Sukses

Film Pendek FSAI 2017 Gambarkan Keragaman Budaya Indonesia

Enam film karya sineas muda dianggap oleh panel juri dapat menggambarkan keragaman budaya dan identitas yang ada di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Pada tahun ini, untuk pertama kalinya Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI) menggelar Kompetisi Film Pendek. Dari hampir 300 karya yang masuk sejak dibuka pada Oktober 2016, terpilih enam film yang ditampilkan dalam FSAI 2017.

Uniknya setiap film pendek yang terpilih berasal dari kota yang berbeda, yakni Tangerang, Malang, Yogyakarta, Bali, Jakarta, dan Bandung. Tak hanya itu, keenam film tersebut mengusung genre berbeda, mulai dari drama, horor, komedi, hingga animasi.

Berbagai hal yang membentuk satu kesatuan film seperti kisah yang melatar belakangi pembuatan, akting, lokasi pengambilan gambar, hingga nilai yang ingin disampaikan pembuatnya dianggap sebagai hal yang dapat merepresentasikan keragaman budaya Indonesia.

Hal tersebut disampaikan oleh panel juri Kompetisi Film Pendek FSAI 2017, yakni sutradara dan alumni Australia Kamila Andini, sutradara peraih penghargaan Jennifer Perrott, dan programmer Melbourne Festival Thomas Caldwell.

"Film yang merepresentasikan Indonesia tidak harus berupa film kebudayaan. Film yang merepresentasikan Indonesia harus menggambarkan sang pembuat film," ujar Kamila dalam Media Roundtable yang diadakan pada Jumat, 27 Januari 2017.

"Jadi apa pun yang terjadi di pikiran atau hati mereka dan mereka membuatnya menjadi film, saya rasa itu sudah merepresentasikan Indonesia," imbuh perempuan yang dikenal lewat film yang disutradarainya, Sendiri Diana Sendiri.

Menurutnya, film yang dibuat oleh para sineas muda sangat menggambarkan dunia mereka.

Kamila memberi contoh salah satu film karya finalis FSAI 2017 yang menggambarkan komedi satir soal penggunaan bahasa bahasa daerah dalam film Ojo Sok-Sokan. Ia juga menyebut film It's a Match berlatar belakang urban yang sangat kental.

6 Film Pendek yang ditayangkan dalam FSAI 2017

"Jadi sesungguhnya setiap film menggambarkan diri mereka sendiri. Jadi menurut saya itu merepresentasikan Indonesia yang penuh dengan keberagaman," ujar Kamila.

Hal serupa juga disampaikan oleh Thomas Caldwell. Menurutnya, keenam film pendek yang ditampilkan dalam FSAI 2017 merepresentasikan keberagaman di Indonesia.

"Melihat keenam film pendek tersebut memberikan saya pengetahuan tentang kebudayaan terhadap perbedaan identitas," ujar Thomas.

"Saya rasa apa yang disebut Kamila benar, bahwa pembuat filmnya merepresentasikan diri mereka sendiri, tidak takut menuangkan identitas mereka ke dalam sebuah film," imbuh dia.

Thomas pun memberi contoh sejumlah film yang merepresentasikan keberagaman di Australia.

"Kalau di Australia contohnya seperti film Spear yang menggambarkan tarian asli Australia. Girl Asleep yang merepresentasikan kehidupan di suburban, merepresentasikan identitas lain dari Australia," kata Thomas.

Sementara itu Jennifer Parrott, mengatakan bahwa keenam film karya finalis Kompetisi Film Pendek 2016 menyampaikan nilai-nilai universal.

"Terdapat nilai-nilai universal, seperti parenting, orangtua yang menua, saya dapat menghubungannya dan selalu tergugah dari semua cerita," ujar Jennifer merujuk salah satu karya finalis asal Malang yang berjudul Nunggu Teka.

Ulasan singkat keenam film pendek karya finalis Kompetisi Film Pendek FSAI 2017 dapat Anda lihat di sini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini