Sukses

Kata Pakar Soal Alasan Bayi Down Syndrome Berisiko Alami Gangguan Jantung dan Paru-Paru

Sebuah studi dari RCSI University of Medicine and Health Sciences telah memperoleh wawasan baru tentang perubahan fungsi jantung dan tekanan darah di paru-paru bayi yang lahir dengan Down Syndrome.

Liputan6.com, Jakarta Sebuah studi dari RCSI University of Medicine and Health Sciences telah memperoleh wawasan baru tentang perubahan fungsi jantung dan tekanan darah di paru-paru bayi yang lahir dengan Down Syndrome.

Dilansir dari Medicalxpress, kondisi jantung dan paru-paru umum terjadi pada bayi yang lahir dengan Down Syndrome dan dapat berkontribusi pada kebutuhan perawatan intensif dan rawat inap yang lebih lama untuk bayi dengan Down Syndrome dibandingkan dengan bayi tanpanya. Temuan ini akan membantu dokter untuk menilai lebih baik satu dari 600 bayi yang lahir dengan Down Syndrome di Irlandia setiap tahun.

Studi ini diterbitkan dalam Journal of American Society of Echocardiography, dan merupakan yang pertama dari jenisnya yang mengikuti perkembangan Down Syndrome selama dua tahun pertama untuk menganalisis fungsi jantung dan peningkatan tekanan darah di pembuluh darah di paru-paru total 70 bayi. Penelitian ini juga merupakan kerjasama antara tiga unit perawatan intensif neonatal di Dublin, Irlandia.

Penelitian ini menemukan bahwa bayi dengan Down Syndrome mengalami gangguan perubahan fungsi jantung dan tekanan darah di paru-paru selama dua tahun pertama.

Yang penting, tidak ada perbedaan fungsi jantung antara bayi dengan Down Syndrome yang memiliki penyakit jantung bawaan dibandingkan dengan mereka yang tidak selama masa studi. Ini adalah temuan yang signifikan dan menunjukkan bahwa semua bayi dengan sindrom ini harus dipantau fungsi jantung dan tekanan darah di paru-parunya selama masa kanak-kanak.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.<

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ada kekurangan bukti

Profesor Afif EL-Khuffash, Profesor Klinis Pediatri di RCSI dan Konsultan Neonatologis, di Rotunda Hospital mengatakan bahwa "sampai saat ini, ada kekurangan bukti untuk menjelaskan mengapa bayi dengan Down Syndrome mengalami masalah ini. Hasil penelitian ini menunjukkan kepada kita bahwa bayi dengan Down Syndrome mengalami perubahan fungsi jantung yang mengarah pada peningkatan tekanan darah di paru-paru."

Penulis pertama studi ini, Dr. Aisling Smith, seorang Panitera Spesialis Neonatologi yang melakukan penelitian di RCSI berkomentar bahwa "penelitian ini akan membantu dokter untuk lebih memahami mekanisme yang menyebabkan masalah ini dan menyoroti pentingnya pemantauan fungsi jantung pada bayi dengan Down Syndrome dari waktu ke waktu."

Sekitar setengah dari bayi yang lahir dengan Down Syndrome juga memiliki penyakit jantung bawaan. Dalam penelitian ini, 48 bayi dengan Down Syndrome memiliki penyakit jantung bawaan dan 22 tidak.

Hasil dari bayi dengan sindrom tersebut dibandingkan dengan 60 bayi tanpanya (kontrol). Semua bayi yang terdaftar dalam penelitian ini menjalani pemindaian jantung (ekokardiogram) untuk menilai fungsi jantung pada usia enam bulan, satu tahun, dan dua tahun.

3 dari 4 halaman

Studi lain tentang down syndrome

Studi oleh peneliti dari The University of Queensland merupakan yang pertama dari jenisnya yang mengungkapkan bahwa orang-orang dari generasi Z (kelahiran 1996-2009) yang hidup dengan Down Syndrome memiliki aspirasi yang tinggi dan semangat hidup yang besar.

Dilansir dari DisabilityInsider, penelitian tersebut dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh Associate Professor Rhonda Faragher dan Dr Janette Lloyd dari UQ's School of Education. Para peneliti melakukan wawancara dan kelompok fokus di seluruh negeri, mengeksplorasi kualitas hidup Gen Z dengan Down Syndrome.

4 dari 4 halaman

Kehidupan generasi muda berbeda

UQ’s Down Syndrome Research Program telah berlangsung selama 40 tahun dan kami ingin tahu seperti apa kehidupan mereka yang baru saja menyelesaikan sekolah dan bagaimana kehidupan mereka mungkin berbeda dengan generasi sebelumnya,” kata Dr Faragher.

“Kami merasa bahwa teknologi baru, sekolah inklusif, dan keterlibatan masyarakat akan berdampak pada pengalaman generasi baru orang dewasa muda.”

Empat asisten peneliti, yang juga hidup dengan Down Syndrome, dipekerjakan oleh UQ untuk melakukan wawancara dan kelompok fokus di seluruh negeri.

“Mereka sangat berharga karena membantu kami melihat sesuatu dengan cara yang berbeda, seperti memilih kata dan gambar untuk membuat informasi lebih mudah dipahami oleh peserta penelitian. Kami belajar banyak dari mereka seperti halnya mereka dari kami,” kata Dr Faragher.

Tim mewawancarai 26 orang berusia antara 18 hingga 30 tahun, untuk mengumpulkan data guna menginformasikan kebijakan dan praktik nasional dan internasional.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini