Sukses

Ilmuwan: Gempa Dahsyat Lebih dari 8,5 SR Ancam Chile

Masyarakat diminta bersiap menghadapi kemungkinan gempa yang lebih kuat dibanding yang terjadi April lalu.

Liputan6.com, Santiago - Hari itu, Selasa 1 April 2014 pukul 20.46 atau Rabu pagi WIB, gempa besar mengguncang pesisir Chile, di sekitar kota pelabuhan Iquique. Kekuatannya mencapai 8,2 skala Richter. Akibatnya fatal, 6 orang tewas dan 13.000 rumah hancur atau rusak. Lindu juga memicu tsunami, meski tak sedahsyat yang terjadi di Aceh.

Chile memang langganan gempa, pada 27 Februari 2010, lindu dengan kekuatan 8,8 skala Richter terjadi. Makan korban jiwa hingga 500 orang. Bahkan NASA menyebut, bencana itu menggeser poros Bumi dan memperpendek usia hari.

Dan ancaman belum lewat.

Para ilmuwan mengatakan, masih ada potensi gempa besar yang bakal melanda negara di Amerika Selatan. Di sepanjang hamparan pesisir yang April lalu dilanda gempa.

Dua tim kini lah meninjau semua data seismik dan geodesi dari gempa yang melanda di dekat Iquique City itu. Kepada majalah Nature, mereka mengatakan level tekanan pada batuan di wilayah tersebut masih tinggi. Bahaya.

Para peneliti juga memperingatkan masyarakat untuk bersiap menghadapi kemungkinan gempa yang lebih kuat dibanding yang terjadi April lalu. Tim menunjuk area sebelah selatan atau mungkin di utara gempa Iquique adalah yang paling berisiko.



"Saya pikir risiko lebih besar terjadi di wilayah selatan, karena tampaknya pergerakan lempengan di situ mungkin lebih terkunci dari bagian utara.

Maksudnya, di sana mengumpulkan lebih banyak energi potensial selama 150 tahun terakhir daripada sisi sebaliknya," kata Gavin Hayes dari Badan Pusat Survei Geologi AS (USGS) kepada BBC News, seperti dikutip Liputan6.com pada Kamis (14/8/2014).

Chile berada di perbatasan antara lempeng tektonik Nazca dan Amerika Selatan. Lempeng terluas di permukaan Bumi itu terus bergerak dengan kecepatan 80 mm per tahunnya.

Lempeng Nazca yang membentuk lantai Samudera Pasifik di wilayah tersebut tersubduksi, dan posisinya berada di pantai Amerika Selatan.

Peristiwa 1 April terjadi di area 'seismic gap' -- kawasan aktif secara tektonik namun jarang terjadi gempa dalam jangka waktu yang lama.

Bencana paling dahsyat yang terjadi dekat Iquique adalah gempa sebesar 8,8 tremor pada tahun 1877, yang menewaskan lebih dari 2.000 jiwa.

Kelompok Dr Hayes, juga tim yang dipimpin Bernd Schurr dari German Research Centre for Geosciences, Potsdam, Jerman meninjau secara terpisah data dari peristiwa yang terjadi pada Bulan April, dan mengkombinasikannya dengan model bagaimana sistem subduksi di sana bekerja.

Kedua tim mengatakan hal senada, bahwa gempa 2014, bersama dengan gempa permulaan dan susulan, tak cukup mampu menghilangkan tekanan yang terbangun di batuan sejak tahun 1877.

"Hanya sepertiga dari gap yang rusak. Namun, segmen yang masih terkunci kini menimbulkan hazard gempa (seismic hazard) yang signifikan untuk memicu gempa dengan magnitude lebih besar dari 8,5 SR," tulis Dr Schurr dan para koleganya di jurnal Nature.

Dalam hal energi yang dilepaskan, gempa 8,5 SR hampir 3 kali lebih kuat dari lindu 8,2 SR.

Dr Hayes mengatakan seismolog Chile dan juga di seluruh dunia menghadapi tugas besar, mengkomunikasikan potensi bahaya yang belum pasti, dengan tidak menimbulkan kepanikan.

"Orang-orang harus selalu waspada. Ini pesan yang ingin kami sampaikan," kata peneliti USGS. "Warga Chile relatif siap sebelum menghadapi gempa April 2014, dan mereka hanya harus mempertahankan kesiapsiagaan itu. Gap tersebut bisa diisi oleh gempa 8,5 SR atau lebih besar, atau sejumlah lindu yang lebih kecil." Yang penting siap.

Secara terpisah, Profesor Roland Burgmann dari University of California, Berkeley, AS mengatakan, jaringan pemantauan geodesi dan seismik yang dilakukan 2 tim masih bisa diperpanjang.

"Upaya luar biasa telah dilakukan untuk meningkatkan pengawasan di darat, namun gempa bumi di tempat-tempat seperti Chile atau Jepang kerap terjadi di bawah laut, cukup jauh dari jaringan geofisika," katanya kepada BBC.

"Kami ingin lebih dekat dengan gempa bumi dan sumber-sumber deformasi dengan menempatkan stasiun pengawasan di dasar laut," kata dia. "Itu teknologi menantang sedang berusaha dilakukan sekarang, terutama di Jepang. Sejak gempa Tohoku 2011." (Tnt)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.