Sukses

Jaga Keberagaman, Toleransi Harus Dilakukan di Ruang Digital

Toleransi menjadi sikap yang harus dimiliki warga digital. Namun, data dari Wahid Foundation menunjukkan mayoritas masyarakat Indonesia masih berada pada tingkatan toleransi pasif di media sosial.

Liputan6.com, Jakarta - Toleransi seharusnya menjadi salah satu sikap yang dimiliki oleh warganet. Sikap menghargai perbedaan tidak hanya dilakukan di dunia nyata saja, tetapi juga di ruang digital.

Senior Officer Media dan Komunikasi Wahid Foundation, Siti Kholisoh, mendefinisikan sikap toleransi sebagai sikap saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Ia menambahkan, dengan definisi sederhana tersebut, toleransi memiliki berbagai tingkatan, yakni toleransi aktif dan toleransi pasif. 

Data dari Wahid Foundation menunjukkan mayoritas masyarakat Indonesia sudah memiliki sikap toleransi. Namun, 49% toleransi yang dimiliki masyarakat masih berada pada tingkatan toleransi pasif.

“Toleransi ini ada berbagai tingkatan sebenarnya. Ada yang kita sebut sebagai toleransi pasif dan toleransi aktif. Kalau dibilang di Indonesia ini kita tuh sudah toleran belum sih? Sudah. Berdasarkan data kami, orang Indonesia itu sudah toleran. Nah, tetapi tolerannya ini masih 49% berada di level toleransi pasif,” ujarnya dalam Talkshow Literasi Digital bertajuk “Toleransi di Media Sosial”, yang disiarkan pada Senin (06/11/2023) di kanal YouTube Literasi Digital Kominfo.

Perempuan yang akrab disapa Kholis itu juga menjelaskan pentingnya memiliki sikap toleransi aktif sebagai masyarakat di negara dengan berbagai keberagaman. Sikap toleransi aktif dapat menjadi kekuatan yang dapat digunakan untuk menjaga keberagaman tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan masyarakat untuk menumbuhkan sikap toleransi aktif adalah dengan tidak membatasi diri dengan informasi tertentu dan terbuka dengan beragam informasi, serta mempraktekkannya dengan membahasakan pendapat di media sosial.

“Sikap toleran ini bisa kita latih. Kami (Wahid Foundation) selalu mendorong sikap toleransi aktif karena sebagai masyarakat Indonesia, itulah yang akan menjadi kekuatan kita. Nah, ini bisa kita tumbuhkan, salah satunya dengan terus menerus memberikan informasi beragam kepada diri kita dan mencoba aktif dalam membahasakan pendapat di media sosial,” jelasnya.

Sementara itu, Hamas Nahdly, Koordinator Divisi Program Siberkreasi, menjelaskan empat level sikap toleransi yang harus dimiliki masyarakat. Pertama, masyarakat harus memiliki kemampuan atau keinginan untuk memahami perbedaan.

Setelah memiliki hal tersebut, barulah masyarakat dapat memahami orang lain dengan cara pandang dan cara berpikir yang berbeda. Selanjutnya adalah kemampuan untuk melakukan musyawarah atau menjadi penengah ketika bersinggungan dengan perbedaan tersebut.

Yang terakhir adalah kemampuan melakukan gerakan kolaborasi dengan kelompok yang berbeda.

“Jadi sudah tidak hanya berbicara soal memahami perbedaan pendapat saja, tetapi sudah mampu bekerja sama dalam beberapa gerakan kemanusiaan,” imbuh Hamas.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Lakukan Tiga Hal Ini Sebelum Berkomentar di Media Sosial

Hamas Nahdly, Koordinator Divisi Program Siberkreasi, menyebutkan komentar di ruang digital serupa dengan di dunia nyata. Hal-hal yang membedakan hanya penggunaan platform, diksi, dan emotikon.

Selain itu, sebelum berkomentar di media sosial, ia juga mengimbau warganet untuk melakukan tiga hal di bawah ini.

Pertama, tanyakan urgensi atau seberapa penting konten yang akan Anda komentari. Lalu yang kedua adalah posisikan diri Anda sebagai pemilik konten yang menerima komentar Anda. Lihatlah dari sudut pandang pemilik konten komentar yang akan Anda posting, apakah pemilik konten akan tersinggung atau tidak.

Terakhir adalah perhatikan setiap diksi dan kalimat pada komentar yang akan Anda posting. Lihatlah apakah dalam komentar tersebut terdapat kata-kata yang menyinggung SARA dan mengandung ujaran kebencian atau tidak.

Tiga hal tersebut perlu dilakukan untuk menghindari penyesalan setelah berkomentar. Hamas juga menjelaskan, meskipun beberapa media sosial telah memiliki fitur edit komentar, tetapi di era saat ini, jejak digital mudah sekali untuk diabadikan. Salah satunya dengan fitur screen capture.

3 dari 3 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.