Sukses

Museum Mandala Bhakti, Potret Pengabdian Tentara Untuk Rakyat

Museum Mandala Bhakti Kodam IV Diponegoro Semarang merupakan potret sejati pengabdian tentara Indonesia untuk rakyatnya.

Citizen6, Semarang HUT TNI ke 69 tahun 2014 membangkitkan kenangan, kita mempunyai tentara yang kuat dan hebat ditengah keterbatasan Alutsista dibanding negara tetangga. Selain pameran alat pertahanan dan segala macam defile itu, pernahkah mengulas balik kebelakang bahwa  dulu tentara kita pernah begitu menyatu dengan rakyatnya, bahu membahu memerangi musuh yang datang dari mancanegara.

Kini setelah merdeka kenangan itu masih terekam jelas melalui diorama. Foto dan berbagai benda kemiliteran bersejarah yang ada di Museum Mandala Bhakti Kodam IV Diponegoro Semarang Jawa Tengah yang merupakan potret sejati pengabdian tentara Indonesia untuk rakyatnya.

Museum ini menempati bangunan di Eks bangunan Kodam IV Diponegoro lama di bundaran Kalibanteng yang berada persis di samping monumen Tugu Muda, dan berada satu bundaran dengan museum Lawang Sewu yang kondang dengan cerita mistisnya.

Beberapa waktu lalu saya dan beberapa rekan dari Universitas Katholik Sugiyopranoto dan Universitas Diponegoro menyempatkan berkunjung ke Museum ini, saat pertama kali menginjakkan kaki ke ke dalam museum, kesan bersih dan terawat langsung terasa, bangunan sebesar itu nampak  kinclong lantainya dan tak ada kesan angker, padahal bangunan ini setara tuanya dengan museum Lawang Sewu.

Menurut Pak Gandung dan Bu Asih, Pegawai Negeri Sipil Kodam yang bertugas menjadi pemandu para turis yang datang, Museum Mandala Bhakti mempunyai sejumlah ruangan yang erat kaitannya dengan sejarah perjuangan di Semarang Jawa Tengah.

Ruangan itu diantaranya Pertempuran Lima Hari Semarang dimana rakyat dan TNI bertempur sampai titik darah penghabisan melawan penjajah yang ingin menancapkan kukunya kembali di Semarang. Lalu ada juga ruangan yang mengisahkan perjuangan Dokter Kariyadi yang mempertahankan Reservoir Siranda yang akan ditaburi racun oleh penjajah Jepang. 

Konon Dokter Karyadi yang menjabat sebagai Kepala Laboratorium Purusara mendapat telepon dari pimpinan Pusat Rumah Sakit Rakyat (Purusara) tentang isu mengenai Jepang yang akan meracun reservoir Siranda, kemudian dr. Karyadi langsung meluncur ke Siranda untuk mengecek kebenarannya.

Meskipun istri beliau drg. Soenarti telah mencegahnya untuk pergi karena suasana yang sangat membahayakan, namun dokter muda itu tetap berangkat dengan motivasi harus menyelidiki desas-desus itu karena menyangkut nyawa ribuan warga Semarang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kisah Perjuangan dr Karyadi

Dan kenyataannya dr. Karyadi tidak pernah sampai ke tujuan. Jenazahnya ditemukan di jalan Pandanaran karena dibunuh secara keji oleh tentara Jepang. Dokter muda ini gugur dalam usia 40 tahun. Namanya kemudian diabadikan menjadi RSUP Dr Karyadi di Semarang.

Selain kisah tentang pertempuran lima hari di Semarang yang terjadi tanggal 15 Oktober 1945 itu, ada juga  beberapa ruangan lain termasuk ruangan tempat Pangeran Diponegoro diinterogasi Belanda lengkap dengan bekas guratan kuku sang pangeran.

Sangat lengkap dan berharga bagi para pelajar, mahasiswa dan peneliti sejarah yang ingin mengembalikan memori tentang perjuangan dan suka duka rakyat dan TNI melawan penjajah.

Sebuah hal yang luar biasa ditengah kebiasaan dan budaya membayar untuk semua hal mulai dari parkir hingga pipis di toilet pun membayar, tapi  di museum ini  kita tidak membayar alias gratis untuk melihat koleksi yang ada.

"Pimpinan kami dalam hal ini bapak Panglima Kodam IV Diponegoro mempersilakan seluruh lapisan masyarakat untuk datang, menikmati dan belajar sejarah dari museum ini. Kami terbuka untuk umum dan pemandu serta staf yang ada siap melayani masyarakat” papar Gandung yang sudah 30 Tahun bertugas sebagai pemandu.

Kepiawaian Gandung dalam memandu wisatawan serta pengetahuan Bu Asih dalam menjelaskan tentang sejarah militer tak kalah dari pemandu wisata profesional,  keterangannya detail dan cara memperagakan sejumlah senjata yang ada di museum itu benar benar lihai sehingga senjata berat seperti Bren dan senapan otomatis yang usianya sudah uzur itu ditangan Gandung bisa menyalak dan membuat terkagum para mahasiswa yang datang.

Para pelajar dan mahasiswa yang datang  mengaku puas dengan pelayanan dan penjelasan dari pihak Museum. Selain memperoleh pengetahuan dan mempelajari sejarah, kami juga bisa foto selfie dan narsis di sejumlah item senjata berat seperti panser, meriam dan senjata berat yang ada. Keren banget, ”papar Dyah salah seorang pengunjung yang datang bersama putranya.

"Museum ini seharusnya mendapat perhatian dari dinas pendidikan dan Gubernur Ganjar Pranowo karena sangat bermanfaat bagi para pelajar untuk mendapatkan data dan ilmu tentang perjuangan rakyat semarang, jika direnovasi dan dipromosikan dengan bantuan Gubernur melalui Dinas Pariwisata serta dimasukkan itenerary kunjungan wisatawan, niscaya museum ini akan jadi salah satu ikon dan referensi kunjungan bagi para turis” tutur Bayu dan Desika dari Unika Sugiyo Pranoto serta Maya Retha dari Undip yang datang untuk mengadakan riset penelitian.

Penulis:

Aryo Widiyanto

Traveller, Backpacker, blogger dan penulis di media cetak

Web: aryowidiyanto.blogspot.com

Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel, foto atau video seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini