Sukses

Kesaksian Korban Selamat Serangan Senjata Kimia di Suriah

Beberapa penyintas serangan keji senjata kimia pada 4 April 2017 di Suriah memberikan testimoni mengerikan tentang insiden nahas tersebut.

Liputan6.com, Damaskus - Suasana sunyi pada pagi 4 April 2017 di Khan Sheikhoun, Idlib, Suriah, dipecah oleh dentuman misil udara yang jatuh ke tanah. Insiden itu biasa  terjadi di sana.  Oleh sebab itu, Mohammad Nejdat Youssef, seorang petani lokal Idlib, segera keluar rumahnya, berusaha membantu mencari korban atas dampak serangan bom udara pagi itu. Tindakan yang juga biasa dilakukan warga di sana setelah mendengar ledakan di sekitar wilayah rumahnya. 

Namun, kali ini ada yang berbeda dari biasanya. Saat Youssef mendekati lokasi jatuhnya korban dekat titik ledakan, udara di sekitarnya diselimuti asap tebal berwarna putih-kekuningan. Sontak, setelah terpapar dan menghirup asap itu, Youssef mulai kehilangan keseimbangan, matanya terasa perih, lubang hidungnya berair, dan mulutnya mulai berbusa.

Apa yang dirasakan Youssef adalah efek senjata kimia beracun berbentuk gas yang ditembakkan dari pesawat udara. Gas mematikan itu  membunuh 70 orang, 10 diantaranya anak-anak, dan puluhan korban luka pada serangan senjata kimia di Khan Sheikhoun, Idlib, Suriah pada Selasa, 4 April 2017 lalu.

Muncul dugaan militer Presiden Bashar al-Assad sebagai dalang serangan.

Korban Senjata Kimia Suriah. (AP).

Beruntung Youssef  hanya terpapar ringan dan berhasil ditangani oleh bantuan medis di lokasi kejadian. Namun, keponakan yang masih berumur 9 tahun dan istri Youssef yang sedang hamil tidak begitu beruntung. Beberapa saat setelah kejadian, keduanya yang berada di dalam rumah Youssef yang tak jauh dari titik ledakan, harus merasakan reaksi senjata kimia yang lebih buruk dibanding pria 23 tahun itu.

Setelah senjata kimia itu meledak, gas beracun yang keluar mulai bereaksi dengan udara sekitar. Gas itu menggulung membentuk awan dan tertiup angin ke arah pemukiman tempat rumah Youssef beserta keluarganya berada. 

Keponakan dan istri Youssef yang sedang hamil harus dievakuasi dengan ambulans ke Reynhali, Turki, untuk mendapatkan penanganan medis ekstra.

Di rumah sakit di Reynhali, sebuah kota kecil di perbatasan Turki-Suriah, keponakan dan istri Youssef mendapatkan penanganan medis. Di depan fasilitas medis itu, keluarga besar Youssef dan keluarga besar istrinya--keluarga Abu Amash--berkumpul merasakan duka atas serangan itu. Mereka juga merupakan beberapa penduduk Khan Sheikhoun yang beruntung tidak terkena dampak serangan senjata kimia. 

Youssef sangat khawatir, tak hanya pada istri dan keponakanya, tapi juga pada handai taulan di Khan Sheikhoun yang belum tentu mendapat perawatan medis sebaik di Reynhali. 

Selain itu, banyak pula korban serangan gas yang cukup serius namun tak cukup kritis untuk mendapatkan perawatan medis di rumah sakit besar, seperti yang diwartakan The New York Times, Selasa, (4/4/2017).

Dari keluarga besar Youssef dan Abu Amash sendiri, jumlah korban tewas mencapai 46 orang. Jika ditambah dengan yang lain, jumlah korban tewas dan luka dapat mencapai angka 70 hingga 100 orang.

Mohamad Firas Al-Jundi, kepala dinas kesehatan pihak oposisi di Iblid, Suriah menjelaskan bahwa dirinya telah tiba di rumah sakit lokal Khan Sheikhoun sekitar pukul 7.30 pagi. Sekitar 100 orang telah keluar masuk rumah sakit itu untuk mencari pertolongan medis. Kondisi mereka serupa dengan apa yang dirasakan Youssef, sesak nafas, terasa ada cairan di paru-paru, mulut berbusa, hilang keseimbangan, lumpuh, dan pusing-pusing. Beberapa bahkan ada yang tak sadarkan diri.

"Sungguh mengejutkan...kami akan mengumpulkan bukti-bukti untuk kejahatan perang ini," ujar Al-Jundi. 

Yasser Sarmani, seorang militan oposisi yang menjadi informan untuk The New York Times mengatakan bahwa situasi di Khan Sheikhoun sangat kacau pasca serangan. 

"Aku juga merasakan hal yang sama, sesak dan mata perih... aku lihat orang di jalan berjatuhan mencari pertolongan. Saat aku tiba di rumah sakit, beberapa anak-anak pada pada kondisi kritis atau sudah meninggal," ujar Sarmani.

Seorang balita mendapatkan perawatan setelah diduga terkena serangan gas beracun di sebuah kota yang dikuasai pemberontak di Suriah, Selasa (4/4). Puluhan orang dikabarkan mengidap gangguan pernapasan akibat serangan ini. (Mohamed al-Bakour/AFP)

Malam 3 April 2017 kota Khan Sheikhoun sempat dihujani bom-bom udara. Keesokan paginya, sekitar pukul 7 pagi, seorang saksi mata untuk The New York Times melihat sebuah pesawat tempur melintas di langit kota. Beberapa menit kemudian, diduga pesawat tempur itu menjatuhkan bom senjata kimia di Khan Sheikhoun.

Pada hari Senin, 3 April 2017, Presiden Donald Trump memberikan sinyal untuk tak lagi akan menempatkan Suriah sebagai prioritas utama dalam kebijakan luar negeri AS. Keesokannya, serangan senjata kimia terjadi di Suriah yang diduga didalangi oleh Presiden Bashar al-Assad. 

"Jika Donald Trump senang melihat ini terjadi juga pada AS, mungkin kami tak akan menentang al-Assad," ujar Youssef yang kecewa atas sikap cuci tangan pemerintahan Donald Trump terhadap Suriah.

Serangan senjata kimia pada 4 April 2017 lalu itu bukan kali pertama. Beberapa kantor berita di dunia juga sempat melaporkan penggunaan senjata terkutuk itu pada Perang Suriah.

"Kita lihat kejadian seperti ini setiap hari, ini kejadian normal selama enam tahun terakhir," tutup Abu Amash, kerabat Youssef.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini