Sukses

Penyelenggara Pemilu Tidak Boleh Kalah Cepat dari Penyebar Hoaks

Jelang Pemilu 2024, masyarakat maupun penyelenggara pemilu perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran hoaks.

Liputan6.com, Jakarta - Menghadapi Pemilu 2024, masyarakat maupun penyelenggara pemilu perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran hoaks. Sebab, jika dibiarkan, Hoaks dapat mengancam integritas dan kestabilan proses demokrasi.

Hoaks maupun disinformasi, telah menjadi ancaman serius bagi masyarakat dalam beberapa tahun terakhir, dan potensi penyebarannya semakin meningkat menjelang Pemilu.

Hal senada pun disampaikan Manager Program Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, dalam acara Virtual Class yang diadakan Liputan6.com bertajuk “Waspada Hoaks Gunakan AI Makin Sulit Dikenali”, beberapa waktu lalu.

“Soal hoaks dan disinformasi tentu menjadi salah satu momok yang berpotensi akan terjadi di pemilu 2024. Bahkan mungkin potensinya akan jauh lebih besar. Karena pengguna media sosial makin banyak, kemudian kanal-kanal media sosial juga makin banyak," ujar Fadli.

Fadli menyebut, dengan jumlah peserta Pemilu yang makin banyak potensi munculnya hoaks semakin besar. "Jumlah pemilihnya juga tambah banyak dibanding Pemilu 2019. Jadi sebetulnya potensi dan kerentanan munculnya hoaks munculnya disinformasi di Pemilu 2024 sangat besar,” ujar Fadli.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dampak Hoaks Pemilu

Hoaks memiliki potensi untuk mempengaruhi opini publik, memicu konflik sosial, dan merusak kepercayaan terhadap lembaga pemerintah serta institusi demokrasi. Dalam konteks Pemilu, hoaks dapat digunakan untuk memanipulasi persepsi pemilih, mencemarkan nama baik calon, atau bahkan merusak integritas hasil pemilihan.

Menghadapi situasi tersebut, pemilih, masyarakat, penyelenggara pemilu dan instansi-instansi yang mempunyai otoritas untuk menyampaikan informasi terkait penyelenggaraan Pemilu harus dari awal menyiapkan diri dengan berbagai strategi menghadapi hoaks dan disinformasi Pemilu.

“Salah satunya adalah dengan mempelajari fenomena atau kecenderungan yang terjadi baik itu di Pemilu 2019 atau Pilkada 2020 maupun kecenderungan informasi yang sudah muncul di tengah tahapan pemilu 2024,” kata Fadli.

Menurut Fadli, fenomena yang perlu dipelajari adalah pada aspek kemana kemungkinan potensi disinformasi atau hoaks muncul, pada aspek apa umumnya disinformasi atau hoaks muncul, dan hoaks seperti apa yang muncul.

3 dari 4 halaman

Tidak Boleh Kalah Cepat dari Hoaks

Pada pertengahan pelaksanaan Pemilu tahun 2019 lalu, tersebar disinformasi terkait tujuh buah kontainer surat suara yang sudah tercoblos di daerah Tanjung Priok. Berita dan informasi tersebut sudah tersebar luas di masyarakat bahkan sudah diinformasikan oleh media mainstream. Tetapi, KPU baru mengklarifikasi secara formil itu hampir seminggu sejak informasi itu pertama kali muncul.

“Coba bayangkan, sudah berapa ratus juta orang yang terpapar informasi itu dalam waktu seminggu, dan mereka tidak semuanya punya ruang, punya inisiasi, dan punya kesempatan untuk memfilter dan memverifikasi informasi itu. Maka dari itu kecepatan informasi dan klarifikasi dari pihak penyelenggara pemilu maupun instansi terkait sangatlah penting, karena berkaitan dengan lingkup tugas kinerja mereka.” ungkap Fadli.

Fadli mengatakan, partai politik, penyelenggara Pemilu maupun instansi pemerintah tidak boleh kalah cepat dalam menyebarkan informasi maupun klarifikasi pada masyarakat di saat proses tahapan Pemilu terus berjalan, terlebih jika sudah memasuki fase-fase penting.

“Perputaran informasi, penyebaran informasi, produksi informasi itu kan sudah sangat cepat ya. Bahkan kita tidak bisa membayangkan bagaimana kecepatan informasi itu diproduksi, disebarluaskan, dan kemudian bisa tersampai pada orang-orang dalam jumlah yang banyak mungkin hanya dalam hitungan detik. Nah ini yang menjadi kewaspadaan untuk menyongsong Pemilu 2024,” tukas Fadli.

4 dari 4 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.