempuan muslim, pria bisa menikahi perempuan non-muslim tanpa memberikan dokumen agama apa pun.

Meski keputusan tersebut tak serta-merta menghilangkan hambatan budaya yang dihadapi perempuan dengan keluarga dalam kasus pernikahan beda agama, setidaknya perempuan Tunisia saat ini memiliki kebebasan memilih yang lebih besar dari perspektif hukum.

Juli lalu, Parlemen Tunisia juga memperkenalkan undang-undang baru. Di dalamnya, sebuah klausul yang memungkinkan pemerkosa lolos dari hukuman jika menikahi korbannya, dihapuskan.

Negara tersebut juga melarang poligami sejak 1956. Hal itu membedakannya dari negara-negara berpenduduk mayoritas muslim lainnya.

Namun, perempuan di Tunisia masih menghadapi diskriminasi. Tunisian Association of Democratic Women memperkirakan bahwa hampir 70 persen perempuan Tunisia menjadi korban pelecehan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.