Sukses

Jadwal Fisioterapi Terus Ditunda karena Lockdown, Kondisi Difabel di Inggris Kian Memburuk

Bagi penyandang disabilitas, fisioterapi sangat penting dilakukan untuk menjaga kualitas hidup mereka.

Liputan6.com, Jakarta Bagi penyandang disabilitas, fisioterapi sangat penting dilakukan untuk menjaga kualitas hidup mereka. Namun sejak munculnya COVID-19 seorang difabel di Inggris kesulitan melakukan gerak karena adanya lockdown.

Seperti misalnya Jack (nama samaran), ia menderita Spinal Muscular Atrophy (SMA), suatu kondisi genetik yang ditandai dengan kelemahan parah dan pengecilan otot.

Pria berusia 31 tahun tersebut menjelaskan betapa kondisi progresifnya tersebut membuatnya menjalani sesi fisioterapi dengan rutin. Namun berkat sesi fisioterapi pula, ia bisa melakukan beberapa hal secara mandiri. Misalnya mengangkat cangkir, menempelkan telepon ke telinga, hal-hal yang dianggap remeh tersebut namun penting baginya.

"Sesinya harus dibatalkan berkali-kali ketika pandemi melanda. Saya hanya bisa menjalani satu sesi dalam 18 bulan dan ada dampaknya bagi tubuh," kata Jack, seperti dimuat BBC.

Meskipun penyakit ini secara inheren menyebabkan pemborosan otot, Jack yakin bahwa ia telah kehilangan kekuatan lebih cepat daripada ketika ia menjalani terapi secara teratur.

Dari empat jenis SMA yang berbeda dengan tingkat keparahan yang berbeda pula, Jack menyebutkan kalau miliknya akan mempercepat kematiannya.

Jack yang bekerja sebagai konsultan pemasaran e-commerce mengatakan bahwa ia sekarang kurang mampu bekerja dan kehilangan kemandirian.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Difabel lainnya

Selain Jack, Jane Green, dari West Sussex menderita hypermobile Ehlers-Danlos syndrome, yang biasanya menyebabkan dislokasi sendi sehingga mempengaruhi jaringan ikat dalam tubuh, dan juga dapat menyebabkan masalah gigi, nyeri kronis, dan migrain. Pria berusia 59 tahun ini juga tidak bisa membuat janji dengan fisioterapis selama pandemi.

Sementara ia tidak bisa pergi kemana-mana karena takut tertular COVID-19, ia hanya bisa mengandalkan menghubungi ahli osteopati yang pernah menanganinya sebelumnya. Namun itu mahal, katanya yang bahunya tak kunjung sembuh, dikutip dari BBC. Terlebih ketika akhirnya ia mengalami nyeri saraf yang parah karena dislokasi parsial harian (subluksasi), ia tidak punya pilihan selain membayar fisioterapis swasta.

Rob Yeldham, direktur strategi, kebijakan, dan keterlibatan di Chartered Society of Physiotherapy, mengatakan selama gelombang pertama dan kedua pandemi, banyak fisioterapis yang dipekerjakan kembali untuk merawat pasien COVID-19.

Rob mengatakan salah satu cara mereka mencoba untuk meningkatkan pelayanan yang sempat terhambat ini adalah melalui pembentukan Aliansi Rehabilitasi Komunitas yang terdiri dari lebih dari 50 organisasi perawatan kesehatan dan sosial yang mengkampanyekan akses yang lebih baik ke layanan berkualitas lebih tinggi.

Meskipun tidak ada data resmi tentang jumlah pasien yang terkena dampak hilangnya janji temu fisio, Dai Davies, Pemimpin Praktik Profesional dari Royal College of Occupational Therapists, mengatakan telah terjadi peningkatan orang yang mencoba mengakses dukungan.

 

3 dari 3 halaman

Kesulitan akibat lockdown

Sementara salah satu cara profesi fisioterapi dalam memerangi masalah ini adalah melalui penggunaan teknologi yang lebih besar untuk janji temu jarak jauh meskipun Dai merasa wajar jika ini tidak dapat diakses untuk semua orang sehingga pertemuan tatap muka masih akan dipertahankan.

Selain mereka, Meg Fozzard yang memiliki penyakit jantung genetik yang menyebabkan disabilitas pada sel-sel jantung saya dan juga mengalami cedera otak karena kekurangan oksigen, juga merasakan dampak dari pembatalan sesi fisioterapinya.

"Sebelum pandemi, saya menemui fisioterapis setiap tiga minggu dan terapis okupasi setiap empat minggu untuk membantu meningkatkan kemampuan berjalan dan bekerja. Ketika penguncian dimulai, saya awalnya diberi janji video dan telepon. Ini rumit, itu tidak sama dengan melihat fisio secara langsung yang memiliki peralatan yang benar dan sulit bagi mereka untuk memahami cara tubuh Anda bergerak melalui laptop. Setelah itu, berbulan-bulan berlalu tanpa kontak. Baru-baru ini sesi saya telah dilanjutkan, tetapi ini masih belum sesering saya melakukan fisioterapi tatap muka sebelum pandemi," jelas Meg, dikutip dari BBC.

Ia juga menyebutkan bahwa meskipun dirinya tidak sampai kehilangan kemampuan selama penguncian, namun situasi tersebut tetap membuatnya kesulitan dan pastinya banyak orang lain juga berusaha mengatasinya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.