Sukses

Murka di Kampus STPDN

Seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri tewas dianiaya para seniornya. Kampus ditunding menerapkan disiplin ala militer. Mendagri Hari Sabarno menyatakan segera mengevaluasi sistem pendidikan di sana.

Liputan6.com, Sumedang: Kampus Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, menjadi sorotan. Bukan karena prestasi kampus itu yang gemilang rupanya. Tapi karena kematian Wahyu Hidayat yang tak layak. Praja (mahasiswa) tingkat dua kampus itu tewas Selasa pekan silam. Dia tewas dengan luka memar di tubuhnya. Maklum sebelumnya, pemuda asal Jalan Branta Mulia, RT 01 RW 08 Nomor 205, Kampung Kambing, Desa Karangasem Timur, Citeureup, Bogor, dipukul secara membabi buta oleh para seniornya. Alasannya, sepele. Praja asal Jawa Barat itu tak mengikuti tradisi kontingen Jabar di Gedung Sate, Bandung.

Sebelum meregang nyawa, Wahyu sempat dilarikan ke Rumah Sakit Al Islam Bandung. Tapi, nyawa pria berusia 20 tahun itu tak tertolong. Anehnya, pihak STPDN tak langsung melaporkan kasus tersebut ke polisi. Buktinya, Kepala Kepolisian Resor Sumedang Ajun Komisaris Besar Polisi Yoyok Subagiono mengaku, hanya mengetahui perkara itu dari media massa. Karena itu, dia menyayangkan sikap STPDN yang terkesan menutupi kasus tersebut. "Kalau ada penganiayaan berarti kriminal dan urusan polisi. Kenapa kami tidak diberitahu?" kata Yoyok.

Yoyok mengaku telah mengirim tim ke Jatinangor untuk mengusut kasus tersebut. Mereka diperintahkan memeriksa 63 praja senior yang menghuni barak Jabar. Dari 50 orang pria dan 13 perempuan, 26 di antaranya telah diperiksa pada Kamis malam. Sedangkan sisanya baru akan diperiksa pada keesokan harinya. Menurut Yoyok, nama para tersangka akan diketahui dari hasil pemeriksaan para 63 praja tersebut.

Ternyata, tak hanya polisi yang dikecewakan pihak STPDN, keluarga korban pun demikian. Mereka tak diberitahu penyebab kematian anaknya. "Saya hanya menyesalkan kematian yang mesterius dan tak diketahui sebab musababnya. Semua pihak yang terkait bungkam," ungkap Syarief, ayah almarhum, saat dimintai keterangan di Polres Sumedang [baca: Ayah Wahyu Hidayat Diperiksa]. Dia mengungkapkan, putranya sudah dalam keadaan tak bernyawa saat dipulangkan.

Buntut penganiayaan itu, STPDN memang telah memecat tiga mahasiswa yang terlibat langsung [baca: Tiga Mahasiswa STPDN Diberhentikan]. Mereka adalah Yayan Sofyan, Dadang Hadi Surya, dan Hendi Setiadi. Mereka dicopot dalam sebuah acara pemecatan yang berlangsung di Kampus STPDN Jatinangor, tiga hari kemudiam. Selain memecat ketiga praja, pimpinan STPDN juga menghukum 13 praja lain dengan menurunkan tingkat dari praja nindya (tingkat III) menjadi praja madya (tingkat II). Sedangkan 10 praja lagi dikurangi nilai kepribadian mereka, dari 720, nilai standar kenaikan tingkat, menjadi 675.

Tapi, pihak STPDN membantah sengaja menutup-nutupi kasus tersebut [baca: Ketua STPDN: Kematian Wahyu, Bukan Militerisasi Kampus]. "Polisi diminta atau tidak, langsung bertindak. Apalagi kerja sama dengan polisi sejauh ini cukup baik," kata Ketua STPDN Drs Soetrisno dalam dialog Liputan6 Petang SCTV, Jumat pekan silam. Namun demikian, dia mengaku, ada pembinaan disiplin semacam itu di STPDN. Hanya, Soetrisno menyebut, pemukulan terhadap Wahyu sebagai tindakan indisipliner karena tanpa sepengetahuan dan izin lembaga. Kendati demikian, dia menolak tudingan bahwa sistem pembinaan disiplin di kampusnya mengadopsi cara-cara militer. "Kami punya cara sendiri," ujar pria berkumis tebal ini.

Sutrisno boleh saja berkilah. Yang pasti, penerapan disiplin telah memakan korban jiwa. Bahkan, dua tahun silam, seorang mahasiswa di sana juga tewas akibat perbuatan serupa. Dia adalah Ery Rahman. Mahasiswa baru itu koma dan meninggal dunia karena dipukuli para seniornya. Alasannya, dia dianggap tak disiplin. Menurut Kepala Poliklinik STPDN dr. Arifah Nur Istiqomah, saat dilarikan ke Poliklinik, terdapat luka memar di dada, ulu hati, dan pantat Ery. Bukan hanya itu. Ery juga sampai memuntahkan cairan kuning dari mulutnya.

Anehnya, sehari kemudian, sekitar 1.000 mahasiswa STPDN angkatan 1996-1998 mendatangi Gedung Administrasi STPDN. Mereka menuntut pimpinan STPDN mengupayakan pembebasan tujuh rekannya dari sangkaan tindak penganiayaan terhadap Ery. Jika dalam waktu dua hari tuntutan itu tak dipenuhi, mereka mengancam akan bertindak. Para pengunjuk rasa beranggapan, hukuman fisik kepada Ery, bukan penganiayaan. Menurut mereka, tindakan itu adalah sebuah upaya menegakkan disiplin bagi praja muda (yunior) secara internal.

Mungkin karena alasan itu pula para praja STPDN juga tak senang penganiaya Wahyu dipecat. Bahkan, karena itu, mereka tak nyaman wartawan berada di sekitarnya. Tak heran jika Rivansyah, wartawan foto Tempo News Room yang mengambil gambar lingkungan kampus menjadi sasaran mereka. Rivansyah babak belur, banyak benjolan di bagian kepala [baca: Wartawan Dikeroyok Mahasiswa STPDN]. Kasus ini telah dilaporkan ke Kepolisian Sektor Jatinangor dan Polres Sumedang.

Tak seperti bawahannya di STPDN, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno bereaksi sebaliknya atas kasus tersebut. Dia mencela sistem pembinaan militer yang coba diadopsi kampus yang pernah dikukuhkan lewat SK Mendagri No. Pend. 1/20/565 Tanggal 24 September 1956. "Untuk birokrasi harus ada cara disiplin yang berbeda," ujar bekas jenderal berbintang tiga ini. Karena itulah, dia memastikan, segera mengevaluasi sistem pembinaan yang diterapkan di STPDN.

Bukan hanya itu. Mendagri mengaku telah meminta Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri dan polisi menyelidiki kasus tersebut. "Karena tidak dibenarkan dengan alasan apa pun suatu tindakan mendisiplinkan junior dengan cara kekerasan, sehingga menimbulkan akibat yang fatal seperti itu," tutur mantan Wakil Ketua MPR dari Fraksi TNI ini. Mendagri benar. Bahwa, kekerasan hanya akan menimbulkan kekerasan baru. Pun para praja hanya akan berhadapan dengan masyarakat, bukan moncong senjata ketika mereka lulus.(AWD)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini